25. Alarm Umur

763 132 90
                                    

Kalau jawaban tugas kuliah bisa ditukarkan dengan kesempatan seperti ini, Jun pasti rela mengerjakan tugas milik seluruh mahasiswa dan siswi Universitas Hanin untuk mendapatkannya. Kesempatan untuk memandangi wajah Minghao secara dekat, tanpa harus ditatap balik oleh gadis itu secara ganas dan murka. Dapat merasakan hawa hangat saat berada di dekat Minghao dengan jarak yang sangat amat dekat. Jun tidak bisa berhenti memandangi gadis itu. Wajah tenang serta napas yang disemburkan secara lembut merontokkan banyak beban yang selama ini ia pikul bersama Seokmin.

Jun ingin menyentuh hidungnya. Mencium keningnya. Mendengar bibirnya memanggil nama Jun dengan lembut dan manja, juga ingin matanya hanya melihat ke arah Jun. Akan tetapi, tentu saja harapan itu nampak konyol. Perlu keajaiban dunia untuk mengabulkan seluruh keinginan itu.

"Keajaiban dunia benar-benar ada," Seokmin menyela jalan pikir Jun. Seakan bisa mendengar apa yang sahabatnya itu harapkan dalam hati. "Buktinya, aku sudah merasakan keajaiban dunia yang kedelapan!"

"Maksudmu? Apa Jisoo benar-benar sudah membalas perasaanmu?" tanya Jun, dengan amat antusias. Laki-laki Wen itu mengubah posisi duduknya. Tetap di lantai. Namun, jika tadi ia menghadap ke arah Minghao yang tengah tertidur pulas di atas sofa, kini Jun menghadap ke arah Seokmin. Menengadah karena sahabatnya itu duduk tegak di atas sofa. "Kenapa tidak bercerita padaku?"

Seokmin mengangkat bahunya sekali. Meneguk minuman kaleng dingin yang baru saja diambil dari dalam kulkas. Ternyata Seungcheol tidak bercanda saat mengatakan bahwa markas itu adalah milik bersama. Siapa pun dari mereka bertujuh secara bebas melakukan apa pun di markas tersebut. Markas itu sudah terasa seperti rumah kedua bagi Seokmin dan Jun.

"Ya! Kamu menyembunyikan sesuatu dariku?" protes Jun.

Mendengar amarah tersebut, Seokmin tertawa terbahak-bahak. Menyambut kedatangan Seungcheol dengan menepuk sisi sofa di sampingnya yang masih kosong. Baru selesai bermain PS dengan Chan, Seungcheol nampak kelelahan. Mengeluh. Chan terlalu gesit hingga sulit dikalahkan dalam permainan. Ia tidak pernah menang jika melawan Chan. "Aku ingin sekali menyatakan perasaanku pada Jisoo, tapi bagaimana caranya? Jisoo bukan gadis yang biasa, jadi aku ingin cara yang istimewa supaya berkesan selamanya."

"Wow! Kalian apakan Minghao? Tidak kalian perkosa, kan?" tanya Seungcheol, sebelum menjawab pertanyaan Seokmin. Dia ahli dalam hal menyatakan perasaan. "Sepertinya Jisoo bukan gadis yang neko-neko. Tinggal ajak saja jalan-jalan, nyatakan perasaanmu saat mengantarnya pulang. Selesai."

Chan ikut menimpali setelah selesai membereskan PS ke tempat asal. "Jangan minta saran ke Seungcheol hyung! Dia ditolak Jeonghan, Jisoo, dan Minghao noona terus. Percum... Aw! Hyung! Sakit!" Telapak tangan kanan Seungcheol meluncur mulus mengenai kepala Chan.

"Ah... Aku ingin juga," keluh Jun dengan frustrasi. Lagi-lagi menghadap ke Minghao, namun kali ini dengan bibir yang ditekuk ke bawah. Meratapi nasib. Hingga beberapa saat sebelum gadis itu tertidur, Jun sempat mendapat omelan karena kedapatan tengah memandanginya.

Acara curhat para lelaki itu terus berlanjut jika saja tidak dipotong oleh sambungan telepon yang Seungcheol terima. Laki-laki itu heboh. Ini pertama kalinya ia menerima telepon dari Jeonghan. Terasa seperti sebuah angin segar. Tapi ia tetap berusaha terlihat cool di hadapan Seokmin, Jun dan juga Chan. Bersikap biasa meski hatinya seperti sedang melompat-lompat di atas trampolin.

"Kamu tahu sekarang Mingyu berada di mana?"

Pertanyaan itu langsung melesat ke telinga Seungcheol begitu sambungan telepon diterima. Dalam hitungan detik ia pun tersadar. Memang seperti ini nasibnya sejak awal berusaha mendapatkan Jeonghan. Gadis itu tidak mungkin mendatanginya tanpa suatu keperluan.

Fùzá (✓)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin