"Rain, ada masalah?" tanya Awan berterus terang.

"Kayaknya kedai kopi ini nggak bakal bertahan lama Wan. Aku terlalu sibuk, sampai lupa kalau punya kedai."

Awan mengerti perasaan Rain. Ia tahu bagaiaman perjuangan perempuan itu untuk bisa mendapat kedai ini. Awan tidak akan tinggal diam. Ia akan membantu Rain, "Aku bakalan bantu kamu. Tenang kedaimu nggak akan bangkrut. Percaya sama aku."

"Percaya sama kamu? Gimana bisa percaya kalau kamu aja udah gak peduli sama aku," jawab Rain.

"Nggak peduli sama kamu gimana? Buktinya sekarang aku ada di sini sama kamu."

Rain hanya diam. Awan tetap menjadi Awan. Tidak peka, "Capek ya ngomong sama kamu."

"Luna? Kamu cemburu lihat aku sama luna pelukan tadi? Kamu kira aku nggak cemburu lihat kamu sama Arjuna pelukan juga," ujar Arjuna membuat Rain menahan nafasnya. Benar kalau Awan cemburu? Cemburu pada Arjuna?

"Kamu cemburu sama aku?"

Bukan lekas menjawab Awan justru tertawa keras. Tawa yang membuat beberapa orang melihat ke arah mereka berdua, "Iya nggak lah Rain. Selamat ya, akhirnya temen aku udah gak jomblo lagi. Ciee...."

Kukira kamu cemburu, ternyata aku hanya percaya diri saja, batin Rain.

"Enggak ada yang lucu Wan. Semua menyangkut hati itu nggak lucu. Kamu juga selamat ya balikan sama Luna."

"Aku nggak balikan sama Luna. Luna dapat beasiswa ke Belanda. Tadi dia ke sini buat minta maaf dan pamit besok dia berangkat ke Belanda."

Ada perasaan lega mendengar Awan tidak balikan dengan Luna. Lalu tiba-tiba saja Arjuna kembali terbayang. Kalau Arjuna menghilang apa mungkin Rain dan Awan akan kembali bersama?

"Oh iya, tadi Luna nitip surat buat kamu," Awan menyerahkan surat yang langsung Rain baca.

Aku janji Lun, Awan tetap punyamu, batin Luna setelah selesai membaca surat.

Awan menyeruput kopi yang baru dua menit tadi ia pesan. Masih sama kopi expreso yang menjadi favoritenya. Di depannya Rain tampak diam. Seperti mengulangi pesan dari Luna. Rain tidak mau ada satu kata yang ia lupakan. Tapi, nyatanya isi surat Luna masih sama. Tentang ia yang jatuh cinta dengan Awan dan menyuruh Rain untuk menjaga Awan agar nanti kalau Luna pulang Awan bisa kembali menjadi miliknya. Egois. Andai Rain punya keberanian memerankan ego. Ia akan menyuruh Awan menerimanya. Entah Awan suka atau tidak Rain tidak peduli.

"Wan, kamu cinta sama Luna?"

Kedua bahu Awan terangkat, seolah ia acuh dengan pertanyaan Rain barusan, "Kamu sama Arjuna gimana? Jadian kok nggak bilang-bilang."

"Awan! Jangan mengalihkan pembicaraan."

"Rain kamu masih suka sama aku?" Rain membisu.

"Kalau kamu tahu jawabannya kenapa harus tanya?"

"Semisal aku bilang aku suka sama Luna dan bakalan nunggu dia sampai kembali. Kamu masih mau suka sama aku?"

Rain menggeleng,"Aku sadar diri kok Wan. Kita cuma teman kan? Lagipula aku udah punya Arjuna."

"Dari awal aku sudah peringatkan sama kamu."

"Ya mana aku tahu Wan kalau jadinya aku jatuh cinta sama kamu?" Jawab Rain segera memotong ucapan Awan.

Sekalipun jatuh cinta Rain juga tidak akan tahu kepada siapa ia akan suka. Kalaupun bisa ia juga akan menolak rasanya untuk Awan.

"Yang terbaik buat kamu sama aku sekarang adalah menjauh. Besok setelah dari bandara aku mau pergi ke jogja," ujar Awan yang membuat pupil mata Rain membesar. "Di sana ada pagelaran fotografi, siapa tahu ada yang minat dengan hasil karyaku."

"Sampai kapan kamu di sana?" tanya Rain.

Awan mengeleng dengan cepat, "Nggak tahu juga. Acaranya sih cuma satu minggu. Tapi, kalau aku nyaman sama kota itu kemungkinan aku di sana lama."

Harus seperti ini biar Rain melupakan Awan? Ingin rasanya Rain menahan Awan untuk tidak meninggalkan kota. Tapi Rain itu siapa? Sebatas teman yang kadang masih Awan acuhkan.

Awan menepuk pundak Rain. Tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang rapi, "Aku yakin Arjuna akan jaga kamu."

"Hemm..."

"Rain, ayolah. Memang cuma kamu yang boleh bermimpi? Aku juga mau jadi fotografer terkenal."

Dekat denganmu dengan rasa yang diacuhkan saja sudah cukup membuatku kehilangan. Sekarang malah pamit pergi. Bisa sekarat hidupku nanti, ucap Rain dalam hati.

"Terserah, lagipula aku enggak berhak nahan kamu." Awan memundurkan kursinya. Menarik tangan Rain untuk berdiri sejajar di depannya. Awan memluk Rain dengan erat. Mengusap rambut Rain dengan lembut. Satu kecupan mendarat di kening Rain.

PETRICHOR [Lengkap]Where stories live. Discover now