•3 - Sebuah Paket

10 2 0
                                    

Diza menghela nafasnya lelah, lengannya rasanya seperti ingin copot. Ah sial ini semua gara-gara Diza telat masuk di kelas terakhirnya dan dengan sangat berat hati ia harus menerima sebuah hukuman dari sang dosen yaitu dengan mengumpulkan kembali buku paket yang dipinjam oleh seluruh murid lalu dikembalikan kembali ke perpustakaan.

Dan itu hanya ia seorang yang harus mengembalikan puluhan buku paket itu. Tidak boleh ada yang membantunya. Sangat kejam bukan!

Mungkin jika jarak perpustakaan dan kelasnya tidaklah jauh, mungkin ia tidak akan secapek ini. Kelas terakhirnya itu berada di lantai 3 dan perpustakaan berada di lantai 1. Bisa bayangkan betapa lelahnya Diza yang harus berbulak balik mengambil sebagian buku-buku yang masih berada di kelas untuk dikembalikan ke perpustakaan.

"Huhh, buku terkahir. Akhirnya selesai juga."

Bu Ani selaku penjaga perpustakaan tersenyum melihat Diza telah menyelesaikan hukumannya. Akhirnya, Diza menyelesaikan membawa buku-buku itu ke perpustakaan. Merasa kasihan, Ia lalu menyodorkan botol minuman pada Diza.

"Ini diminum, kasihan ibu sama kamu. Bulak-balik naik turun tangga bawa buku paket setumpuk. Ibu sedari tadi ngeliat kamu aja udah capek."

Ibu Ani memberikan minuman botol pada Diza. Gadis itu tersenyum haru, ia mengambil minuman itu dengan terus tersenyum memandang botol itu. seolah botol minuman itu adalah sebuah harta karun yang memang sedari tadi ia tunggu-tunggu akan kedatangannya.

"Makasih Bu, minumannya." Ucapnya tersenyum.

Gadis itu mengelap seluruh keringat di dahinya serta di seluruh wajahnya dengan menggunakan tissue setelah satu botol minuman tadi habis diminum olehnya sampai tak tersisa.

Ketika ia masih mengelap keringat diwajahnya, Diza melihat isi sekitar perpustakaan yang hingga sore ini masih penuh diisi oleh para murid-murid. Diza berprediksi pasti sebagian banyak murid-murid itu adalah murid-murid semester akhir yang sebentar lagi akan melaksanakan ujian akhir.

Pandangn Diza berhenti di rak ketiga tempat penyimpanan buku-buku khusus sastra. Mata Diza sedikit menyipit meastikan apakah sesosok laki-laki itu adalah laki-laki yang sangat ia kenali atau bukan.

Ketika tahu bahwa laki-laki itu adalah laki-laki yang ia kenali, ia lalu melangkah menuju tempat dimana laki-laki itu berdiri.

"Yatha."

Mungkin karena saking menikmati apa yang Yatha baca ia sampai kaget ketika ada seseorang yang memanggilnya.

"Lo menikmati banget sih jadi kaget kan." Kekeh Diza.

Yatha tidak menghiraukan ucapan Diza, ia kembali membaca buku yang sedari tadi sangat dinikmatinya. Hal itu membuat Diza yang merasa diabaikan mencebikan bibirnya kesal.

"Oiya, kemaren pas dikantin lo kenapa tiba-tiba langsung pergi?" Tanya Diza perihal tentang kejadian kemarin ketika Yatha yang tiba-tiba langsung pergi meninggalkan dirinya dan Erlang di kantin tanpa berucap sepatah katapun.

Yatha menutup bukunya. Ia menoleh pada Diza menatap gadis itu dengan sorotan yang sangat sinis.

"Bukan urusan lo."

Diza tidak tahu bahwa dari kemarin laki-laki itu moodnya sedang kurang baik. Mudah terbawa emosi oleh hal-hal kecil. Ia pikir itu memang sifat asli dari Yatha yang memang selalu seperti itu ketika diajak bicara. Diza tahu itu dari Erlang. Jadi ia mengabaikan sorotan sinis dari Yatha.

"Hmm.. yaudah sih, lagian gue juga gak penasaran amat."

Lagi-lagi Yatha hanya terdiam tidak menghiraukan ucapan Diza.

Bisikan Hati (On Going)Where stories live. Discover now