54. Mencoba Mendalami

967 80 3
                                    

MESKI niat Lauren saat ini adalah menjauh sejauh-jauhnya dari semua orang sangatlah besar, rasa takutnya terhadap kematian lebih besar lagi. Oleh sebab itu, Lauren tetap mengemudikan mobil dengan kecepatan stabil.

Ia tak akan mau mengambil risiko bodoh dengan memacu mobil selaju mungkin kemudian menghadap Illahi sebelum waktunya. Dosa masih banyak, hutang masih banyak. Pokoknya belum siap deh.

Satu moto Lauren, "Emosi boleh, akal tetap jalan."

Walaupun dalam soal Naja, Lauren sudah beberapa kali menuruti emosi tanpa berpikir lebih jauh. Kali ini cewek itu gak bakal pertaruhin nyawa demi emosi. 

Dirinya gak mau seperti tokoh depresi superduper goblok seperti di sinetron-sinetron yang ngikutin emosi terus kecelakaan.

Atau... seperti Mama?

Ah, itu salah Naja. Mama gak akan meninggal kalo gak nolongin Naja.

Lauren menatap nanar jalanan didepannya. Sambil memikirkan, kemanakah tujuan yang tepat untuknya sekarang?

Ya, rumah. Lauren butuh kamarnya sekarang.

Sekali lagi, Lauren gak mau seperti tokoh depresi superduper goblok ke 2, yang hobi menghilangkan stres dengan pergi ke diskotik dan segala macam tempat gak bener yang lain.

***

Andra sudah was-was saja kalau-kalau Lauren bakal memacu mobilnya selaju mungkin, dan ternyata, kakaknya tidak selebay itu. Andra pun tidak perlu tarik urat dan nahan sakit jantung buat acara balap membalap kejar mengejar yang tak penting.

Dengan tabah dan sabar, ia mengikuti kemana mobil Lauren pergi.

Hatinya makin lega, ternyata Lauren menuju arah pulang.

Kecepatan Lauren makin memelan ketika sudah memasuki komplek perumahan mereka. Anehnya, sang Kakak tidak mengklakson seperti biasa untuk meminta sekuriti membuka pagar. Lauren memarkirkan mobilnya di bahu jalan tepat didepan tembok pagar rumah mereka.

Rasanya Andra ingin melompat keluar dari mobil tatkala melihat Lauren turun dengan tubuh gontai.

Untung aja, Andra dapat menahan dirinya tetap didalam mobil dan seperti yang seharusnya, mengklakson sekuriti dan meminta dibukakan pintu.

Saatnya mengambil posisi sebagai seorang adik!

***

Nasha lega ketika mengetahui Naja tidak ada cedera atau luka trauma yang serius. Meski begitu, Naja dianjurkan untuk istirahat dulu. Supaya bisa mengikuti pemotretan selanjutnya dalam kondisi fit.

Didampingi Narya dan Reja yang kayak plester kena air, alias selalu nempel dengan setia di sisi Naja, Naja diseret pulang.

Narya keheranan ngelihat Reja yang tiba-tiba seperti jerapah berleher panjang yang ngeliat ke kiri dan kanan.

"Kenapa, Ja?"

"Nyari temen. Kemana dah tu bocah?" Gumam Reja kesal.

Reja kesal banget, Noni dan Niko yang pergi pertama kali pergi bareng Naja malah menghilang bagai ditelan Mars.

"Nasha mana?" tanya Reja, kayaknya mending mereka langsung pulang bareng Nasha aja.

"Masih diruang panitia. Mungkin mau nyakar panitianya kali." Jawab Narya santai.

"Gue gak buta! Lepasin tangan lo berdua!" Naja rupanya bete karena Narya dan Reja tanpa sadar memegangnya dikiri dan dikanan seperti menahan penjahat.

Narya langsung mengkeret, namun Reja masih ngeyel, "Gue gak mau lo jatuh ke tanah, Ndut! Nanti tanahnya retak!"

"Gue cuma sakit kepala aja, Ja. Lepasin dong." Pinta Naja dengan lembut kali ini.

Me & Fat BurnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang