"Memangnya bapak sendiri tidak pernah melakukan itu pada ibu -bapak-" Arsena yang tadi sibuk memakan makanan yang lezat ini menghentikan kegiatannya. Wajahnya jadi murung setiap ada orang yang membahas tentang ibu-nya. Pria itu berbalik membelakangi Afiqah. Pandangannya kosong menghadap ke depan. Ia jadi teringat ibunya.

Afiqah yang tadinya kesal jadi bungkam. Melihat wajah sendu Arsena. Ia bingung kenapa pria itu jadi sedih. Padahalkan disini yang jadi korban dia. Afiqah menghembuskan napas, ia bangkit ikut duduk di sebelah Arsena.

"Bapak kenapa kok jadi murung?" Tanya Afiqah. Bukannya menjawab Arsena malah menyandarkan kepalanya di bahu kanan Afiqah. Hal itu membuat Afiqah terpaku. Beda dengan pria itu yang terasa nyaman bahkan memejamkan matanya menikmati desiran angin sore. Rasanya nyaman sekali, apalagi hamparan sawah dan gambaran bukit membelakangi membuat sore semakin indah. Afiqah menelan ludah gugup menahan debaran jantungnya yang berdetak semakin kencang.

Arsena tersadar dengan apa yang ia lakukan. Ia menegakkan kepalanya lalu meledek gadis itu untuk menyembunyikan kesedihannya. Ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan gadis itu.

"Jantung kamu berdebar dengan keras. Jangan-jangan kamu suka sama saya."

"Apaan sih pak!! Ngawur mana mungkin saya suka sama bapak udah tua, tukang paksa lagi! Kembaliin
Kunci, SIM, dan STNK saya pak!!" Arsena menutup telinga seolah-olah tak mendengar apa yang gadis itu katakan.

Afiqah kesal di acuhkan. Ia memilih untuk minum, tenggorokannya kering karena dipakai untuk berdebat dengan pria tua ini. Ia menenggak air itu.

"Kamu minum air bekas saya. Gimana rasanya? Manis bukan?"

Deg!

Seketika air dalam mulut Afiqah muncrat keluar. Bukankah itu artinya ia dan polisi itu ciuman secara tidak langsung. Afiqah langsung lari mengambil botol air mineral yang masih di segel. Ia langsung mengelap mulutnya kasar dan kumur-kumur di pinggir sawah. Sedang Arsena hanya tertawa melihat kelakuan anak itu.

"Pak pol jahat!!!" Rengek Afiqah.

"Afiqah benci!! Hikss...hikss...hikss..."
Afiqah berjongkok lalu menutup wajahnya mencium lutut.

"Sudah Afiqah, jangan nangis udah gede loh. Masa kalah sama anak kecil."

"Hiks...hikss....hikss.." Afiqah tidak mempedulikan ucapan Arsena. Ia terlanjur kesal dengan Arsena.

"Kamu katanya mau ke cafe-kan?"

"Bagaimana kalau saya antarkan dan juga saya kawal pulang? Jadi nanti kamu tidak perlu khawatir ibumu curiga. Kamu bisa sepuasnya kencan dengan TTM-an mu itu." Tangis Afiqah tiba-tiba berhenti. Tawaran Arsena begitu menggiurkan. Jika ia menerimanya ia tidak perlu repot-repot berbohong pada ibunya tentang apa saja yang ia lakukan hari ini termasuk menemui Andreas. Karena Arsena yang akan menjelaskan semua pada ibunya.

"Bapak tidak bohongkan?" Afiqah menatap Arsena lekat-lekat, ia belum mempercayai pria itu sepenuhnya.

"Seorang polisi tidak pernah mengingkari janjinya."

"Deal."

"Deal." Balas Arsena lirih. Dalam hati ia tidak menyetujui usulannya yang konyol itu. Ia hanya tidak ingin melihat Afiqah menangis. Hatinya tidak tega mendengar rengekan gadis itu.

****

Arsena memarkirkan motornya di sebelah motor Afiqah. Keningnya berkerut melihat cafe yang ingin di datangi Afiqah. Bukannya ini adalah salah satu cabang cafe baru miliknya -. Kebetulan sekali ia jadi bisa mengecek cafe tersebut.

Ketika Arsena menaruh helmnya. Sosok gadis yang ia ikuti dari belakang sudah menghilang di pandangannya. Dari kaca cafe ia bisa melihat gadis itu saat ini sedang duduk berdua dengan seorang laki-laki yang sepantaran dengannya. Keduanya sibuk bercerita sambil menunggu pesanan.

Arsena melangkah masuk ke cafe. Beberapa pelayan yang menyadari kehadirannya langsung memberi salam. Arsena seakan mengisyaratkan pekerjanya untuk berpura-pura tidak mengenalnya. Ia duduk di pojok menunggu ke dua orang itu sambil memesan makanan.

Ia mengamati keduanya. Afiqah yang berulangkali melihatnya hanya diam malah bertindak seolah-olah tidak mengenalnya. Arsena ingin marah namun ia tidak bisa menunjukan hal itu. Ia hanya bisa diam dan mengamati kedua orang itu dari jauh. Milkshake chocolate oreo kesukaannya seakan tak menarik di hadapannya. Ia merasa tidak berselera apalagi musik yang mengalun di telinganya menambah rasa kesalnya. Lagu itu seakan mengejeknya yang tidak bisa melakukan apa-apa selain diam dan mengamati kemesraan kedua orang itu. Rasanya Arsena ingin cepat menghalalkan gadis itu. Kalau perlu sekarang juga.

Apakah ia berhak cemburu disaat gadis itu bukan miliknya?

Ku akui aku memang cemburu
Setiap kali kudengar namanya kau sebut
Tapi ku tak pernah bisa
Melakukan apa yg seharusnya kulakukan
Karena memang kau bukan milikku

Ku akui aku merindukanmu
Meski ternyata tak pernah kau merindukanku
Tapi ku tak pernah bisa
Melakukan apa yg seharusnya kuinginkan
Karena memang kau bukan milikku

Sesungguhnya ku tak rela
Jika kau tetap bersama dirinya
Hempaskan cinta yg kuberi

Semampunya ku mencoba
Tetap setia menjaga segalanya
Demi cinta yg tak pernah berakhir

Ku akui aku merindukanmu
Meski ternyata tak pernah kau merindukanku
Tapi ku tak pernah bisa
Melakukan apa yg seharusnya kuinginkan
Karena memang kau bukan milikku

Sesungguhnya ku tak rela
Jika kau tetap bersama dirinya
Hempaskan cinta yg kuberi

Kejujuran hati yg tak mungkin dapat ku pungkiri
Keinginanku untuk kau tau isi hatiku
Demi cinta yg tak pernah berakhir

Kerispatih- kejujuran hati

***


Jangan lupa follow Instagram @wgulla_
@arsena_official
@arsen_aanggara
@afi_qahshafa


SHARE KE TEMEN-TEMEN KAMU BIAR MEREKA JUGA IKUTAN BAPER... 😭😭

Jangan lupa Vote and Coment cerita ini..

Gratis kok!!

Love you ♥️

Salam istri sahnya Lee min ho

Follow Instagram author @wgulla_
Arsena @arsen_aanggara
Afiqah @afi_qahshafa
Cerita Arsena: @arse_fa

ARSENA -Sejauh Bumi dan Matahari- Tersedia di GramediaWhere stories live. Discover now