Delapan

8.8K 570 100
                                    

Shaya POV.

Aku keluar dari toilet. Aku tidak mau Mahesa menungguku terlalu lama. Tapi sialnya si Kavindra itu malah sedang berdiri di samping pintu saat ini.

"Kamu berubah!"

Aku tidak tahu dia berbicara pada siapa? Tapi di sini hanya ada aku dan laki - laki itu saja.

"Hidup memang harus berubah. Hanya orang bodoh yang terus terdiam di tempat. Tanpa mau maju dan keluar dari zona amannya."

Jawabku ketus. Aku memang benci padanya. Tidak! Bukan pada laki - laki itu. Tapi pada sikapnya. Pada sikap childish-nya. Pada ketergantungannya, dia tidak bisa mandiri. Ia manja, ia ...

Arrgghhh!

Aku kaget. Laki - laki itu menarik pinggangku. "Aku mencarimu kemana - mana! Aku menelpon mu! Aku juga mengirimi mu Imel ratusan kali!" Kavindra mendekapku sangat kuat. "Kenapa kamu sangat jahat, Shaya?!"

Aku meringis. Aku merasakan kemarahan itu. Aku juga tahu aku jahat. Tapi dia lebih jahat. Dia yang membuatku terpaksa harus melakukan ini. Dia yang membuatku harus menelan rasa sakit karena memutuskan hubungan ini. Aku tidak butuh laki - laki manja. Tapi hatiku ...

Hatiku masih membutuhkannya!

"Ada saatnya di mana hidup harus berubah. Kamu tidak akan tahu. Karena kamu tidak perlu susah mencari kerja seperti diriku."

Meski aku tidak punya tenaga untuk melawannya. Tapi setidaknya ia harus mengerti. Bahwa aku tidak menyukai cara hidupnya itu.

"Tapi itu bukan alasan untuk kamu ninggalin aku, Shaya!"

"Tentu saja itu alasan. Aku yang lebih membutuhkan seseorang yang bisa hidup mandiri tanpa bergantung pada orang tuanya! Aku ini bukan hanya sendiri. Aku punya orang tua yang membutuhkanku! Aku harus mencari laki - laki yang lebih bisa mendukung hidupku! Dan kamu kamu tidak memilikinya!"

"Jadi," perlahan ia melepaskan pinggangku dengan pasrah. "Si Mahesa itu memilikinya?"

"Tidak ... Ini tidak ada hubungannya dengan dia. Aku tidak punya hubungan apapun dengannya."

Aku tidak tahu kenapa aku melindunginya. Yang jelas, aku tidak ingin. Hanya karena masalah ini. Mahesa juga ikut terseret. Itu saja.

"Baik. Akan aku cari. " Dia kembali mendekat. Ia memegang erat kedua bahuku hampir di cengkramnya kuat. "Akan aku cari siapa laki - laki yang sudah membuat kamu ninggalin aku. Dan kamu akan lihat. Siapapun itu. Dia akan aku hancur kan!"

Ini yang aku takutkan. Kavindra mempunyai kekuasaan yang cukup kuat. Aku takut Mahesa di usiknya. Karena bagaimanapun di sini akulah yang salah. Akulah yang masuk ke dalam kehidupannya. Bukan Mahesa.

Dia pergi setelah sekali lagi menatap diriku lekat. Dan aku hanya bisa menahan air mata yang hampir saja menetes. Bagaimanapun dulu kami pernah punya cerita yang indah. Aku bersamanya hampir sewindu. Kami pernah melewati pahit, manisnya hubungan asmara. Aku meraba dadaku yang ternyata terasa sesak.

Maafkan aku Kavindra ...

***

"Ada yang kamu pikirin Beby?"

Mahesa menggenggam tanganku. Dia mengajakku pulang setelah selesai dinner tadi. Aku sangat bersyukur. Karena akhirnya aku bisa lepas dari tatapan lekat Kavindra.

Aku hanya menggeleng. Rasanya lelah sekali. Aku menyandarkan punggungku pada sandaran kursi. Kenapa aku merasa sakit. Ketika mengingat tatapan menyedihkan Kavindra tadi.

Apakah aku memang jahat seperti yang dikatakannya?

Aku tidak tahu siapa yang jahat di sini. Aku atau dia. Tapi kurasa kami memang tidak akan pernah bersatu. Kalau dia terus - terusan tergantung pada Mamahnya.

Unimaginable (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now