•4 -Pengecut

10 2 0
                                    

Pak Rusdi selaku dosen di kampus ini menutup buku paket tebalnya setelah memberikan materi pada murid-muridnya.

"Untuk tugas kali ini kalian tidak usah terburu-buru untuk mengerjakannya. Karena ini merupakan tugas tambahan dari saya. jadi kalian bisa mengumpulkanya kapan saja."

"Tapi, bagi siapa saja yang nilainya masih dibawah rata-rata atau masih kurang diwajibkan untuk segera mengerjakan tugas ini dan dikumpulkan Minggu depan!"

"Sekian dari saya, wassalamu'alaikum." Salam pak dosen yang langsung pergi.

"Waalaikumusalam."

Setelah sang dosen keluar seluruh penghuni kelas pun ikut keluar untuk melanjutkan kembali rutinitas mereka melakukan kelas yang berikutnya.

Namun, itu tidak semuanya yang keluar. Masih ada beberapa orang-orang yang masih berdiam diri di dalam kelas. Masih ada sekitar lima orang, dan tiga diantaranya perempuan. Mereka sepertinya tidak ada kelas lagi setelah kelas ini berakhir, makanya mereka terus berada di dalam kelas hanya untuk sekedar mengobrol.

Obrolan yang biasanya para wanita lakukan, apa lagi jika bukan membicarakan orang.

"Eh, kalian tahu cewek yang namanya Diza kan? Itu loh, anak baru dari fakultas kedokteran." Tanya Gia pada kedua temanya.

"Gue tau dia anaknya pak Ardi kan, dosen yang terkenal sangat adil dalam hal nilai itu." Seru gadis berambut hitam kecoklatan itu. Jika kalian ingin tahu dia bernama Syasa.

"Oh iyaiya, gue tau. Gue pernah liat dia pas di kantin." Seru gadis dengan kepang satu itu yang bernama Andin.

"Nah, iyaa. Dia anak dosen pokoknya. Anak dosen loh guyss!" Gia tersenyum pada kedua temanya sebuah senyuman yang memiliki arti. Syasa yang mengerti membalas senyum Gia. Mereka seperti memiliki pemikiran yang sama akan rencana yang akan mereka buat kembali.

"Lah, trus apa hubungannya sama kita kalo dia anak dosen?" Tanya bingung Andin.

Gia dan Syasa menghela napas. Betapa lemotnya pikiran temanya yang satu itu.

"Yaa, ini keuntungan buat kita lah. Masa lo gak ngerti sih, Din." Ucap Syasa.

"Ohh.. Oke oke gue ngerti." Andin tersenyum lebar ketika ia akhirnya telah mengerti maksud dari ucapan kedua temanya itu.

"Bagus. Jadi gimana kalo sekarang kita langsung aja ke fakultasnya dia?" Tanya Gia memberi saran.

"Ke fakultas kedokteran? Gue sih ayo aja, tapi gimana sama lo Sya? Lo bukanya masih belum ngelupain tentang tempat itu?" Tanya Andin pada Syasa.

Syasa terdiam. Ia sebenarnya masih sedikit trauma akan tempat itu tempat yang berada di fakultas kedokteran itu. Tempat dimana ia melihat secara langsung akan kematian seseorang di tempat itu.

Perempuan itu akhirnya mengangguk.

"Ayo, gue udah mulai biasa sekarang sama tempat itu. Lagian kita gak mungkin nyari Diza ke tempat itu kan?"

"Yaa, enggak lah itu tempat ada diujung. Palingan nih ya menurut gue dia tipikal anak-anak yang selalu nongkrong di perpus. Ya kagak?"

Andin dan Syasa mengangguk.

"Yaudah, jadi pertama-tama kita harus baik-baik in dia supaya dia mau jadi teman kita, nah terus setelah dia udah merasa nyaman sama kita, baru kita mulai apa yang seharusnya kita lakukan." Ucap Gia.

"Oh iya, gue denger sih dia sekarang gak punya temen." Ucap Syasa.

"Ya, bagus dong. Itu peluang buat kita buat jadi temanya dia." Gia tersenyum pada kedua temannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bisikan Hati (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang