Bab 5

6 0 0
                                    

Kalau bukan karena paksaan ka Leo, gadis satu ini mungkin tidak akan berada di tempat les musik sekarang. Sejak kedua orang tuanya meninggal adiknya tidak pernah mengkuti les musik kembali. Itu sebabnya ia sedikit keras dengan adik perempuannya ini karna ia tidak ingin jika nanti masa depan adiknya hancur. Hari demi hari Ana mulai mengerti dengan sikap keras yang dilakukan kakanya kepadanya. Ia mengetahui alasan dibalik sikap kerasnya pada dirinya.

Sebuah Mobil putih sedan yang cukup mewah berhenti tepat di sebuah tempat les yang sederhana, "An sudah sampai." Ucap Leo sambil membangungkan adiknya yang tertidur.

Ana yang merespon itu membuka matanya perlahan dan mulai mengumpulkan nyawa kembali untuk aktivitas yang akan dijalaninya. "Ka leo kita pulang aja ya, An cape mau pulang aja." Rengek Eliana kepada kakaknya. "Ka leo kali ini aja pleaseee." Ana tau bahwa ucapannya akan percuma saja, tapi ia tetap berusaha memohon kepada kakanya tersebut.

"Ana kamu sudah jelas tau kakak ngelakuin ini karna apa kan...."

"Tapi Kak,"

Eliana mengangguk pasrah, ia tersenyum kecil sebelum turun dari mobil menuju tempat lesnya.

"Kamu memang murid yang berbakat Ana, sejak awal saya yakin kalau kamu bias mengikuti kompetisi musik Ana." Ucap seorang laki- laki yaitu Pak Surya salah seorang guru les yang menghampiri Ana saat memainkan piano.

Ana yang kaget dengan suara yang tiba- tiba muncul entah darimana ia tersontak kaget dan jemarinya pun berhenti memainkan piano. "Kompetisi?"

"Iya An, Bapak harap kamu bisa mengikuti kompetisi internasional ini di Seoul nanti."Jelasnya kepada muridnya itu.

Ia yang mendengar jelas semua perkataan itu sontak membuatnya bingung dan tak tau harus bagaimana, karna pasalnya ini adalah kompetisi internasional pertama yang ia ikuti. Bagaimana jika nanti aku Ana ikut tapi kalah? Gumamnya dalam hati. Walaupun ia mempunyai bakat,namun sepertinya ia masih ragu dengan keputusannya.

"An apa kamu bersedia mengikuti kompetisi ini?" Tanyanya

Ana masih bergeming dan "apa boleh saya pikirkan dulu pak?"

Pak Surya mengangguk dengan cepat setelah mendengar perkataan Ana dan memberikan dukungan pada muridnya itu. "Tentu An, saya percaya kamu bias mengikuti kompetisi ini dengan baik." Ucap Pak Surya dengan menepuk pundak Ana singkat lalu pergi.

"Apa aku bisa..?" Gumamnya dalam hati

Reynand bisa melihat keraguan pada diri Ana, menyebabkan cewe itu terlamun sendiri terlihat dari mimik wajahnya yang penuh dengan keraguan.

"Gua percaya lo bisa." Ujar Reynand dengan santai

Saat itu juga Ana tersadar dari gumamannya dan yah dia pun terkejut dengan mata sipitnya yang membesar. "Kak Rey? Kakak disini juga?" tanyanya dengan penasaran.

"Hm.."

"Kak Rey belajar apa disini?"

"Alat musik lah." Ketus Reynand, cowo yang berada di sampingnya itu.

"Ana tau Ka,tapi maksud Ana Kakak tu belajar alat musik apa? gendang? seruling? drump?."

"Gitar." Jawabnya dengan singkat.

Ana tersenyum dan tiba- tiba saja ia ingin melihat cowo yang disampingnya yaitu Reynand memainkan gitar. Meskipun ia sendiri tau Rey terkenal sangat dingin tapi ga ada salahnya untuk mencoba kan pikirnya.

"Kak Rey bawa gitar?"

"Punya temen gua." Jawab Rey dengan cepat.

"Yah, padahal aku mau liat Ka Rey main gitar." Ucap Ana yang tampak kecewa dengan jawaban Rey.

Someone Which Hates DuskTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang