3. Sadly Birthday

Start from the beginning
                                    

Sementara Sagita hanya menggeleng maklum, orang lain mungkin tidak akan percaya jika Nino bisa ada di mode 'galau' seperti ini.

"Alay lo," kekeh Sagita "dia ada di rumahnya kali, lo belum ke sana kan?"

Seketika Nino membulatkan mata, merasa hati dan pikirannya diilhami saat itu juga. Tanpa pikir panjang, laki-laki itu pamit dan membawa motornya membelah jalan Jakarta agar secepat mungkin tiba di rumah Airin.

Namun lagi-lagi Nino harus menelan pil pahit ketika Bunda Yunatta——Bunda Airin—— memberi jawaban mengecewakan.

"Airin, kan, lagi jalan sama Cetta. Emang dia nggak ngabarin kamu?" tanya Bunda balik. Ikut prihatin ketika melihat penampilan seorang Nino tumben-tumbenan berantakan, Bunda bahkan menerka jika Nino datang tergesa-gesa. Terlihat dari beberapa bulir keringat yang terus mengucur dari pelipisnya.

"Hapenya nggak aktif terus Bun. Apa Airin sengaja ngehindarin Nino ya?" sontak tawa Bunda pecah, membuat Nino beralih menatapnya.

"Hahaha... kamu aneh-aneh aja deh. Buat apa juga Airin ngehindarin kamu?" Bunda melihat Nino mengangguk, tapi tak ikut menertawakan lelucon recehnya.

Bukan seperti Nino yang dikenalnya.

Biasanya lelaki itu ikut tertawa atau membalas lelucon Bunda.

Tangan Bunda terangkat mengusap pundak Nino lembut, "Mending sekarang kamu pulang aja, persiapkan diri buat nanti malam. Bunda janji bakal bawa Airin ke perayaan ulang tahun kamu."

Nino menatap dalam kedua mata bulat Bunda, bentuk yang sama persis dengan mata Airin, membuat rasa rindunya pada sang pacar makin bertambah besar.

"Iya, Bun. Aku pamit." terpaksa Nino undur diri. Tadinya ia ingin menunggu Airin, tapi mengingat nanti malam adalah perayaan ulang tahunnya, Nino pun harus ikut bersiap memastikan acara berjalan lancar. Walau perayaan kecil-kecilan, Nino tetap ingin hari ulang tahunnya diingat sebagai kenangan indah mengingat orang yang diundangnya pun hanya orang-orang spesial.

Dan orang-orang itu adalah Airin serta keluarga kecilnya.

****

Sudah sejak siang tadi Mommy sibuk berkutat dengan alat-alat masaknya, sibuk membuat kue serta chessy smoked beef roll kesukaan Nino. Sebenarnya Mommy bisa saja catering mengingat kondisi ekonomi keluarganya diatas rata-rata, tetapi wanita berdarah sunda itu bersikeras memasak sendiri karena hari ini adalah hari ulang tahun anak laki-lakinya. Mommy memang seperti itu, ia selalu ingin yang istimewa untuk keluarganya tak peduli berapa banyak waktu dan peluh yang ia keluarkan untuk mencapai kata 'istimewa' itu.

Maka dari itu, Mommy pun akan selalu jadi orang pertama yang menyadari jika rencananya berpeluang gagal, walau itu hanya satu persen. Seperti yang terjadi sekarang....

Mommy mengerutkan alis melihat Nino duduk di bangku teras seorang diri, kakinya mengetuk-ngetuk lantai, bahkan jari jempolnya digigit. Tampak seperti orang yang tengah menanti sesuatu.

"Lagi apa Bang? Kok nunggunya di luar?" Mommy mengisi bangku sebelahnya. Dari sini, wajah gelisah Nino makin terlihat jelas, "aya naon ieu teh?" desak Mommy yang ikut merasakan kegelisahan itu.

"Aduhhh...," Nino bangkit berganti mondar-mandir dengan mata yang tak lepas menatap pagar rumah, "kenapa lama banget datengnya sih?" gumamnya, tanpa sadar membuat Mommy berdecak kesal.

"Kirain teh ada masalah, taunya nunggu doi."

Nino berhenti tepat dihadapan Mommy, "Bunda ada ngabarin Mommy nggak? Mereka jadi datang, kan?"

My Precious Girlfriend ✔Where stories live. Discover now