Uncle Bruce

1.6K 150 9
                                    

Pagi ini di Georgetown, Ontario sangat cerah terlebih saat weekend seperti ini

"Hai Popps! Aku ada presentasi 1 minggu lagi, dengan materi fisika atom dan aku bahkan mendapatkan kesulitan di tengah2 setelah hampir 1 minggu ini." jelasnya. "yaa.. Mungkin aku bisa menyelesaikannya jika sesuatu dapat membantu ku..!"

"Bagaimana dengan Jane dan Ned?" tanya Popps nya balik.

"Ya.. Mereka berusaha tetapi, masalah tetap sama." balasnya dan selama beberapa detik tak ada jawaban dari Tony sementara Peter sudah mulai agak cemas.

"Aku bisa saja membantu mu tetapi aku hanya ingin fokus dengan apa yang aku sedang jalani, son." putusnya "Baiklah, mungkin kalian butuh paman Bruce!" solusinya dengan nada ringan.

"Ohh... Ok, sure!"

"Aku akan meneleponnya semoga hari ini dia bisa datang." tukasnya disusul anggukan Peter.

.
.
.
.

"Let me guess, ini tugas mu di sekolah bukan?" sahutnya "bahkan aku tau sebelum Popps mu bilang kau membutuhkan ku." sambung Bruce diiringi dengan kerutan di dahi dan tersenyum manis. "ohahahah... Tentu saja ini semua Popps mu yang memintaku, alright son aku akan membantumu. " sambungnya lagi dengan hangat.

"Thanks paman, Thanks Popps!" sahut Peter kepada dua orang didepannya

"Kau sudah makan?" Tanya Tony pada Bruce sambil duduk di pinggir sofa.

"Aku belum sempat memasak atau delivery. Jadi ya masih kosong."

"Kita makan dulu atau mengerjakan tugasmu, nak? Pamanmu pasti memiliki masalah sama dengan mu karena perutnya akan bunyi sepanjang mengajari mu." balasnya sambil melipat tangan dan tersenyum meledek.

"Ohh yaa tentu kita makan dulu Popps. Bagaimana kalau kita masak?"

"Boleh kalau kau mau membantuku, tanpa membakar alat alat dapur!" balas Popps nya.

"Tak akan terjadi ku jamin, ayoo Popps!"

Bruce, Tony dan Peter menggunakan dapur dengan amat apik masing masing memperlihatkan keahlian mereka, karena Peter belum di bolehkan menggoreng karena kejadian sebelumnya saat menggoreng telur dan hasilnya masih ada kulit di dalamnya, akhirnya hanya bisa sebatas memotong brokoli dan jamur untuk dijadikan soup.

Terlihat hangat dalam ruangan itu, tatapi ada hal mengganjal di hati Tony saat sedang damai datang pertanyaan dari Peter.

"Popps.. Kenapa kau tidak menyuruh ku memanggil Dad? Kan kau Ayah kandungku!" Tony langsung terbelalak disusul dengan wajah sedikit pucat, sementara Bruce terbungkam setelah bercakap sangat panjang dan agak berisik. dan yang bertanya pun dengan polosnya bertanya dengan senyum indah.

Tony memutar kepalanya dan menggigit bibirnya sendiri alih alih sedang mempersiapkan jawaban atas pertanyaan anaknya, sampai akhirnya...

"It was....." jawab Tony namun terputus.

"Tentu saja kata Popps itu adalah kata paling terbaik selain Dad. Seperti kau punya gejolak cinta dan itu hanya bisa diungkapkan dengan kata kata yang tak biasa seperti Popps. Dan aku rasa Popps mu sangat menyukain itu. Benarkah?" jelasnya sambil bertanya balik pada Tony yang wajahnya hampir gugup.

"Ohh y.. Ya... Paman mu benar, benar sekali." jawabnya sambil menstabilkan keadaan.

"Wow that amazing.. Berarti kau sangat menyayangi ku yaa..." balas Peter dengan polosnya.

"Yeah seperti yang kau tau." sahutnya dengan senyum yang menahan lirih.

Bruce tau akan kemana arah anak ini bertanya. Dan pasti pertanyaan selanjutnya akan dilontarkannya lagi. Untuk menghindarinya

"YESSSS i can make it!" sumeriahnya tiba tiba membuat Peter melotot dan Tony sedikit teguncang lalu mengeluskan dadanya dan memutar bola matanya.

"Damn you Bruce. Aku hampir loncat!" sahut Tony. Selanjutnya disusul tawa Peter.

Masakan siap, merka pun mencicipi dan akhirnya makan dengan lahapnya, ummm terlihat seperti keluarga bahagia.. Namun sayang Bruce bukan seorang seperti Tony dia benar-benar normal bahkan dia sedang berkencan dengan seorang guru play gruop.

Setelah makan selesai Bruce melunasi janjinya untuk membantu keponakan nya itu, beruntung seorang Peter masih memiliki otak yang bisa cepat mengerti apa yang telah di ajarkan padanya.

Tony... Sedang merapihkan dapur tadi setelah selesai makan mereka. Perasaan Tony berubah seketika saat pertanyaan anaknya tadi. Meskipun dia mengerjakan sesuatu dengan rapih namun hati dan fikirannya tidak disini.

"Perlu bantuan?" tawar Bruce dari belakang nya.

"Kau menawarkan diri saat piring terakhir ini akan bersih." sahutnya dengan tertawa kecil, dan membalikan badannya. "Thanks Bruce." ungkapnya.

"Anything. Mungkin kita butuh dua kaleng minuman soda."

"Ku ambilkan untuk kita."

"Bicaralah di balkon. Peter sedang berbicara dengan temannya di telpon."

.
.
.
.

Georgetown memasuki malam lebih dingin dari hari kemarin namun Tony tak perduli seberapa dinginnya karena hatinya merasa agak panas namun sedikit pilu.

"Kau tidak mungkin melepas masa lalu mu dengan membiarkan Peter tak tau apa-apa Ton. Setidaknya dia harus tau siapa Ayahnya, siapa pendamping ayahnya...well ya ma.. Maksudku pendamping Popps nya yeah you know what i maen." Jelasnya terbata membuat Tony ingin tertawa.

"Anak itu bukan hanya di tinggal Bruce, tapi tak diakui. Aku harusnya mencatat lagi sudah berapa kali aku berkata seperti ini! Yaa.. Kau mengerti aku bukan ingin menyembunyikan ini pada anak ku tapi, aku harus bisa terima kalau ini memang yang di mau nya."

"Kau masih merasa Steve sejahat itu?" Tanya nya balik.

"Pertanyaan bodoh macam itu. Kalau manusia itu baik aku disini tidak hanya dengan Peter dan tak akan ada luka seperti ini Bruce. Dan kubiarkan sampai kapan ini hilang dari diriku dan Peter kalau sampai dia tau tentang aku dan si pembohong itu."

"Apapun itu, kuharap kau bisa mengatasinya dengan baik. Karena hari ini dan hari hari kedepan yang selalu kau anggap sama akan berubah karena kau hidup bukan nya soal Peter. Namun yang jelas aku sebagai saudaramu hanya memberikan apa yang pantas aku berikan untukmu dan Peter." Tukasnya sambil menepuk pundak Tony.

"Hey Uncle Bruce, aku susah mulai mendapatkannya! " teriak Peter dari pintu kamarnya.

"Yes son i'll be there." Bruce meninggalkan Tony dengan senyuman.

Setelah semua di rasa selesai Bruce memutuskan untuk pulang. Peter merasa sangat beruntung memiliki keluarga tak hanya Popps nya saja yang dianggapnya terbaik tetapi pamannya yang menurutnya begitu cerdas sehingga bisa membantunya dalam kondisi seperti ini, walau Peter juga termasuk anak yang pintar tetapi terkadang dia tak ragu untuk bertanya pada orang lain bahkan meminta bantuan.

Tony sudah berdiri di depan pintu bersama Peter untuk mengantar Bruce sampai depan.

"Uncle Bruce, terima kasih kau sangat menolongku, aku yakin presentasi ku sangat mengagumkan nanti." Ungkapnya sambil memeluk pamannya dengan penuh terima kasih. Sementara Tony berdiri disamping anaknya dengan tangan yang masuk kedalaman kantong celana.

"Apapun, Nak. Kau juga anak yang cerdas sehingga aku tak sulit memberitahu apa yang ku bisa." balas Bruce dengan memegang bahu Peter setelah lepas pelukan tadi. Tersirat di hati Tony begitu banyak yang menyayangin anaknya ini.

"Hati - hati paman Bruce, datanglah lagi jika sedang tidak sibuk. Aku menantimu." Pinta Peter diiringi senyum Tony.

"of course, i will." Balasnya sambil mengacak rambut Peter. "Baiklah aku pergi."

"Thank you Bruce." Sahut Tony.

Bruce masuk kedalam mobilnya lalu menancapkan gas pergi.

#
#
#
#

Untuk kali ini saya masih meringankan cerita di chapter ini dan masih belum banyak masalah yang terungkap.

Oiya jangan lupa vote dan coment yaa...

Thank you 🙏🙏 😊
See you on the next chapter..

Thank's For Everything Where stories live. Discover now