Tujuh Belas.

3.6K 357 158
                                    

Absen!

Komen!

Vote!

***

Shaya POV

Perlahan kedua mataku mencoba terbuka. Seperti aku merasakan kondisi dan perubahan baru di kedua panca indraku. Cahaya yang masuk ke dalam retina mataku pun terasa sedikit silau. Lalu dengan pelan menutup kedua mataku lagi. Lantas beberapa detik kemudian aku mencoba membukanya lagi.

Nampak pemandangan serba putih menyuguhi. Kemudian sebuah lukisan seorang perempuan cantik yang tertempel di dinding nampak familiar di mataku. Dan aku sangat tahu, kalau di dalam lukisan itu adalah diriku.

Namun yang menjadi pertanyaan. Siapa gerangan orang baik yang mau membuat lukisan itu untukku. Kenapa ku sebut orang baik? Karena di dalam lukisan itu aku merasa lebih cantik.

Aku tersenyum tipis. Ia hanya tipis saja, meski sebenarnya aku ingin bisa tersenyum lebih lebar lagi. Karena perasaan hangat ini. Tapi... selang di mulutku ini, infus di tanganku ini, kemudian banyak perban di sana-sini. Membuatku merasa takut untuk sekadar tersenyum.

Dengan siapa aku di sini?

Dengan sangat perlahan aku melirik ke samping. Ada seorang laki-laki yang sedang tertidur sembari duduk. Kepalanya berada di sampingku, ia meletakannya di bagian sisi kasurku. Ia memegang tanganku erat.

Apakah ia sedang menungguku?

Aku ingin sekali bangun, atau mengatakan padanya. Bahwa diriku bukan anak kecil yang harus ia tunggu. Hingga membuatnya kelelahan karena kurang istirahat.

Aku mencoba menggoyang-goyangkan jari-jemariku. Agar dia bisa merasakan, kalau aku terbangun. Percobaan pertama, ia malah mendengkur. Aneh, orangnya terlelap tapi pegangan tangannya erat sekali. Aku bahkan merasa lelah, hanya karena ingin melepaskan tangku saja.

Percobaan kedua, ia mengigau. "Shaya.... " suaranya terdengar lirih, tapi sangat lucu menurutku. Ia berbicara sambil mengunyah sesuatu, entah apa yang sedang ia makan di dalam mimpinya. Mungkin ayam goreng?

Aku menarik napas lelah, sepertinya aku biarkan saja ia tertidur. Kepalaku terasa berat sekali. Dan tanpa bisa aku tahan. Aku kembali terlelap.

***

Aku tidak tahu berapa jam lagi aku tertidur. Karena ketika aku bangun, aku merasakan ada pergerakan di tubuhku bagian bawah. Bukan! Bukan seperti yang kalian pikirkan, aku hanya merasa seseorang sedang menggantikan pakaian bawahku.

"Kamu sedang datang bulan sayang?"

Aku perlahan membuka kedua mataku. Owh... ini memalukan! Kenapa para suster itu membiarkan dia menggantikannya?

Laki-laki itu kenapa berani sekali mengantikan pembalut untuku, kenapa dia tidak sopan!

"Maaf sayang, aku tidak suka istriku di sentuh orang. Jadi aku menggantikannya untukmu. Aku pikir kamu akan mengandung anak kita." Aku mendengar nada kecewa dari kalimatnya. Dan aku kembali pura-pura tertidur lagi, aku malu.

"Tapi nanti akan aku usahakan. Kamu pasti akan hamil."

Ingin sekali aku tergelak, bagaimana bisa ia akan membuatku hamil. Kalau setiap malam aku minum pil kontrasepsi. Ya setidaknya begitu, sebelum kejadian naas ini itu terjadi.

Sore harinya Dokter datang. Ia memeriksaku. Kebetulan Mahesa sepertinya sedang pergi. Jadi aku bisa leluasa berbicara dengannya.

"Nyonya Mahesa apa yang anda rasakan? Apakah anda bisa melihat saya?"

Aku tersenyum, aku memang bisa melihatnya dengan jelas. Hanya saja kedua kakiku sangat susah untuk aku gerakan. Tidak! Aku bahkan tidak bisa merasakan apa-apa.

Unimaginable (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now