"Ada yang baru nih..." Selalu saja seperti itu. Hanya karena namanya sama dengan anak kecil dalam salah satu iklan makanan ringan. Ia akan mendapatkan perlakuan istimewa seperti ini.

Afiqah sebenarnya enggan menjawab sapa mereka karena ujung-ujungnya pasti akan selalu begitu. Tapi ia tidak bisa untuk tidak peduli jika ada yang memanggil namanya. Ia akan langsung menjawab dan memasang senyum lebar.

"Sabar ya Fi. Allah tidak akan memberikan ujian di luar kebatasan hamba-Nya." Dhea menepuk pundak Afiqah menguatkan.

"Udahlah ke kelas aja. Lagian udah biasa juga kok Dee." Balas Afiqah.

Mereka yang tadinya mau ke kantin terpaksa memutar arah lagi untuk ke kelas. Baru beberapa langkah mereka berjalan. Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang menghentikan jalan mereka. Afiqah menelan ludah gugup begitu mengetahui siapa orang itu. Dia adalah Andreas Rama Wijaya, pria yang selama ini ia taksir di SMA. Pria yang selalu ia kagumi diam-diam. Pria yang selalu ia doakan di setiap malam.

"Afiqah."

"Iya?" Jawab Afiqah ragu. Andreas terkekeh melihat itu. Kemudian ia mengisyaratkan pada Dhea jika ia ingin bicara berdua dengan Afiqah.

"Bisa bicara berdua sebentar?" Dhea yang mengerti maksud Andreas, langsung pamit ke kantin. Awalnya Afiqah menghentikan Dhea untuk menemaninya namun Dhea memilih untuk pergi dari pada jadi obat nyamuk.

Andreas membawa Afiqah ke taman belakang sekolah. Untungnya tidak ramai hanya ada beberapa anak yang sedang belajar di sana. Mereka berdiri di bawah pohon yang agak rindang.

"Kamu mau ngomong apa?" Tanya Afiqah penasaran.

"Aku suka sama kamu." Jantung Afiqah berdetak mendengar itu. Rasanya ia amat bahagia karena perasaannya terbalaskan. Ia diam tak membalas, ia menunggu kelanjutan ucapan Andreas.

"Kamu mau tidak jadi pacar aku?" Andreas menatap Afiqah penuh harap.

Afiqah terdiam, seharusnya ia bahagia mendengar Andreas menembaknya. Namun ia tidak menginginkan hal ini. Ibunya melarang ia untuk berpacaran. Afiqah mengigit bibirnya gugup. Apa yang harus ia lakukan?

"Kamu kenapa diam?"

"Kamu ngak suka sama aku?" Tanya Andreas dengan raut wajah sedih. Padahal ia sudah jatuh hati pada gadis ini ketika gadis itu membacakan puisi di pensi waktu itu. Ia terus memikirkan gadis ini. Puisi yang dibaca gadis itu seolah-olah untuknya.

"Bukan begitu, aku juga suka sama kamu." Senyum Andreas kembali cerah mendengar itu.

"Tapi---"

"Tapi apa?"

"Aku ngak boleh pacaran sama ibu aku." Andreas diam mendengar itu. Jadi hal ini yang membuat gadis itu bingung.

"Bagaimana kalau kita backstreet?" Andreas memberikan sebuah solusi. Sedang Afiqah diam, rasanya ini tidak benar. Ia tidak bisa berbohong kepada ibunya. Ia menyukai Andreas tapi ia juga tidak bisa membohongi ibunya. Melihat gadis cantik itu tambah gelisah, Andreas memejamkan mata mencoba mencari cara agar gadis itu menjadi miliknya.

"Bagaimana kalau kita TTM-an aja. Kamukan suka aku, aku suka kamu. Jadi kita jalanin aja. Kedepannya biar waktu yang menjawab." Melihat wajah Andreas yang penuh harap membuat Afiqah mau tidak mau mengiyakan tawaran itu.

"Kalau begitu nanti sore kita nonton, aku jemput kamu di rumah kamu."

"Eh jangan!!!" Cegah Afiqah. Itu sama saja cari mati. Jika ibunya tahu ada laki-laki yang menjemputnya dan mengajaknya nonton bisa-bisa ibunya akan mengomeli bahkan mengusir pria itu. Atau yang paling parah ibunya akan mengurungnya dan tidak mengizinkannya main lagi.

"Jangan?"

"Nanti kita ketemuan aja di bioskop. Aku takut kamu nanti malah diomelin ibu aku. Akukan ngak boleh pacaran." Andreas menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu mengangguk.

"Baiklah." kemudian Andreas meminta nomer gadis pujaannya agar ia bisa menghubungi gadis itu dengan mudah.

****
Afiqah mendesah karena ban depan motornya bocor. Ia agak menyesal karena melarang Andreas untuk mengikutinya dari belakang sampai rumah. Tadi ia hanya meminta Andreas untuk pulang karena rumah mereka yang berlawanan arah juga. Membuat Afiqah tidak enak hati. Jadilah Andreas hanya mengantarnya sampai alun-alun kota.

Afiqah menuntun motornya. Ini adalah jalan yang dulu ia lalui dengan Dhea. Sekarang sudah pukul 9 malam. Afiqah gelisah, ia tak kunjung menemukan bengkel yang buka. Apa yang harus ia lakukan? Walau tidak sesepi kemarin tapi ia takut karena sendirian di tengah jalan sambil menuntun motor apalagi dia perempuan. Ia takut sesuatu terjadi padanya. Harus sampai kapan ia menuntun motor matik miliknya. Afiqah ingin menangis, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan? Namun melihat kantor polisi yang berada di dekatnya. Membuat Afiqah memikirkan satu hal yang dulu pernah ia lakukan dengan Dhea? Haruskah dia meminta pertolongan polisi lagi?

****
Jangan lupa Follow Instagram @wgulla_
@arsena_official
@afi_qahshafa
@arsen_aanggara
@andreaswijaya87

Gimana part ini?

Ada yang mau masuk GC?

Ada yang mau disampaikan ke Arsena?

Ada yang mau disampaikan ke Afiqah?

jika ingin update cepat cukup Boom Coment di cerita ini....

Lanjut atau tidak?

Jangan lupa Vote and Coment cerita ini ya...
kalian sayang apa enggak sama Arsena.. 😭😭

ARSENA -Sejauh Bumi dan Matahari- Tersedia di GramediaWhere stories live. Discover now