03.1

1.2K 78 4
                                    

Seto mengetuk halus pintu rumah Angsana. Angsana membukakan pintu dengan kaget melihat Seto malam-malam mendatangi rumahnya. 

"Hei, aku bawakan nasi Padang buat makan berdua. Pasti capek kan kerja di gudang", kata Seto sambil mengangkat bungkusan berisi dua bungkus nasi Padang ke arah sejajar dengan kepalanya.

Angsana tidak bisa lagi mengelak. Ada sesal dalam dirinya kenapa mengijinkan Seto mengunjungi rumahnya. Tidak, lebih tepatnya memasuki hidupnya. Saat ini, yang bisa dilakukan hanyalah mempersilakan Seto masuk.

Bau sambal yang digoreng tercium di ruangan. Dapur Angsana yang menyatu dengan ruang tamu membuat seluruh ruangan terkena baunya.

"Hmmm...ada yang dikin sambel rupanya," kata Seto sambil bejalan menuju ke arah kompor.

Angsana sedikit tersenyum malu, "Yah, aktifitas kalau pulang kerja ya begini."

Seto menatap Angsana lekat, membuat Angsana makin salah tingkah. Apalagi dengan pakaian yang seadanya, hanya kaos dan celana olah raga yang nampak kedodoran. "Ya udah, ini nasi Padangnya disimpan aja deh. Boleh kan icip masakan Sana?"

Melihat tatapan mata Seto yang tulus, membuat hati Angsana berdebar. Pada akhirnya dia tidak bisa menolak untuk menyuguhkan sayur bayam, tempe dan sambal buatannya. Melihat Seto makan dengan lahap, membuat Angsana mengulum senyum. 

"Belum makan dari siang? Lahap banget."

"Ini enak banget, Sana. Rasanya udah lama banget nggak makan masakan rumah begini."

"Hmmmm...makanya pulanglah nengokin orang tua di rumah."

Seto berhenti sejenak, dan memandang Angsana.

"Nanti kalau sudah berhasil dengan usahaku, baru pulang," katanya sambil nyengir kuda.

Angsana membiarkan Seto menikmati makanannya, lantas mengambil ponselnya untuk mengecek email yang masuk. Sebuah notifikasi pada akun Instagramnya yang memberitahukan bahwa dia mendapatkan satu pengikut baru bernama akun Seto Anggara.

"Namamu Seto Anggara?"

"Uh-huh", kata Seto sambil terus makan, "Aku lahir hari selasa."

Angsana mengernyitkan dahi.

"Anggara artinya selasa."

"Oh...."

Angsana melihat akun Seto. Sama seperti akun kebanyakan pria yang lain, kopi, senja dan musik. Ada satu foto Seto yang duduk bertelanjang dada dan memandang ke arah kamera di belakang lengkap dengan kacamata hitam, dengan latar belakang pantai yang indah. Angsana melihat aura Seto yang berbeda dengan yang dilihatnya sehari-hari. Sayangnya, itu adalah satu-satunya foto diri yang ditampilkannya.

"Akun Sana isinya bunga semua. Pasti diambil dari kebun kan?", seloroh Seto membuat Angsana tersipu malu, "Tau aja," balasnya.

"Ibuku pernah bilang, kalau orang yang pandai berkebun itu adalah orang yang sabar. Makanya, kebanyakan orang yang berkebun itu ibu-ibu atau nenek-nenek. Tapi Sana pasti orangnya sabar juga."

"Iya, umurku sudah ibu-ibu juga sih. Jadi definisi orang sabarnya bener."

"Eh, bukan ngomong kalau Sana ibu-ibu loh. Masih kelihatan umur 20-an koq."

"Halah gombal."

"Serius, Sana", kata Seto sembari menatap mata Angsana lekat. Membuat jantungnya melaju kencang.

Angsana mengalihkan pandangannya ke arah piring Seto yang sudah bersih. Diambilnya piring itu lalu dibawanya ke tempat cuci. Seto mengikutinya dari belakang sambil melihat-lihat rumah Angsana.

Angsana (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang