8. Remas, Pukul, Makan

744 140 110
                                    

"Wow... Ternyata kalian? Aku lihat Jeonghan dan Minghao juga baru saja turun dari sini. Apa yang kalian lakukan?" suara berat dari bibir tebal berwarna merah milik Seungcheol berkumandang tidak lama setelah Jeonghan dan Minghao pergi. Hilang dua malaikat pencabut nyawa, muncul setan penghuni jembatan kampus.

Jun mendesah pelan. Melangkah menjauh. Mendatangi tasnya yang ditumpuk dengan tas Seokmin. Duduk di sampingnya. Seokmin juga tak berminat untuk menjawab. Melonggarkan kemeja abu yang dipakai dengan melepas dua kancing teratas, lalu mendekat pada pagar pembatas. Mahasiswa dan siswi nampak seperti semut jika dilihat dari atas sana.

"Hei, kalian tidak menganggap keberadaanku?" tanya Seungcheol lagi, sambil terkekeh. Meludah. Kesal karena merasa diabaikan. "Ini sarangku, untuk apa kalian datang ke sini? Bawa dua gadis pula."

Pernyataan yang lebih condong ke pertanyaan itu berhasil menarik perhatian Seokmin. Yang ia tahu, atap gedung kampus begitu jarang didatangi orang. Selama beberapa kali mendatanginya pun, ia selalu mendapati tempat ini dalam keadaan kosong. Tak menyangka kalau sebelumnya telah dikuasai oleh Choi Seungcheol. "Sarangmu?"

"Kamu tidak lihat?" dagu Seungcheol sedikit terangkat, menunjuk ke arah salah satu pintu yang terhalang oleh beberapa kursi dan meja reyot. Mendatangi, menyingkirkan semua benda rongsokan di sana. Ia memang sengaja menutup akses pintu agar tak ada yang curiga. Setelahnya, Seungcheol mengeluarkan kunci pintu rahasia tersebut.

Seungcheol tersenyum melihat ekspresi yang Seokmin tunjukkan sekarang. Terkesan tak percaya, namun telah ia lihat secara nyata. Terkagum-kagum meski belum melihat bagaimana suasana di dalam.

"Bagaimana bisa?" tanya Seokmin, masih tak percaya. Jun ikut penasaran dibuatnya. Mendatangi, lalu juga terkejut. "Sudah beberapa kali ke sini, aku tidak terpikir sama sekali kalau ada ruang rahasia. Aku kira hanya gudang biasa."

Di atap gedung kampus terdapat satu ruangan kecil. Nampak tak mencurigakan karena tampilan dari luar terlihat seperti gudang. Kotor, penuh debu dan sarang laba-laba, juga kecil. Setelah Seungcheol membuka pintu dan menunjukkan bagaimana suasana di dalamnya, sungguh berbanding terbalik dan sulit dipercaya. Terlihat lebih luas dan sangat rapi. Penuh barang-barang pengusir rasa bosan, seperti PS dan televisi. Bahkan juga ada kulkas kecil di sana.

"Memangnya hanya Mingyu yang boleh punya markas di kampus?" sahut Seungcheol dengan sombong. "Hanya orang-orang tertentu yang tahu keberadaan ruangan ini. Kalian beruntung. Selamat."

"Orang-orang tertentu?" tanya Jun, penasaran.

Seungcheol membukakan pintu markasnya lebar-lebar mempersilakan Seokmin dan Jun masuk ke dalam. Namun dua pemuda itu masih terpaku di ambang pintu. Dagunya terangkat naik. Tak hentinya merasa bangga. "Aku sering bermain dengan kekasihku di sini."

"Kekasihmu yang mana?"

Pertanyaan spontan Seokmin membuat tawa Seungcheol pecah. Memang tak salah. Pertanyaan itu bahkan sangat tepat untuk diajukan. "Semuanya. Mereka semua pernah aku remas, pukul, makan, hingga tak sadarkan diri di sini."

Jun menelan ludah. Bukan ngeri, tapi kasihan. Kasihan gadis-gadis itu. Ah, juga julukan gadis tak lagi cocok untuk mereka karena telah dirampas oleh Seungcheol. "Kamu tidak sepantasnya berbuat seperti itu. Bagaimana kalau..."

"Hei, ayolah, Bro! Ini hanya permainan. Jika aku mendapat yang terbaik, baru berhenti. Mudah, kan?" ujar Seungcheol, mencari pembelaan. Mendatangi kulkas kecilnya, lalu melemparkan dua kaleng minuman bersoda pada teman barunya. "Selain kalian dan mantan kekasihku, masih ada satu orang lagi yang sudah mengetahui ruangan ini. Dia bilang tadi segera menyusulku ke sini. Tapi..."

"Hyung!"

Seungcheol berusaha menoleh ke belakang Seokmin dan Jun. Mengangkat tangannya tinggi-tinggi begitu memastikan bahwa yang datang adalah orang yang ia tunggu. "Chan-ah! Bagaimana? Sudah dapat barang pesananku?"

Fùzá (✓)Where stories live. Discover now