Prolog

59 10 14
                                        


Jangan melihat sesuatu hanya dari satu sudut pandang. Karena itu akan menjadikanmu orang yang egois.

🍂

"Wagelaseh, bukannya dua hari yang lalu Lara baru aja ditembak sama Revan anak Bakti Nusa yang cakep banget itu."

"Iya, tapi dia nolak. Ngeselin banget iya nggak sih? Dan sekarang dia lagi ditembak lagi sama Galen, adek kelas terkece di sekolah kita yang tercinta ini. Asli deh, gue pengen banget hidup jadi Lara. Gue rela ngelakuin apa aja buat jadi dia." jawab seorang gadis berambut sebahu membalas perkataan temannya. Matanya serius memperhatikan dua orang remaja di tengah lapangan yang menjadi pusat perhatian hampir semua orang.

"Jadi gimana kak? Kakak mau kan jadi pacar aku?" kata Galen. Seorang cowok yang tadi disebut sebagai adik kelas terkece. Galen memperhatikan gadis cantik di depannya dengan penuh harap.

Sementara Lara, gadis itu terlihat sedikit kebingungan. Dia tidak pernah suka situasi ini. Situasi yang malah sering dia alami selama beberapa tahun terakhir. Mungkin sejak SMP. Gadis itu melihat sekelilingnya yang ramai. Hingga diantara banyaknya orang yang mengerubunginya dan Galen, dia menemukan sesosok lelaki yang juga terlihat serius memperhatikannya. Lara menggigit bagian dalam bibirnya kemudian pandangannya kembali ke depan. Ke arah seorang junior yang baru saja mengutarakan perasaan padanya di hadapan banyak orang. Lara menghela nafas.

"Maaf Galen. Tapi kakak nggak bisa." ujar gadis itu pelan.

Sontak suasana langsung ricuh.

"Sok cantik banget sih."

"Belagu."

"Alhamdulillah, Lara masih milik kita bersama."

"Cecan mah bebas."

"Bentar, gua mau ngitung dulu."

"Ngitung apaan goblok?"

"Ngitung berapa kali Lara nolak cowok selama sekolah disini."

"Berapa emang?"

"Ya ini gue mau ngitung bego."

"Nggak usah ngegas monyet."

"Kasian Galen. Uuhh... Dedek emeshnya aku ditolak. Sini sama nuna aja, ntar nuna bikin bahagia."

"Anjir yang tajir sama cakep aja ditolak. Apalagi gue yang buluq and missqueen ini."

"Positif thinking aja, mungkin emang Lara beda dari yang lain."

"Beda gimana maksud lo? Lara suka yang buluq macem gue gitu? Masa iya?" tanya cowok bertubuh kerempeng itu terlihat kegirangan.

"Bukan anying. Yakali." jawab temannya sambil menoyor kepala si kerempeng itu. "Maksud gue, mungkin Lara belok."

"Pasti tuh bocah malu banget. Udah pede-pede malah ditolak."

Dan berbagai ucapan lain yang sudah biasa Lara dengar.

Kembali perasaan tak enak hati dan perasaan bersalah itu muncul. Tidak ingin melihat ekspresi Galen. Lantas Lara segera bergegas pergi. Selain karena merasa menjadi orang yang jahat. Lara juga tidak suka berada di tengah keramaian, terlebih jika dia yang menjadi pusat perhatian. Rasanya kepalanya jadi pusing. Dadanya suka terasa sesak.

"Enak banget jadi Lara. Orang tuanya tajir. Dianya juga cakep, banyak yang naksir. Pinter juga, masuk 5 besar ranking paralel se-jurusan IPA. Kesayangan guru lagi. Definisi hidup sempurna. Semuanya ada. Iri banget gue sama dia."

Lara menghentikan langkah. Membuat seorang gadis yang tadi berbicara tentangnya langsung tegang dan buru-buru pergi bersama dua orang temannya. Untuk sejenak Lara merenung. Tidak habis pikir dengan pemikiran orang-orang mengenai dirinya atau lebih tepatnya hidupnya. Dalam hati Lara berucap, "Kalian tau apa? Kalian nggak tau yang sebenarnya."

Karena memang benar, mereka tidak tahu. Hidup Lara tidak seindah yang mereka bilang. Hidup Lara jauh dari kata sempurna, berbanding terbalik dengan apa yang dibicarakan banyak orang.

Yah, namanya juga manusia. Kadang sebagian dari mereka hanya melihat dari satu sisi, tanpa mau peduli pada sudut pandang lainnya.

🍂

lara Where stories live. Discover now