EMPAT

18.8K 1.1K 5
                                    

Dengan lesu Naya memasuki rumah megah orang tuanya. Jika dilihat dari luar, orang-orang bakal mengira bahwa penghuni rumah ini pastilah orang yang bahagia. Namun, semua itu salah. Sama sekali tidak ada kebahagiaan di setiap sudut rumahnya.

Sepi adalah hal yang biasa yang Naya temukan. Tidak ada yang namanya sambutan hangat seorang ibu. Tidak ada yang namanya kecupan manis pengantar tidur dari ayah. Tidak ada namanya makan bersama. Orang tuanya terlalu sibuk dengan urusan mereka sendiri-sendiri. Sekalinya pulang, maka pertengkaran yang terjadi. Sekalinya pulang hanya cercaan atas kebodohan dan juga ulah-ulah memalukannya. Orang tuanya tak pernah memperhatikan Naya. Sekalipun tidak pernah. Sejak kecil dirinya diurus oleh Bi Yatmi, asisten rumah tangga keluarganya.

Memasuki dapur ia disambut oleh senyum hangat Bi Yatmi. Wanita dengan beberapa kerutan di kulitnya itu tampak tengah memasak sesuatu. Naya tersenyum ceria menghirup baunya.

"Bibi buat apa nih? Eum ... wanginya enak banget," kata Naya seraya meletakkan tasnya ke atas kursi. Cewek itu lantas mendudukkan dirinya dan segera menopang dagu memandangi Bi Yatmi dengan mata berbinar.

Bi Yatmi terkekeh, mematikan kompor, lantas berjalan mendekati Naya. Diciumnya anak gadis majikannya tersebut. Tanpa rasa jijik Naya balas mencium wanita paruh baya yang begitu berjasa terhadap dirinya ini.

"Bibi lagi coba-coba buat kolak labu Non. Tadi pas ke pasar Bibi lihat banyak yang jual. Duh Non, gede-gede banget labunya. Terus Bibi coba beli seperempatnya, takut nggak habis Non." Bi Yatmi menjawab seraya mengulas sebuah senyuman.

"Wih pasti enak nih kolak Bibi, apalagi kalau dibuatnya pakai gula aren. Tambah enak deh. Eh, Bibi pakai gula biasa apa gula aren kayak pas Bibi buat kolak bulan Puasa lalu?" Tanya Naya seraya kembali menopang dagunya, Bi Yatmi mengangguk antusias, "Iya dong Non, malahan sekarang Bibi kasih daun pandan, sama kolang-kaling juga. Padahal bukan bulan Puasa ya, tapi banyak yang jual. Dijamin deh, kolak kali ini top markotop Non Naya pasti suka." Bi Yatmi mengacungnya dua jempolnya.

Naya tertawa, "Percaya kok Bi kalau enak. Masakan Bibi mah yang paling juara, Chef Yatmi gituloh. Udah bisa nih Bibi ikutan Master Chef, terus bisa ketemu Chef Arnold sama Chef Juna. Siapa tahu salah satunya kepincut sama Ibu, eh sayang sih Chef Arnold udah nikah, jadinya sama Chef Juna aja ya." Naya kembali tertawa setelah menyelesaikan ucapannya.

Bi Yatmi justru tersenyum malu-malu. Pembantu yang sudah Naya anggap seperti ibunya sendiri itu sangat mengidolakan Chef Arnold dan Chef Juna. Entahlah apa yang Bi Yatmi lihat, mungkin kharisma kedua chef tampan itu begitu kuat. Ditambah lagi dengan kelihaiannya ketika memasak. Naya akui, dua koki terkenal Indonesia itu memang tampan, tapi bagi Kanaya Sarasvati, Samudera Archandra tetaplah yang paling tampan.

"Ish Non apaan sih, jangan gitu sama Bibi. Bibi malu loh," kata Bi Yatmi masih dengan malu-malu.

Naya lagi-lagi tertawa, "Habisnya muka Bibi pas malu-malu itu lucu banget. Ya udah ya Bi, Naya mau ganti seragam dulu, nanti Naya ke sini lagi."

"Sip Non, sekalian Bibi siapin kolaknya buat Non Naya."

***

Hari sudah berganti, tapi kebiasaan Naya datang pagi-pagi ke rumah Samudera tak akan hilang. Cewek itu dengan semangat memasuki kamar Samudera. Ia sudah mau berteriak membangunkan Samudera, namun urung karena cowok itu sudah berdiri lengkap dengan seragam yang melekat di tubuhnya. Hanya almamater cowok itu yang masih tergeletak di atas ranjang. Samudera memang malas memakai almamater, katanya panas. Barangkali cowok itu takut esnya yang super dingin mencair. Eh?

"Nggak usah teriak. Udah bangun," katanya tanpa intonasi.

"Eh, tumben lo udah bangun. Biasanya masih ngebo," kata Naya disertai kikikan. Sam hanya bergumam malas. Cowok itu lantas meraih tas dan juga almamaternya.

"Sori. Gue nggak bisa kasih lo tebengan. Mau jemput pacar," katanya membuat Naya sukses melongo.

"Hah? Serius? Kenapa nggak bilang dari kemarin sih? Tau gitu gue pesen ojol," kesal Naya dengan pandangan matanya yang tajam.

Sebenarnya hal seperti ini sudah biasa Naya alami. Tapi tetap saja ia merasa kesal. Dongkol begitu. Lagipula kenapa sahabat yang diam-diam ia cintai itu tidak pernah berubah? Yang benar saja, Samudera memang sudah keterlaluan sekarang.

"Lo lagi nggak bercanda kan, Sam? Ini udah jam enam lewat duapuluh, loh. Kalau gue pesen ojol, terus ternyata gue harus nunggu si ojol yang datengnya lama, bisa-bisa gue telat. Lo kan tahu sendiri dari rumah ke sekolah butuh waktu empat lima menit kalau kecepatan normal. Kalau sama lo kan cepet nyampe sekolahnya. Gue juga nggak mungkin nyuruh si Mas ojol buat ngebut. Bandel-bandel gini gue nggak mau telat, raport gue udah kebanyakan catatannya." Naya memandang Sam dengan raut memelas. Sam terlihat tidak peduli.

"Ck, nyusahin banget sih lo? Sori, bukannya gue nggak setia kawan. Tapi ini hari kedua gue pacaran sama Rima, kemarin setelah gue antar dia minta jemput. Lagian motor gue lebih seneng bonceng cewek cantik daripada cewek jadi-jadian kayak lo," ucap Samudera membuat Naya terheran-heran. Dasar plaboy, mulutnya bisa banget bicara begitu.

"Mulut lo makin pedes aja Sam. Perasaan lo nggak suka makan yang pedes-pedes deh," Naya berdecak sinis. Dan Samudera lagi-lagi hanya memberikan tatapan datar dan gumaman dari mulutnya. Cowok itu lagi-lagi terlihat masa bodoh dengan sang sahabat.

"Au ah, emang dasar lo nyebelin. Gue cabut dulu kalo gitu, gue do'ain lo sama Rima-Rima itu cepet putus. Aamiin. Bye!" Dengan bersungut-sungut Naya meninggalkan sahabatnya itu, kakinya sedikit menghentak. Maklum saja, hatinya tengah dongkol karena kelakuan Samudera.

TBC

Future BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang