CHAPTER ENEM😃

24 4 0
                                    

Selamat membaca!❤

Kata orang, syukuri kehidupan yang kamu jalani karena bisa jadi orang lain tengah iri pada kehidupanmu. Hidup kamu susah mungkin bukan karena Tuhan tidak adil terhadap kamu. Tapi, mungkin saja Tuhan tengah mempersiapkan yang terbaik di kehidupanmu yang akan datang.

Jalani apa saja semuanya seperti air mengalir. Mengikuti kemana arus air itu menuju lalu ketika tiba di laut, maka kamu akan merasakan kehidupanmu yang berbeda. Segala sesuatu membutuhkan proses. Nikmati prosesnya, maka kamu akan memetik hasilnya dengan perasaan yang menakjubkan.

Jika kamu tak memiliki harta benda, maka kamu tak boleh mengatakan kamu tidak mempunyai apapun. Karena sejatinya, kamu masih memiliki hati nurani, rasa manusiawi juga akal yang sehat. Rasanya, tak sebanding jika kita yang masih diberi ketiga itu terus mengeluh dalam hidup.

Sama halnya dengan Safina. Hidupnya tak sesempurna orang lain, namun ia tak pernah mengeluhkannya. Ia bersyukur. Lihat orang yang memiliki keterbatasan fisik, mungkin ia tak sempurna fisiknya namun lihat semangatnya. Apakah semangat hidupnya pun tak sempurna? Atau justru lebih tinggi daripada manusia yang memiliki kesempurnaan fisik?

Safina berayukur dirinya masih dapat bersekolah di pagi hari yang cerah ini. Melihat bagaimana Sang Surya memancarkan kehangatannya, mendengar bagaimana teman-temannya bercanda hingga mencium bau masakan Ibu Kantin yang wangi semerbak.

Dengan seragam kebanggaannya putih-abu, Safina sudah berada dalam kelas pagi ini. Kelas masih sepi mengingat sekarang masih pukul 6.15 WIB. Safina sengaja berangkat pagi-pagi, ia tak ingin lagi melihat tatapan sinis dari teman-temannya jika ia berangkat seperti biasanya. Safina terlalu sakit hingga membuatnya kehilangan harga dan rasa percaya dirinya.

Bagaimana tidak, Safina sudah kehilangan semua itu sejak kemarin siang. Meski ingin rasanya ia mengabaikan tatapan itu namun tak bisa dielak bahwa setiap mengingat tatapan mereka, hati Safina seperti di gores pisau. Tajam dan menyayat sekali. Puncaknya adalah kemarin, saat jam pulang sekolah. Ia menjadi topik pembicaraan panas di semua area.

Safina menghembuskan nafasnya. Ia terlalu cengeng untuk saat ini hingga tak menyadari bulir bening itu sudah menetes di pipinya. Ia menguatkan hatinya untuk itu.

Safina melihat kedatangan Nadira. Dan Nadirapun balas menatap Safina.

"Loh, Fin, lo udah disini? Kok tumben?"

Jelas Nadira merasa heran. Sebab Safina selalu datang mendekati bel masuk berbunyi.

Safina menampakan senyum canggungnya. "Em, iya, tadi Firla mau berangkat pagi,"

Nadira menyipitkan matanya. Seolah menyelidik ucapan Safina.

"Firla atau lo yang mau berangkat pagi?"

Safina tahu, keanehannya pasti terbaca oleh Nadira.
"Iya, gue. Habis gimana, Dir, gue malu kalau ketemu yang lain,"

Jujur adalah pilihan yang tepat. Toh, untuk apa juga ia berbohong.

Kemarin, Nadira tak mengetahui kehebohan yang terjadi di kantin. Ia tengah berada di perpus untuk mencari buku Biologi yang ingin ia pinjam. Jika dirinya tahu, Safina dipermalukan habis-habisan, maka Oxta akan habis juga olehnya. Namun, sayang sekali. Nadira benar-benar full di perpustakaan sampai bel istirahat selesai.

Ia juga mengetahui hal ini saat Safina telat memasuki kelas dengan dirangkul oleh Syahilla. Wajahnya pun berantakan hingga titik temunya adalah di mata Safina yang sembab juga berwarna kemerahan menahan tangis. Alhasil, saat pulang sekolah barulah Syahilla menceritakan detail peristiwanya kepada Nadira. Dan saat Nadira mengetahui, Nadira berniat untuk mendatangi kelas XI Mipa 2, untuk melabrak Oxta. Namun dicegah oleh Safina.

STUPID GIRL✔Where stories live. Discover now