2. Harimau Putih

1K 176 221
                                    

"Mudah, kan?"

"T-tapi..."

"Tidak ada tapi-tapian, bodoh!" cerca Wonwoo lagi.

Seokmin meringis dalam hati. Posisinya benar-benar terjepit. Keluar dari kandang singa, malah masuk ke kandang harimau. Sama saja. Keluar mati, berdiri di tempat pun mati.

Jeonghan, Jisoo dan Minghao memang layak dinobatkan sebagai harimau berbulu putih. Dari kejauhan, nampak begitu cantik, manis, dan menggemaskan. Namun, jangan berani mendekat atau daging kalian akan dikoyak tanpa ampun oleh mereka. Kalau pun ingin berinteraksi, cukup bertegur sapa. Jangan berani melewati batas aman. Sejatinya harimau, secantik apa pun mereka berkat bulu berwarna putih bersih yang membungkus sekujur tubuh, tetap saja instingnya adalah hewan liar. Pemburu mangsa.

Bagaimana bisa Seokmin menumbalkan diri sendiri pada Jeonghan, Jisoo, dan Minghao, hanya demi meloloskan diri dari terkaman Wonwoo, Jihoon dan Seungkwan? Sekali lagi, sama saja. Berada di posisi mana pun, Seokmin tidak akan berumur panjang.

"A-apa tidak ada cara lain?" Seokmin coba menawar.

Wonwoo tersenyum tipis. Mulai mengambil posisi berdiri. Melangkah. Mendekati Seokmin. Pegal juga bokong berisinya terus bertemu dengan papan kayu kursi reot yang ada di sana. "Ada... Tapi, kurasa kamu akan jauh lebih menyukai pilihan pertama."

"Apa itu? Aku akan mempertimbangkannya." Seokmin menjawab dengan cepat. Melebihi kecepatan jet pribadi. Merasa lebih ada angin segar.

Seungkwan otomatis tertawa nyaring melihat reaksi yang Seokmin tunjukkan. Geleng-geleng kepala. Keheranan. Tidak menyangka di zaman serba modern seperti sekarang ini pun, masih ada saja pria lemah. Bahkan tunduk pada seorang gadis sekalipun. Sungguh tidak layak disebut pria. Seungkwan jadi kasihan pada gadis yang akan berjodoh dengan Seokmin nantinya.

Wonwoo semakin mendekat. Berbisik tepat di telinga Seokmin. "Gantikan aku. Malam ini. Hibur Mingyu sampai besok pagi."

"No no no no no," Seokmin menggeleng kuat. Mulai berontak. Hampir terjatuh dari kursi kesakitannya. Bahkan Mingyu lebih mengerikan dibandingkan seekor Dinosaurus pemakan daging. Kemungkinan tetap menghirup udara di keesokan harinya adalah sebesar 0,01 persen. "Oke, aku mengambil pilihan pertama."

Jihoon mendorong kursi yang didudukinya ke belakang. Bertabrakan dengan kursi reot lainnya, hingga membuat suara gaduh. Dilihatnya langit mulai gelap. Sebentar lagi akan turun hujan. Jihoon benci dengan air hujan. "Pilihan yang bagus, Lee Seokmin. Selamat menjalankan misimu," ujarnya, lalu pergi begitu saja.

Dua orang gadis lainnya tertawa nyaring. Turut melakukan hal yang sama. Pergi, meninggalkan Seokmin dalam kondisi terikat di atas atap gedung Fakultas Ekonomi. Seokmin berteriak minta dilepaskan. Percuma saja. Ketiganya sudah pergi dari sana. Tidak akan mendengar teriakan nyaringnya.

Seokmin meringis. Ikatan di tangannya terlalu kencang. Gadis kecil bernama Lee Jihoon itu ternyata memiliki kekuatan yang cukup mempuni. Ikatan yang dibuatnya terlalu kencang, hingga tangan Seokmin terasa kebas. Sepertinya darah yanag mengalir ke telapak tangannya tersendat akibat ikatan Jihoon.

Tetes demi tetes air mulai turun. Seokmin berteriak lantang, minta pertolongan. Tentu saja Fakultas mereka masih dipenuhi oleh mahasiswa dan siswi. Hanya saja, tak ada satu orang pun yang berani masuk ke dalam permain Wonwoo dan teman-temannya. Satu langkah saja berani mendekat, orang tersebut belum tentu bisa melihat matahari di keesokan harinya. Bukan Wonwoo, Jihoon, dan Seungkwan pelakunya. Namun kekasih mereka.

Hujan semakin deras. Kacamata yang Seokmin kenakan merosot jatuh. Laki-laki bangir itu tak bisa melihat apa-apa.

"Tolong..." Seokmin meringis. Tubuhnya mulai menggigil kedinginan. "Siapapun tolong aku..."

Fùzá (✓)Where stories live. Discover now