41

11.6K 1.4K 118
                                    

"Fokus! Pertandingan tinggal menghitung hari dan kalian masih main-main saja hah?!" teriakan Lucas mampu membuat seluruh juniornya mengernyit.

Mengapa juga ia semarah itu? Kalau ia merasa juniornya kurang baik, kenapa tidak ia saja yang turun ke lapangan dan mengikuti seluruh perlombaan agar fakultas seni menang?

Oh, astaga. Kepala Dami ingin pecah rasanya.

"Kalian mengerti tidak?!"

"Mengerti, sunbae." jawab semuanya dengan nada yang lesu.

Dami benci sekali keadaan seperti ini. Sedari awal juga ia tidak mau mengikuti lomba apapun, sekarang gadis itu justru terjebak di lingkaran hitam dan sama sekali tidak bisa keluar.

Baiklah, mari salahkan Renjun--ketua kelasnya.

"Pokoknya aku minta kalian be-"

"DAMI!!!!"

Seluruh orang di lapangan menoleh ke arah tribun. Di sana Eunbi sedang melambai-lambaikan tangannya dengan wajah panik.

"Ish, apalagi sekarang?" desis Lucas menekan amarahnya.

Dami hanya mengangkat sebelah alisnya bingung saat melihat Eunbi menunjuk-nunjuk ponsel Dami yang menyala.

Oh, ada yang meneleponnya?

"Damiii! Ponselmu berdering!" teriaknya.

Lucas kini sudah siap mencaci maki Eunbi sampai akhirnya Dami ikut berteriak, "Siapa?!"

"Mmm... Li... little head?" seru Eunbi tak yakin.

Sontak Dami melompat dan berlari ke arah tribun. "Sebentar sunbae! Ibuku menelepon!" ujarnya disambut kekehan ringan dari Woojin.

"Apa ia benar-benar menamai kontak ibunya seperti itu?"

Dami tak sadar bahwa dirinya baru saja menambah masalah dan membuat Lucas ingin mencabuti semua rumput yang ada di lapangan bola. Gadis nakal itu.

"Mana? Mana?" ujar Dami mengambil alih ponselnya.

"Halo?"

"Eoh? Dami? Kenapa lama sekali mengangkatnya?"

"Ah, maaf. Aku sedang latihan." ujar Dami menjauh dari tribun dan lapangan.

"Apa aku mengganggumu?"

"Tentu saja tidak! Aku sudah menunggu teleponmu dari kemarin tahu!"

"Maaf, kemarin aku sangat sibuk. Aku membantu Dokter Choi menjalankan operasi." curhat lelaki itu.

Dami tersenyum singkat, "Benarkah? Apa itu menakutkan?"

"Awalnya iya, tapi aku mencoba terbiasa."

"Baguslah. Kau makan dengan baik 'kan di sana?"

"Iya. Tapi aku rindu masakkanmu."

"Kau bohong ya?"

"Aku serius tahu."

Dami terkekeh pelan membuat suaminya di seberang sana mengembangkan senyumnya manis.

"Kau baik-baik saja di sana?"

Dami mengangguk kecil, "Hanya sedikit lelah. Kau kapan pulang? Aku mulai rindu rumah."

"Secepatnya. Aku juga rindu padamu." ujar Beomgyu dengan sangat tulus. Dami mengulas senyumnya sembari memainkan ujung bajunya di bawah sana.

Suara Beomgyu sudah bisa menjadi penenang baginya. Rasanya energi yang tadi terkuras kini sudah kembali seutuhnya.

"Aku akan pulang ke apartemen besok, aku belum membersihkannya."

NO LONGER | Choi Beomgyu✔Where stories live. Discover now