"Kamu jangan pacaran, ngerti?" Cika berusaha memperingati Ana mengingat bocah itu masih cukup anak-anak untuk melakukan hal demikian. "Lagian kamu dapet cerita dari siapa kalo temen-temenmu udah pada pacaran?" tanya Cika.

Ana tampak terdiam sebentar. "Dari mereka sendiri, pacaran sama kakak kelas, tapi aku nggak ikut-ikutan kok."

Cika bernapas lega. Setidaknya Ana tidak mengikuti hal-hal demikian di usia belianya. Ya memang jika diingat-ingat memang masa SD-nya juga hampir sama seperti Ana, tapi entah kenapa ia juga tetap syok mendengarnya. Beberapa teman SD-nya dulu berujar jika mereka berpacaran, entah itu nyata atau tidak, tapi yang pasti Cika tidak mengikutinya. Bahkan hingga sekarang saja, Cika belum merasakan yang namanya pacaran.

"Lo ngomong gitu sekaligus sirik ya, kan?"

Cika melototi Dika yang tiba-tiba berujar. "Apaan sih lo. Ana masih bocah, nggak usah pacaran-pacaran, lo juga dengerin, masih SMP, nggak usah gaya-gayaan pacar-pacaran. Kencing aja belum lurus mau sok-sokan ngapelin pacar." Ucapan Cika membuat Dika melotot kemudian melempar tas ranselnya hingga mengenai wajah kakaknya.

"Tapi yang dibilang Mbak Cika ada benernya, Mas. Masih kecil nggak usah pacaran dulu, nanti kalo udah SMA baru boleh, nunggu dewasa kalo kata saya." Tiba-tiba Pak Budi-supir keluarga Cika-berujar yang membuat Dika melotot tak percaya, sedangkan Cika berteriak kegirangan karena ada yang membelanya.

Perkelahian mereka terhenti setelah Dika turun lebih dulu, bahkan remaja laki-laki tersebut sampai membanting pintu saking kesalnya. Cika sendiri hanya terkikik kemudian mengajak Pak Budi untuk bertos ria karena mereka satu pemikiran, sedangkan Ana hanya diam melihat perkelahian sepasang kakak-adik tersebut.

Perjalanan dilanjutkan, Ana turun lebih dulu dari Cika. Sebelum turun, Ana mengucapkan terima kasih karena sudah memberikan tumpangan. Cika mengangguk kemudian tersenyum. Memiliki adik laki-laki membuat Cika sering mengeluh, apalagi Dika adalah tipe orang yang suka mengajaknya untuk ribut. Namun, berkat Ana-tetangganya yang super cerewet-setidaknya ia bisa memiliki seorang adik perempuan walaupun ia juga harus bersabar dengan tingkah Ana yang kadang membuatnya pusing, tapi paling tidak ada orang yang mau mendengar keluh kesahnya saat ia sedang kesepian di rumah.

Sekolah Cika tidak begitu jauh dari sekolah Ana. Ia segera turun dan bertepatan dengan kehadiran dari Clarisa yang merupakan sahabatnya sedari SMP. Keberuntungan memang selalu berada di genggaman Cika karena entah bagaimana mereka selalu bisa terus berada di sekolah yang sama, bahkan di kelas yang sama pula.

"Itu kemarin beneran Ris cerita lo?" tanya Cika setelah mereka mulai berjalan beriringan menuju kelas.

Clarisa mengangguk dengan cepat. Malam minggu kemarin, secara tiba-tiba Cika mendapatkan pesan singkat dari Clarisa yang menjelaskan jika sahabatnya itu kini tengah berpacaran. Pesan singkat itu tentu membuat Cika heboh sendiri. Pesan itu dikirim oleh Clarisa saat jam menunjukkan pukul 10.30, beruntungnya saat itu Cika masih menonton film bersama Dika dan sempat melihat pesan dari sahabatnya.

"Udah resmi nih ceritanya?" tanya Cika dengan nada yang menggoda.

Pipi Clarisa tampak memerah, gadis itu kini di mata Cika semakin memesona. "Iya sih resmi, tapi dia nggak romantis nembaknya."

"Tapi lo tetep demen, kan?

Clarisa tertawa kemudian mengangguk. Cika sendiri tersenyum melihatnya. Ia yang menjadi saksi bagaimana perjalanan Clarisa dulu. Yang berawal suka bergonta-ganti pacar, hingga sekarang pilihannya jatuh pada sesosok pemuda yang dulu begitu dibencinya.

Kelas 11 IPA 4 tampak sudah ramai, beberapa anak tampak sudah keluar-masuk kelas. Hari ini adalah hari senin yang tentu akan dilaksanakannya upacara bendera. Masih ada sekitar 30 menit sebelum dimulai, sehingga Cika memilih untuk meminta diantarkan Clarisa ke kantin mengingat ia belum sarapan.

"Eh, gue udah cerita belum sih kalo kakak gue pulang?"

Mata Cika melotot. "Beneran? Lo kok nggak cerita, sih? Tau gitu kemarin pas gue keluar sama Dika mampir ke sana."

"Maaf, abisnya gue lupa. Malam minggu itu dia pulang, katanya mau bahas apa gitu sama ketua OSIS kita, si Bara. Terus katanya hari ini juga mau ke sini, kita lihat aja nanti pas istirahat."

Cika jadi teringat dulu kakak Clarisa-Ciko-merupakan salah satu siswa yang cukup aktif dan pernah mengikuti beberapa organisasi di sekolah, salah satunya adalah OSIS, bahkan pemuda itu pernah menjabat sebagai ketua OSIS. Untuk kedatangannya ke sini mungkin ada sangkut pautnya dengan itu semua, mengingat sekolah mereka yang sebentar lagi akan mengadakan diesnatalis. Memang sempat beberapa di acara sebelumnya, ketua OSIS atau perwakilan murid 5 tahun terdahulu biasanya akan diundang untuk ikut memeriahkan acara.

***

MYSELF balik lagi. Udah sekitar semingguan kan ya cerita ini belum lanjut. Setelah cerita CLARIO selesai direvisi, aku mulai nulis lagi cerita yang harus aku revisi, salah satunya adalah cerita ini. Aku juga udah mulai nulis satu cerita baru yang judulnya I'm (not) Pretty, cerita ini cukup berbeda karena pake sudut pandang orang pertama. Jadi jangan lupa cek ceritaku yang lain, sampai jumpa di bab selanjutnya.

Makasih♡

MYSELF [Proses Revisi]Where stories live. Discover now