07

21 9 0
                                    

"Hah!" Oz membuka manik merahnya yang sempat tertutup beberapa saat.

Jantungnya masih berdegup cepat sedangkan paru-parunya sakit, sesak. Dia menatap langit-langit yang dibentuk oleh kayu tahunan berlapis-lapis sembari mengumpulkan nyawa. Bayang-bayang mimpi yang menghantui seolah memeluk jiwanya kemudian memakan habis hatinya.

Pada kegelapan yang kini menyelimuti, Oz mengusap muka menggunakan kedua telapak tangan yang masih bergemelatuk. Dapat dia rasakan lengket menjalari wajah kusam tersebut. Keringat dan kotoran yang bercampur dengan air mata atau bahkan air liur membuatnya bergidik. Namun tiada waktu baginya untuk memedulikan hal semacam itu.

Mimpi yang mengerikan, batin Oz bersuara.

Eliana yang datang dengan rantai cahaya di tangannya datang bersama Golden Knigt bernama Calzen di hadapan warga kota, merendahkan Bupati bagai sampah yang tak bisa mendidik anaknya. Hujatan seisi kota terhadap Eliana yang sebelumnya selalu mereka elu-elukan kebaikannya. Terlebih serangkaian kata perpisahan yang begitu menyayat hati, menusuk tulang belulangnya. Termasuk sebuah kalimat yang dianggap Oz merupakan dosa dan kesalahan paling besar yang pernah dia lakukan. Dia tak menyalahkan Eliana karena hal itu, namun bodoh bagi Oz untuk menanggapi kasih sayang itu bukan sebagai teman. Akan tetapi lelaki itu juga tidak bisa memalingkan muka terhadap perasaan yang kini berterbangan di dadanya.

Salju begitu kejam, suhu udara begitu jahat, bahkan langit sama sekali tidak bersua melihat perilaku Golden Knight yang ada dalam mimpinya. Mimpi yang ditutup oleh raungan naga sekencang badai di tengah musim dingin itu membuatnya terbangun. Sejujurnya, Elvra emas ini berharap tidak akan bangun lagi. Namun ada sesuatu yang menganggunya sehingga dia harus membuka mata untuk menantang nasib, menyadari bahwa semua mimpi itu adalah nyata.

Selain nama Eliana, di otaknya telah berputar-putar frase lain yang dianggap maha kuasa, selalu benar dengan kekuatan yang berasal dari cahaya dan hidup yang diberikan oleh Tree of Life melalui Raja Agung Arien. Dia menelan ludah seraya menggeleng cepat. Otaknya tiba-tiba bisa berpikir setelah tujuh hari dikikis kegelapan.

Merasa pengap setelah satu minggu berada di ruangan yang sama nan gelap, Oz memutuskan untuk beranjak dari tempat tidur sembari membalutkan diri dengan selimut kumal. Telapak kakinya merasakan sakit ketika berjalan di atas lantai kayu ketika duri-duri kecil diinjaknya tanpa sengaja karena bekas luka berjalan-jalan di atas akar liar pohon raksasa. Tangannya terulur untuk membuka engsel kayu tersebut. Lubang buatan berkorden kuning sedikit transparan berkibar diembus angin, menggantikan udara yang sebelumnya terperangkap di dalam ruangan.

Oz berdiri di depan jendela, menerima embusan angin seraya menghirup udara sekalian menyedot ingusnya. Mata merah itu menyapu pandangan, setelah berhenti sejenak, dia mulai berjalan menyusuri rumah pohonnya, dan mendekati ranjang. Pemuda itu berpikir sejenak, kemudian merebahkan diri di atas ranjang seraya mengembuskan napas yang sempat ditahannya beberapa saat yang lalu.

Pada akhirnya dia kembali ke atas sini.

Kelereng merah di rongga mata itu menatap datar ke langit-langit kayu coklat tua. Semua yang ada di benaknya terasa buram, seperti saat matanya itu menatap ke jauh Tree of Life dari beranda rumah pohon, sedikit pun tidak dapat dia lihat karena kabut tebal menghalangi jarak pandang dengan atau tidak adanya salju yang beputar-putar di udara, semuanya sama.

Oz menyandarkan tangannya di kusen jendela, menahan semua beban pada pundak. Dia masih berpikir tentang satu rencana.

Terlalu banyak hal yang melayang di kepalanya seperti imajinasi dari Elvra pelukis yang biasa dia temui saat festival tahunan di Kota Miwa, yang memberinya sketsa kasar sebuah kunang-kunang yang menyinari kegelapan di dalam hutan. Dia bingung, dia bimbang. Lalu telinganya mendengar pintu rumah pohonnya diketuk seseorang. Oz segera bangkit dan membukakan pintu kayu itu.

Salvator [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang