10

24 7 0
                                    

"Argh!" Oz mengerang sembari menahan pening yang membuatnya terhuyung.

"Oz, menghindar!" Pemuda emas itu sempat mendengar teriakan Gashk namun dia tak bergerak, masih berdiri dengan sempoyongan sedangkan ekor berduri sang naga hendak berputar, menyapu bersih gua cahaya.

Andaikata tidak ada seseorang yang melemparnya sampai menghantam tembok gua, pemuda itu tidak akan sadar betapa gentingnya situasi ini.

"Apa kau bodoh?" bentak Ryven di udara, melayang dengan sayap-sayapnya. "Fokus!"

Aku tidak ingin mati, tanam Oz dalam batinnya. Pemuda itu kembali meraih pedang yang sempat terjatuh. Tanpa memedulikan keadaan sekitarnya, dia menyerang sekuat tenaga dengan menggunakan tekadnya untuk terus hidup.

Sedangkan sang naga sudah cukup merasa terganggu oleh serangga-serangga kecil yang haus akan darahnya. Maka dia mengeram dan mengeluarkan suara dari mulutnya dengan penuh amarah. Matanya yang setajam bilah pedang, dia sapukan sekali lagi sebelum menghentakkan kedua sayapnya pada udara untuk membuat angin yang menghempaskan para Elvra. Setelah semua serangga kecil itu lumpuh pada lantai basah gua cahaya, sang naga mengibaskan ekor untuk ke dua kalinya.

Oz yang melihat pergerakan cepat itu segera mengeluarkan sayapnya dan meluncurkan diri ke langit-langit gua. Kakinya memijak pada salah satu batuan cadas yang cukup untuk membuatnya berdiri di atasnya dengan napas terengah-engah dan detak jantung tak karuan. Kemudian Elva emas itu menyadari warna yang akhir-akhir ini dia takuti.

Merah mewarnai genangan air di atas lantai gua yang disinari oleh kristal cahaya. Pemuda itu panik dan berjongkok, memegangi tangannya yang kini tanpa senjata. Maniknya memperhatikan sembilan jasad di bawah sana, menghitungnya satu persatu sampai dia menyadari ada di antaranya yang masih bergerak.

Elvra pemilik rambut pirang yang dikotori oleh darah itu masih berjuang untuk hidup, merangkak di atas tanah seraya mengerang seolah menunjukkan kekuatannya pada sang naga yang kini memicingkan mata ke arahnya. Dalam sua yang tak kasat mata dia mengatakan bahwa dia masih ingin hidup.

Dengan susah payah, Ryven meraih pedang milik siapa pun itu menggunakan satu tangan yang terjulur dan merapal mantra, membuktikan bahwa dia masih bernapas dengan sinar yang mulai mengisi bilah. Pemuda pirang tersebut terus mengibas-ngibaskan tangan kanannya yang menggenggam senjata ke arah moncong naga yang mulai mendekat.

Jantungnya berdegup sangat cepat, napasnya pendek-pendek, dan otaknya tak setajam omongannya selama ini. Semua bayangan akan kehidupan di atas padang rumput perlahan kembali berputar di penglihatannya yang mulai kabur sampai pemuda itu terpaku dengan tangan yang masih mengacung pada moncong sang naga.

Melihat peristiwa tersebut, Oz menenangkan dentuman di dada dan mengatur napasnya. Dia mencoba membuat kondisi di mana dia bisa melemaskan pundaknya yang tegang, rahangnya yang mengeras, dan menghentikan gemelatuk giginya.

Hutan pohon raksasa.

"Evergreen, Evergreen, Evergreen...." Pemuda itu bergumam sambil memejamkan mata, membayangkan keasrian tiupan angin di sana, sejuknya suhu di bawah payung pohon, dan suara serangga hutan serta kicau burung, tanpa melupakan gemerisik daun dan riak sungai yang mengalir menuju danau.

Secara perlahan, tangan kirinya meraih busur panah yang masih tersimpan di punggungnya sementara otaknya mencari cara untuk melumpuhkan naga itu dalam satu serangan sedang karena dia tahu anak panahnya hanya akan menimbulkan luka yang tidak serius.

Rusa besar itu tidak akan terluka, kulitnya keras sekali.

Chegaste ao fim dos capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Jan 11, 2020 ⏰

Adiciona esta história à tua Biblioteca para receberes notificações de novos capítulos!

Salvator [On Hold]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora