Hari Pertama : Lho, Katanya Cuma Cewek-Cewek Aja?

2.1K 196 15
                                    

Hawa segar pepohonan menerpa wajahku. Aku memejamkan mata, membuka jendela mobil Papa lebih lebar lagi, menikmati aroma jalan dan rerumputan yang masih basah tersiram hujan semalam.

Haaah... aku cinta pagi ini! Aku cinta Risa!

Untuk ukuran teman baik, Risa masih terlalu baik karena mengijinkanku menginap di villa pribadinya (di daerah Puncak) yang super besar dan berfasilitas super lengkap itu selama seminggu pada liburan sekolah kami. Dan yang paling asyik, hanya ada aku, dia dan Yuna! Tanpa orangtua!

"Semangat bener, Mik?" Mama yang duduk di sampingku tersenyum menggoda. Mama bersikeras ikut mengantarku hingga ke villa Risa, padahal sudah kuyakinkan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Cukup Papa yang mengantar. Tapi entah kenapa Mama sepertinya ingin sekali bertemu Risa kali ini.

"Nggak boleh nih?" aku pura-pura ngambek, membuat Mama tertawa.

Kami tiba di villa Risa yang sekali lagi kupertegas: super besar, super indah, super modern, namun berkat dominasi nuansa kayu pada dekorasi eksteriornya, terlihat hangat dan homey. Villa itu berdiri sendirian, megah dan memukau, di sekelilingnya terhampar pekarangan berumput dengan lapangan tenis di sisi kanan belakang bangunan, serta deretan pepohonan membatasi pekarangan villa kira-kira sejauh seratus meteran. Pepohonan itu juga menghalangi pandanganku dari villa-villa lain, memberi privasi yang baik. Tempat ini benar-benar breathtaking.

Setelah puas tercengang mengagumi keindahan villa dan pemandangan sekitar, juga udaranya yang segar dan beraroma hutan, aku menurunkan tas dan koperku dari bagasi dengan susah payah sambil merapatkan jaket karena hawa dingin yang lumayan menusuk.

"Mika!" suara pekikan yang sudah sangat familiar di telingaku terdengar, tiba-tiba saja seseorang sudah menubrukku dari arah depan.

"Risa!" aku membalas memeluk temanku dengan gembira, "Thanks banget ya undangannya!"

Sementara Papa dan Mama masih sibuk mengagumi penampakan villa yang luar biasa, Risa membantuku mengangkat tas.

"Villanya keren?" tanyanya berbinar-binar.

Risa masih berpenampilan imut-imut seperti biasanya. Rambut ikal panjang berponi, wajah kecil dan manis, putih dan mungil, girlie banget. Hanya saja kali ini aku tidak melihatnya memakai seragam putih abu-abu sekolah, melainkan baju terusan berenda-renda, khas Risa.

"Banget." aku menyahut sambil nyengir lebar, merasakan keriangan yang seolah mencapai ubun-ubun saking semangatnya mengetahui aku akan tinggal di villa ini enam hari ke depan, lalu celingukan mencari sesosok cewek lain ke sekeliling Risa, "Yuna mana?"

"Belum dateng. Udah dateng sih sebenernya dari tadi, tapi dia sama Reno lagi beli makanan dan cemilan di minimarket deket-deket sini, gue yakin pasti kurang!" Risa nyengir sambil mengelus-elus perutnya yang datar, "Biar gini-gini kan gue lumayan gentong."

Bentar. Siapa?

Aku kaget mengetahui kakak laki-laki Risa yang belum pernah kulihat itu mendadak disebut-sebut, "Abang lo? Reno?"

"He-eh. Dia ikut nginep. Bukan cuma dia kok cowoknya. Dia bawa dua temen lagi."

Serasa petir siang bolong baru saja menyambarku tepat di ubun-ubun. Aku menatap Risa tak percaya, nyaris menjatuhkan koper ke atas kakiku. Aku memastikan bahwa Papa dan Mama tidak bisa mendengarkan percakapan kami, "Berarti kita nginep sendirian bareng cowok-cowok entah-siapa itu?"

"Nggak sendirian kok Mik," ralat Risa santai, "...bertiga. Yah plus cowok-cowok itu jadi berenam deh, hehe."

Namun rupanya Risa menangkap pandangan ngeriku karena kemudian dia meneruskan sambil berbisik, "Tenang aja, mereka baik-baik kok. Abang gue, terus kakak sepupu gue, terus yang satu lagi sohib Reno dari SD. Gue udah kenal mereka dari gue masih bayi."

Tiba-tiba Papa menepuk bahuku, mengejutkanku, "Mik? Papa sama Mama pulang ya."

"Baik-baik ya Nak," kata Mama, seperti biasa bernada khawatir berlebihan, "Numpang-numpang kalo ke kamar mandi, jangan tidur kemaleman, jangan begadang, jangan pergi jauh-jauh dari villa, jangan mandi kalo kedinginan, makan yang bener, ke mana-mana pake jaket ya!"

Aku melongo mencoba mencerna wasiat-wasiat Mamaku tadi, "Kalo semua-muanya pake 'jangan', aku bolehnya ngapain?"

"Tauk Ma, si Mika lagi liburan kok ini-itu dilarang?" Papa menimpali, "Biarin lah dia seneng-seneng sebentar sebelum masuk sekolah..."

Aku menatap Papa penuh rasa syukur.

"Iya Tante, lagian ada aku sama Yuna kok yang ngejagain Mika." Risa ikut nimbrung sambil mengacungkan dua jempol, mencoba meyakinkan Mamaku yang saat ini sudah seperti ingin menangis, "Ada simbok ama satpamnya juga, kok!"

Risa bilang liburan kali ini cuma ada kami bertiga! Hoax! Kami sekarang total berdelapan!

Mama tampak pasrah, "Ya udah. Sampe minggu depan ya, Mika. Ris, titip Mika ya. Jangan sampe lupa pesen Tante..."

Risa mengedip penuh makna pada Mama, "Beres deh!"

"Jangan kangenin aku ya!" seruku meledek pada Papa dan Mama yang mulai menjauh dengan mobilnya. Setelah mobil mereka hilang dari pandangan, Risa kembali melompat memelukku.

"Yeeey! Kita bebas!"

Aku hanya tertawa miris. Duh, beneran nggak apa-apa nih?

"Ngomong-ngomong nyokap gue pesen apa sih?" tanyaku penasaran.

"Oh... nggak, cuma nitip tas dari Bali..." Risa mengangkat bahu enteng.

Aku terdiam. Memangnya Risa bakal ke Bali dalam waktu dekat?


Hola.
TLS akan update seminggu 2x (kemungkinan Rabu & Sabtu).

Btw yang nggak menang wattys jangan cedih ya :')

The Love ScriptTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang