13; perpisahan

609 91 0
                                    

Rain ikut mengantarkan Luna yang hari ini akan berangkat ke Belanda. Walaupun awalnya Awan tidak mengizinkannya Rain tetap bersihkeras untuk ikut.

"Hati-hati ya Lun," ujar Rain. Luna mengangguk, memeluk Rain dengan erat.

Sekarang giliran Awan yang mendapat pelukan dari Luna. Sedikit Awan angkat tubuh Luna lalu memutarnya sebentar. Membuat Luna berteriak kegirangan. Rain memilih mendur. Mencari tempat untuk duduk. Ia tak mau melihat kelanjutan keduanya.

"Tunggu aku ya Wan," Luna melambaikan tangannya pada Awan.

Setelah Luna pergi Awan berjalan mendekat ke arah Rain. Awan menyenderkan kepalanya ke pundak milik Rain. Rain yang melihat kelakuan Awan hanya diam. Berusaha mengacuhkan kehadiran laki-laki itu.

"Luna belum berangkat kenapa udah pergi dulu?" tanya Awan pada Rain.

"Mencoba memberi ruang buat kalian berdua."

Awan tertawa, membuat beberapa orang menoleh ke arah mereka, "Cewek kalau udah cemburu lucu juga ya."

"Wan, harus banget kamu pergi?" Pertanyaan Rain membuat Awan menegakkan duduknya.

Seperti yang kemarin Awan katakan. Awan akan pergi ke Jogja setelah mengantarkan Luna ke bandara. Ada rasa sedikit cemas meninggalkan Rain, "Rain, mau ikut?"

"Mau, tapi..."

"Tapi apa?"

Tapi tujuanmu pergi saja untuk menjauh dari aku. Kenapa aku harus repot-repot mengikutimu? jawab Rain dalam hati.

Rain menggeleng, "Rain, di sini. Di bandara ini ada satu cerita. Mau mendengarnya?"

"Cerita apa?"

"Cerita tentang datang dan pergi yang saling iri." Awan menghela nafas. Melihat Rain yang tertarik dengan ceritanya, "Di tempat ini datang bertemu pergi. Enak ya jadi pergi, ditangisi ucap datang pada pergi. Di dunia menangis bukanlah hal yang menyenangkan. Di tinggalkan bukanlah hal yang dinantikan. Sedangkan kamu, jadi datang selalu saja ditunggu, jawab pergi. Datang lalu membisu, memberi jarak untuk yang pergi."

"Kenapa kamu cerita itu?" tanya Rain.

Awan tersenyum, "Karena orang yang janji akan menetap mereka enggak akan benar-benar menetap. Perpisahan itu tetap ada Rain."

"Aku cuma nggak mau kamu ninggalin aku sendiri Wan."

"Masih ada Arjuna, aku yakin dia jauh lebih baik dalam jagain kamu."

Awan mengusap kepala Rain. Membiarkan kedua tangan Rain melingkar di atas perutnya. Sudut bibir Awan terangkat membentuk senyuman. Andai Rain tahu kenyataannya mungkin ia akan membenci Awan.

===

Sudah dua jam Arjuna duduk di teras rumah Rain. Handphone perempuan itu bahkan tidak bisa ia hubunggi. Dari pada dibuat pusing Arjuna memilih menunggu sampai Rain pulang. Benar perkiraannya dua puluh menit kemudian Rain pulang. Ada Awan yang mengantarnya. Arjuna mengepalkan kedua tangannya kuat. Sudah siap melayangkan tinju ke arah Awan.

Untung saja Rain mengetahuinnya dan ia segera mendekati Arjuna, "Udah lama kamu nunggu di sini? Kenapa nggak telpon aku?"

"Dua jam dua puluh menit, telpon kamu nggak aktif."

Rain menundukkan kepala. Menyadari kesalahannya. Pantas saja Arjuna marah. Rain pun akan marah kalau jadi dia. Awan yang tahu keadaan keduanya memilih mengundurkan diri.

"Rain, aku harus pergi sekarang. Kamu hati-hati ya," ujar Awan.

"Jaga Rain, awas sampai buat dia nangis." Awan menepuk bahu Arjuna sebelum kembali melajukan motornya.

Arjuna yang tahu suasana menjadi cangung. Menarik tangan Rain untuk duduk di sampingnya. Ia menatap Rain yang masih menunduk. Satu tangan Arjuna menarik dagu Rain agar wajah perempuan itu sejajar dengan wajahnya.

"Dari tadi kamu nunduk, cari uang jatuh?" Ujar Arjuna.

"Kamu marah ya sama aku? Maaf aku enggak bilang mau pergi sama Awan tadi."

"Saya enggak marah sama kamu. Cuma, saya kecewa saja. Enggak penting banget ya saya buat kamu?"

Rain menelan salivannya, "Jun, masih ada kesempatan buat aku memperbaiki sekali lagi?"

"Kamu minta semua waktu saya aja saya bakalan berikan. Apalagi cuma kesempatan sekali lagi."

Kali ini Rain memberikan pelukan yang tulus. Ia melingkarkan kedua tangannya di leher Arjuna. Arjuna membalas pelukan Rain tak kalah erat. Rain meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak menenggok lagi ke belakang. Membiarkan Awan pergi. Mungkin dengan menjauh dari Awan rasa Rain akan ikut menghilang.

"Saya enggak mau kamu tertekan sama hubungan ini Rain. Kalau kamu enggak nyaman, kamu bisa bilang," ujar Arjuna.

"Kamu baik Jun. Terlalu baik buat aku yang nggak pantes buat kamu. Tapi, masih aja kamu mau mengejarku."

"Tugas saya memang ngejar kamu dan tugas kamu diam biar mudah saya tangkap. Kayak sekarang,"Arjuna kembali melingkarkan tangannya memeluk perut Rain.

Rain tertawa akibat gelitikan yang diberikan oleh Arjuna. Belum pernah Arjuna melihat Rain tertawa selepas ini sebelumnya.

Melihat keduanya yang bahagia Awan bisa bernafas lega. Setidaknya ia benar mempercayakan Rain pada Arjuna. Arjuna lebih bisa diandalkan daripada dirinya yang hanya bisa menyakiti hati Rain.

Peranku sebagai lelaki hanya sebatas temanmu. Bukan seperti dirinya yang akan menjadi pendampingmu Rain, batin Awan.

PETRICHOR [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang