Chapter 19

2.7K 131 0
                                    

Hari mulai sore, aku pun memutuskan untuk tidur. Mataku terasa berat, dari tadi aku menunggu kakak tapi ia belum kembali juga dari sekolahnya.

Henry POV

Aku berjalan dengan terburu buru yah lebih tepatnya sih berlari. Aku khawatir dengan keadaan Laut, entah mengapa firasatku mengatakan ada sesuatu yang tidak beres dengan Laut.

Ku-buka pintu dengan perlahan, aku melihat pemandangan di depanku. Tepatnya di ranjang. Untunglah Laut sedang tertidur dan tidak terjadi apa apa.

Aku mengambil remote TV, mungkin bisa mengurangi sedikit rasa bosanku.

Tiba tiba dokter datang, dan mengajak-ku untuk ke ruangannya sebentar. Aku tak tahu persoalan apa yang ingin dibahas kali ini. Tapi semoga saja ini adalah berita baik.

"Silahkan duduk dulu" ucap dokter itu. Aku hanya menurut apa yang dikatakannya. "Jadi..dokter ingin membahas apa? Apa ini ada kaitannya dengan penyakit adik saya?" tanyaku

Dokter itu hanya tersenyum hangat kearahku. Jantungku seperti terpacu lebih cepat. Aku takut akan ekspresi dokter itu. Terutama dengan tatapan matanya.

Ia seperti mengatakan kalau semuanya akan baik baik saja, yang artinya Laut sedang berjuang mati matian.

"Begini Henry, tentang keadaan adikmu.. kurasa kau harus lebih memperhatikannya, lebih banyak meluangkan waktu untuknya" ucap dokter itu, masih dengan tatapan yang sama.

"Tunggu..tunggu inti dari pembicaraan ini sebenarnya apa dok? Lalu apa aku masih kurang meluangkan waktu-ku untuknya?" tanyaku. Firasat-ku makin memburuk sekarang.

Dokter itu menghela nafas panjang sebelum akhirnya menjawab pertanyaanku.

"Begini..kau tahu bukan semua manusia cepat atau lambat pasti akan meninggalkan dunia ini? Begitu juga Aku,Kau, serta Laut... Ku perhatikan belakangan ini memang benar penyakitnya sedikit membaik...

namun, saat beberapa hari yang lalu ketika aku sedang menge-cek keadaan virusnya itu, entah bagaimana agak menjadi ganas dan mulai tersebar kemana mana" jelas dokter itu.

  Aku masih tertegun dengan penjelasan-nya. Ini terlalu cepat.. tidak seharusnya keadaan berubah seperti ini.

  "Lalu apa dokter sudah memberitahu Laut tentang masalah ini?" tanyaku dengan cemas. Rasanya lidahku kelu.

  "Ya aku sudah memberi tahunya dan ku-rasa ia sedikit terpukul dengan itu, tapi aku harus bagaimana lagi? Ia yang memaksaku untuk memberitahunya bagaimana hasil tes kali ini" ucap dokter itu

   Aku marah padanya. Tapi aku tak mungkin memarahinya. Kalau aku sampai macam macam malah nanti yang ada Laut akan dibunuh olehnya. Iihh memikirkannya saja aku sudah merinding begini, apalagi kalau sampai kenyataan.  Jangan sampai deh.

  Aku pun berjalan keluar dan berjalan dengan langkah gontai. Aku masih tidak percaya dengan semua ini. Kasihan Laut..di-umurnya yang masih muda ia sudah menderita seperti ini.

   Kalau memang bisa, aku rela kok menggantikan posisinya. Asalkan Laut tidak akan menderita seperti ini.

   Aku mulai memasuki kamar rawat Laut. Laut sudah terbangun rupanya. Ia hanya duduk dan menatap kosong kearah depan. Aku tahu ini pasti berat untuknya.

   "Laut.." panggil-ku. Ia sedikit terkejut dengan kehadiranku, terlihat dari gerak geriknya. Tapi ia tetap saja tidak bergeming dan hanya menatapku dengan tatapan sedih. "Hei..bagaimana keadaanmu?" tanyaku dengan lembut.

   Tiba tiba saja Laut langsung menubrukkan badannya kearah badanku dan mulai menangis. Awalnya aku bingung tapi lama kelamaan aku mulai membalas peluk-annya.

   Cukup lama Laut menangis sampai sampai ia tertidur dalam dekapan-ku. Aku tak marah dengan ulahnya yang sudah membanjiri kaos-ku ini dengan air mata. Tak apa mungkin ia memang memerlukan seseorang untuk menjadi senderannya. Orang yang mampu mendengar keluh kesahnya.  

   Aku pun mulai menidur Laut di ranjang kembali dengan benar. Aneh, bobot tubuhnya sangat ringan..apa mungkin selama ini ia kurang makan ya?  Tentu saja bodoh! Laut kan sedang sakit! Mana ada sih orang sakit yang bobot tubuhnya bertambah? 

   Aku juga bersiap siap untuk menyusul Laut ke alam mimpi, dan berharap ini hanyalah drama konyol yang tanpa sengaja melibatkan kami dalam masalah serumit ini. 

  Laut POV 

   Mataku masih terasa berat. Rasanya seperti di lem dengan rapat. Aku pun bangkit dan berjalan menuju kamar mandi. Ku-lihat pantulan diriku-ku di cermin. Berantak-kan, hanya satu kata itu-lah yang mencerminkan diriku saat ini. 

   Dengan mata sembab habis menagis, kantung mata yang semakin menghitam seperti panda, wajah pucat pasih  seperti mayat. Seperti bukan diriku. Aku tak mengenal diriku yang sekarang. 

   Aku pun mulai membersihkan diri sebelum kakak bangun. Sesudah itu aku merapihkan diri. Lalu melihat kakak yang masih tertidur pulas. Ia terlihat kelelahan. Aku memberanikan diri untuk lebih dekat lagi dengan kakak.

   Kemudian mengelus surai hitam legam-nya. Kakak tiba tiba saja membuka matanya, dan mulai menatapku.

   "Ada apa Laut? kau membutuhkan sesuatu?" tanya kakak. 

"Tidak.. aku hanya iseng" jawabku "Oh ya? tapi sayang kakak terbangun," ucap kakak. 

"Iya kakak benar.." ucapku dengan santai

  "Laut hari ini kau ingin kemana?" tanya kakak sambil memakai kaos biru tuanya itu. "Aku tidak tahu kak..lagipula untuk apa kakak bertanya seperti itu? kakak habis mendapatkan uang jajajn dari ibu dan ayah?" tanyak. 

  "Tidak, memang apa salahnya kalau kakak mengajakmu untuk pergi?" tanya kakak 

"Tak apa..hanya saja kakak sudah jarang mengajakku pergi sejak...insiden itu." ucapku. 

"Insiden? Oh maksudmu saat kita di rumah Jessi?" tanya kakak dengan santai.

  Kupikir kakak akan memarahiku habis-habisan karena kejadian waktu itu. Tapi tidak, ia malah menanggapinya dengan santai, seperti tidak pernah terjadi apa apa. Sebenarnya aku sudah tahu kalau pada saat itu kakak sangat rindu pada Jessi.

  Aku memang egois saat itu, tak memikirkan lagi perasaan kakak. Tapi pada saat yang bersamaan aku sudah bosan dan kesal melihat gadis itu. Ia hanya mempermainkan kakak sesuka hatinya saja. Aku tak suka jika orang yang aku cintai diperlakukan seperti itu oleh orang sepertinya.   

  "Sudahlah Laut, yang lalu biarlah berlalu....Kakak juga sudah tidak kesal lagi kok denganmu. Jadi kau tidak usah terlalu memikirkannya," ucap kakak. 

"Kak...aku ingin ke taman bunga." ucapku. 

"Lagi? bukankah waktu itu sudah?" tanya kakak "Aku tahu tapi aku sangat ingin kesana...mau ya kak," mohonku

COMPLICATEDWhere stories live. Discover now