Dalam organisasi, bangunan tim yang sudah terbangun bisa runtuh seketika karena lunturnya rasa kepercaya'an. Begitu pula dengan hubungan.
=====
Entah kenapa mulutku serasa ingin meledakkan tawa sekencang-kencangnya. Supaya seluruh makhluk hidup di bumi tau, aku sedang bahagia, mendengar pernyata'an yang meluncur langsung dari mulut Desy. Jika ia peka tentang perasa'anku, bisa jadi hal yang lain juga peka.
Riana! Mengenai siapa ia yang sebenarnya.
Menyandarkan punggung ke sofa, menatap lurus tembok bercat kuning, lalu menolehkan kepala ke Desy yang tengah memandangku sedari tadi dengan alisnya yang mengerut.
Bibirku tersenyum, "Lo curang. Pura-pura nggak tau. Trus, lo nggak nganggep gue playboy?"
Dia menggeleng, "Kenapa harus nganggep lo begitu?"
Lah, bukannya di jawab beserta alasan malahan bertanya balik. Namanya juga Desy, kalo bukan Desy ya bukan seperti itu.
"Kejadian kemarin antara gue dengan Riana." Ucapku menatap matanya dalam, mencoba mencegah rasa kecanggungan diantara kita. ia membalas tatapanku, senyum manis khasnya perlahan muncul di bibir tipisnya. Membuat hatiku serasa berdesir adem.
"Sepertinya lo sama Riana udah kenal lama. Kelihatan banget dari interaksi kalian. Gue nggak tau ada masalah pribadi apa antara kalian berdua, karena setiap gue interaksi sama dia pasti seolah kayak manas-manasin. Jujur, gue bingung. Tapi, gue merasa kalo lo itu orang baik-baik." Dia menghela napas panjang, lalu mengalihkan pandangan ke depan. Syukurlah Desy masih bisa menilai dengan objektif.
"Dan lo kepanasan juga?" Ujarku menggodanya.
Desy menoleh, mendadak mukanya merah dan salah tingkah, "Apa'an sih. Nggak lah."
Seketika Aku tertawa cekikikan sambil megang perut. Berhenti untuk menghela napas sebentar. Lalu meledakkan tawa lagi. Gadis senyum mencoba menutupi kondisinya, pasti selama ini ia terjebak di situasi panas dingin. Panas, sa'at berinteraksi dengan Riana sementara topik pembicara'an yang diangkat gadis itu bertujuan manas-manasin Desy, tetap saja pasti ada sedikit rasa kepanasan.
Dingin nan grogi, sa'at mengetahui diriku yang selalu tergerak mendekatinya.
Dia mengerucutkan bibir, tangannya melipat di depan dada. Mode cemberutnya sedang aktif, "Ihh ngapain ketawa-ketawa? Nggak ada yang lucu, Tian!"
Aku meredakan tawa, mengambil segelas air minum yang bertengger di meja kaca lalu menyodorkan ke gadis senyum lagi, "Lebih baik minum dulu gih.."
Menatapku curiga, Mengambil alih segelas air lalu meneguknya sedikit.
"Nah gitu. Dari tadi disuruh minum nggak mau. Demi kebaikan lo, biar nggak kepanasan gara-gara Riana."
Dia mengerucutkan bibir tipis nan mungilnya lagi, mirip anak kecil yang tengah merajuk, "Nyesel gue udah minum."
Aku terkekeh pelan. Duga'anku kepada gadis senyum selama ini keliru. Kukira tidak peka, ternyata sebaliknya. Hanya saja ia memendamnya sendiri dan memutuskan untuk mengungkapkan di waktu yang menurutnya tepat. Dan aku yakin sekali, pasti hidupnya tidak tentram tiap hari di hantui Riana, cowok beristri dan diriku sendiri. Apalagi ia seorang perantauan, tidak seharusnya otaknya dipaksakan untuk berpikir hal-hal diluar pekerja'an yang belum pasti bisa membuatnya bahagia.
"Desy, sekarang lo lagi pengen apa? Ngomong aja sama gue."
Dia terdiam menunduk. Menghela napas panjang, lalu menoleh, "Gue ... pengen pulang. Sebentar saja."
"Kapan lo libur? Gue akan antarin lo pulang."
"Hari rabu. Tapi nggak usah, jauh. Gue udah terbiasa sendirian."
YOU ARE READING
Waktu dan Takdir - END
General Fiction[Tahap revisi] Bukan tentang tokoh yang selalu baik, bukan pula selalu jahat. Hanya tentang ambisi. --- Percayakah kalian bahwa waktu dan takdir saling berhubungan? Waktu yang telah memberinya kesempatan pilihan, "Ya atau tidak?" Dan waktu juga yan...
