"Kenapa kamu hanya diam saja disitu."

"Eh.. iya pak.." Afiqah tersadar ia kemudian mengikuti Arsena berjalan. Jantungnya berdebar melihat tatapan tajam pria itu. Bulu kuduknya merinding merasakan aura tidak menyenangkan dari diri pria itu. Apakah Arsena marah padanya? Tentu saja marah, padahal kemarin pria itu sudah memperingatkan mereka untuk tidak keluar malam sendirian.

"Kamu dari mana malam-malam begini?" Tanya Arsena sambil berjalan ke arah motornya.

"Nonton bioskop," ucap Afiqah pelan dibalas dengan dengusan oleh Arsena. Sudah ia tebak kelakuan anak remaja sekarang hanya bersenang-senang tanpa memikirkan dampaknya.

"Kamu sudah sholat isya?" Afiqah reflek menggeleng. Tadi mereka nonton lalu makan dan pulang. Tidak sempat untuk sholat.

Arsena mengambil jaket yang ia simpan di joknya. Lalu menyampirkan jaket miliknya di bahu gadis itu. Hal itu membuat Afiqah terpaku apalagi mata hitam yang tajam itu menatapnya lekat-lekat. Afiqah menelan ludah gugup ketika aroma Arsena memeluknya dari jaket itu.

"Ambil helm kamu! Nanti kita mampir ke masjid sebentar." Arsena berpaling ke arah helm yang berada di motor matik Afiqah. Afiqah mengangguk kemudian merapatkan jaket hitam milik Arsena. Ia sadar ia lupa mengenakan jaket padahal udara sangatlah dingin malam ini. Ia hanya mengenakan gamis merah muda polos. Kemudian Arsena menyalakan motornya. Memerintahkan Afiqah untuk naik.

Afiqah gugup karena di bonceng Arsena. Baru kali ini ia merasakan debaran di dekat laki-laki. Padahal ia biasanya -biasa- saja bahkan dengan Andreas.

"Pegangan!" Perintah Arsena. Mau tidak mau Afiqah menuruti itu. Ia memegang baju samping dinas Arsena.

Motor melaju membelah jalan raya. Seperti kemarin jalan ini nampak sepi. Dan diterangi dengan lampu yang temaram. Lalu Mereka berhenti sebentar di sebuah masjid yang tak jauh dari kantor polisi. Arsena meminta Afiqah untuk sholat sedang dirinya menunggu di kursi dekat air mancur di depan masjid. Sekitar lima belas menit kemudian Afiqah muncul menghampiri Arsena yang sedang duduk sambil termenung.

"Minumlah." Arsena menjulurkan sebotol air mineral untuk Afiqah.

Afiqah mengambil botol itu dengan ragu. Namun ia juga meminumnya sambil mengatakan terima kasih. Pria itu tahu saja jika ia sedang haus. Mereka duduk di kursi itu berdua berdampingan. Afiqah merapatkan jaketnya, ia sangat menyukai aroma Arsena. Ia menggelengkan kepala menyadari kebodohannya memikirkan jika pria itu memeluknya.

"Kemana teman kamu yang kemarin? Kenapa pergi sendirian?" Kata-kata Arsena seperti sedang menginterogasi seorang penjahat yang melakukan kesalahan.

"Tidak ikut. Sebenarnya aku tidak pergi sendirian... Tapi..."

"Tapi apa?" Tanya Arsena tak sabaran.

"Kami berpisah di alun-alun jadi terpaksa aku pulang sendiri."

"Kenapa berpisah?" Desak Arsena ingin tahu. Ia tidak bisa membayangkan jika terjadi sesuatu pada gadis itu.

"Rumah kami beda arah. Lagipula aku tidak ingin ibu tahu jika aku pergi dengan laki-laki."

"Kamu sudah punya pacar?" Jadi sekian banyak kalimat Arsena merutuki dirinya yang malah mengatakan hal itu. Menanyakan nama gadis itu saja ia tidak berani tapi ia dengan lantang menanyakan siapa pacar gadis itu. Memang saat ini ia harus bersikap seperti orang asing. Ia mencoba mendekati gadis itu perlahan seperti orang-orang pada umumnya.

"Bukan, kami tidak pacaran kami hanya TTM-an." Arsena terkekeh mendengar itu. Kenapa anak remaja sekarang aneh sekali? Dilain sisi Arsena marah karena ada laki-laki lain di hidup Afiqah. Ia tidak suka dengan kenyataannya ini jika gadis yang ia sukai ternyata lebih dahulu menyukai pria lain.

"Ibuku melarang aku pacaran. Jadi ketika Andreas menembakku, aku menolaknya. Lalu Andreas memberi usul agar kita TTM-an saja." Bodoh! Itulah yang terpikir di kepala Arsena. Apa bedanya pacaran dan TTM-an? Jika mereka sama-sama mengucapkan sayang dan berkencan seperti saat ini. Apalagi pria yang bersama gadis itu tidaklah gentle. Sampai membiarkan gadis ini pulang sendirian bahkan menggantungkan hubungan.

"Jadi kalian tadi berkencan." Pipi Afiqah bersemu mendengar itu. Melihat itu menjawab jika tebakannya benar. Dalam hati Sena mengumpat karena kecolongan. Sepertinya ia baru menyadari sesuatu jika ia menginginkan gadis SMA ini.

"Dan kalian berkencan sampai tidak tahu waktu bahkan meninggalkan sholat?" Arsena ingin menyadarkan Afiqah jika pria itu tidak baik untuknya dan hanya ingin mempermainkan Afiqah.

"Iya." Ujar Afiqah. Begitu menyadari jika ia melalaikan kewajibannya karena sibuk berkencan dengan Andreas.

"Tinggalkan dia." Afiqah yang tadi hanya menatap ke depan jadi menatap Arsena. Pria itu menatapnya dalam. Seakan memerintahkannya untuk mengikuti ucapannya. Debaran jantung Afiqah semakin cepat. Lalu Batin Afiqah bergejolak untuk apa polisi tampan ini menyuruh dia meninggalkan Andreas. Apa polisi ini menyukainya? Hingga memberi larang padanya. Bukannya tugas polisi untuk melindungi masyarakat bukan melarang kita menyukai seseorang bukan?

**

Gimana part ini?

Ada yg mau di sampaikan ke Arsena?

Ada yg mau di sampaikan ke Afiqah?

Jangan lupa Follow Instagram @wgulla_ atau @arsena_official

Lanjut atau stop?

Jangan lupa Vote and Coment cerita ini..

Gratis kok!!

Love you ♥️

ARSENA -Sejauh Bumi dan Matahari- Tersedia di GramediaWhere stories live. Discover now