1

45.8K 1.5K 16
                                    


Aku tidak pernah menginjak New York sebelumnya, tapi teman-temanku yang pernah mengunjungi kota itu mengatakan kalau New York tidak cukup menyenangkan jika dibandingkan dengan Los Angeles. Aku tidak mengerti bagian apa yang tidak mereka sukai, mungkin udaranya yang jauh lebih bersih dari pada Los Angeles atau luas wilayahnya yang dua kali lipat lebih besar daripada kota kami ini. Ya, teman-temanku memang tidak bisa dipercaya. Sudah jelas New York adalah kota terbaik di dunia —itulah yang internet katakan, dan jujur aku tidak sedang membandingkan keduanya, aku hanya ingin mengenal tempat di mana aku akan tinggal sampai studi-ku selesai.

Seharusnya aku tidak perlu merisaukan New York, kota itu tidak akan menyulitkanku tapi seseorang yang mengawasiku sepanjang waktu pasti akan membuatku merasa tertekan. Yeah, William Grissham. Aku tidak tahu pasti bagaimana watak pamanku yang satu itu, terakhir kali kami bertemu itu sudah lama sekali kalau tidak salah aku baru berumur dua belas tahun ketika ia memutuskan untuk pindah ke New York karena menerima tawaran kerja yang bagus.

William Grissham yang kukenal dulu adalah pria muda yang tampan, dia terkenal dingin dan pendiam tapi kami cukup dekat sampai tanpa alasan yang jelas ia terkesan seperti menghindariku. Aku masih ingat saat aku masih bocah dulu, kami sering pergi makan ice cream berdua tanpa sepengetahuan ibuku. Aku juga kerap mennanggilnya Daddy, Daddy Will, uh mengingatnya membuatku merasa tidak nyaman sebab hubungan di antara kami begitu renggang sekarang.

Di kalangan keluarga Grissham, Paman William adalah anak termuda sedangkan ayahku yang tertua dan dia juga bukan 'Grissham' yang sebenarnya, dia adalah anak yang diadopsi oleh kakekku dari panti asuhan mungkin itu sebabnya ia punya watak yang berbeda dari paman-pamanku yang lain yang cenderung humoris dan terbuka.

Selain dingin dan pendiam Paman William punya sikap disiplin yang luar biasa, dia juga merupakan orang yang sangat perfeksionis yang ingin segalanya terlihat sempurna, aku dengar itu dari ibuku yang memberikan beberapa nasihat sebelum aku pergi New York untuk tinggal bersamanya. Aku tidak bisa membayangkan betapa canggungnya situasi di antara kami saat bertemu nanti. Bagaimana aku harus memanggilnya? Paman William atau Daddy Will? Oh aku tidak tahu, membayangkan akan tinggal bersamanya saja sudah membuat perutku mulas.

"Sasha, berapa lama lagi kau mengucapkan selamat tinggal dengan kamarmu? Mom khawatir kau akan ketinggalan pesawat"  suara Mom terdengar dari luar kamarku. Jeez, itulah yang kuinginkan!

Dengan berat hati aku meninggalkan kamar yang kutempati sejak kecil. Oh sangat sedih rasanya meninggalkan kamar ini, terutama rumah ini, rumah yang menjadi tempat seorang Sasha Grissham tumbuh hingga akhirnya kedua orang tuanya merasa jenuh dengan kenakalannya dan memutuskan untuk mengirimnya jauh ke New York.

Aku tidak bermaksud membenci ayah dan ibuku karena tega mengirimku jauh dari rumah. Setelah kupikir-pikir keputusan mereka cukup masuk akal mengingat pergaulanku sudah sangat bebas di Los Angeles. Aku punya banyak teman-teman junkies, mereka mabuk-mabukan, hidup dengan tidak teratur,  dan memakai narkoba. Aku juga tidak pandai meyakinkan Mom dan Dad kalau aku bisa menjauhi mereka sebab aku sudah pernah menjanjikan hal yang sama sebelumnya dan yeah, itu tidak berhasil.

Aku berangkat ke bandara diantarkan oleh Dad, Mom, dan adikku yang masih kecil, Peter.  Di sepanjang perjalanan menuju ke bandara Peter terus bertanya kapan aku akan kembali dan aku semakin merasa sedih karena harus meninggalkannya. Meskipun sering membuatku kesal, tapi aku sangat menyayangi Peter. Jarak umur kami memang berbeda jauh karena Peter hadir tanpa direncanakan oleh kedua orang tuaku. Ibuku bahkan tidak tahu kalau ia sedang mengandung sampai ia pergi ke dokter karena selama berbulan-bulan tidak mendapatkan tamu bulanannya. Kami semua sangat terkejut mengetahui bahwa Mom hamil, tapi sejak Peter hadir rumah terasa lebih berwarna dari sebelumnya. Mungkin ini terdengar konyol, tapi Peter adalah teman curhat terbaik ketika aku punya masalah dengan kedua orang tuaku. Kerennya, adikku ini pintar menyimpan rahasia.

Peter menangis ketika kami harus berpisah, aku memberikannya pelukan yang erat dan juga satu permen karet yang sengaja kubawa untuk menemaniku di sepanjang penerbangan yang  membosankan. Setelah Peter agak tenang aku meninggalkannya bersama kedua orang tuaku. Ia melambaikan tangan mungilnya ke arahku dan aku tersenyum, sekilas aku dapat melihat Mom sedang berusaha menyembunyikan air matanya dan Dad juga melakukan hal yang sama.

Oh, mereka ingin menjadi tegas dan kejam untuk mendidikku tapi itu tidak akan pernah berhasil, aku tahu mereka menyayangiku dan melihatku meninggalkan rumah untuk yang pertama kalinya pasti membuat mereka merasa sangat sedih.

Well, jangan sampai air mata kedua orang tuamu menjadi sia-sia Sasha! buktikan kepada mereka kalau kau bisa menjadi anak yang dapat membanggakan orang tua, buktikan kalau kau bukanlah anak rebel seperti yang mereka kira.

Tapi sial, aku memang rebel dan keras kepala.

Oke, selamat tinggal Los Angeles aku harap saat aku kembali nanti aku tidak mengalami gangguan jiwa akut karena merasa tertekan dengan sikap disiplin William Grissham.

— TBC —

Siapa yang ga sabar ketemu Daddy Will? 🤭

Jangan lupa untuk vote dan comment, perhatian dan dukungan sekecil apapun dari pembaca sangat berarti untuk penulis dalam berkarya!

His Little Niece (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang