32: Masih adakah Kesempatan

Mulai dari awal
                                    

"Kakak lo," sahut Reana enteng.

"Kok kamu nyahut sih? fokus aja deh sama makananmu itu."

"Lah, kok lo sensi banget sih? lagian kan yang nge-pack barang Kak Baim itu gue, lo cuma bagian milih-milih barang yang mau dia bawa aja."

"Hahahahahahahahaa." Secara tiba-tiba suara tawa Baim dari arah ruang tamu terdengar, "Inka emang suka berlebihan, Re. Eh btw, thanks ya udah bantu packing barang Kakak."

Reana mengangkat jempolnya sembari berjalan menuju washtafel.

Baim mengambil posisi di samping Radinka yang menekuk wajahnya dengan tangan terlipat di depan dada. Baim memindahi penampilan sang adik yang menggunakan kemeja hitam polos berpadu dengan jeans biru pudar yang merekat pas di kakinya dan jangan lupakan pashmina hitam menutupi rambut indahnya.

"Setengah jam lagi, ayo cap cuss!"

"Kakak kok nggak pulang semalam?" tanya Radinka saat Baim sudah kembali berdiri dari duduknya. Baim diam beberapa detik sebelum menjawab dengan pelan, "Bertemu masa lalu." Kemudian dia menarik koper milik Radinka dan dirinya menuju luar rumah.

"Bertemu masa lalu? siapa?"

"Mantan mungkin," sahut Reana dari belakang membuat Radinka terlonjak kaget.

"Mantan? emang ada?"

Reana melingkarkan tangannya di bahu sempit gadis itu sembari menepuk-nepuk pelan di sana, "Orang ganteng kayak gitu nggak ada mantan? apa kata dunia?!"

"Berhenti ngegosip hoy! ini udah jam setengah 7!" teriak Baim.

Reana dan Radinka saling pandang kemudian tertawa kompak sebelum menyusul Baim diluar rumah.

Baim sudah duduk manis di balik kemudi sedangkan Radinka dan Reana baru saja hendak menaiki mobil tersebut. Kedua gadis itu mengambil posisi duduk di bangku belakang meninggalkan Baim di depan layaknya seorang supir yang menimbulkan cerocosan dari lelaki itu.

"Emang nggak malu kalau aku atau Re yang bawa sedangkan Kakak duduk manis di bangku penumpang?" Balasan dari Radinka saat sang Kakak tak hentinya mengoceh.

Mobil pun melaju dengan kecepatan maksimal, demi mengejar waktu, itulah yang Baim katakan.

***

Arya sudah hendak melemparkan tubuhnya ke kasur sebelum layar ponselnya menampilkan pop-up dari grup jurusannya.

Beni:
-gaessss, buru bangkit dari kasur, Pak David bilang kelas dia dimajuin jam sengah delapan

Ck! Arya berdecak, apa-apaan sih! kenapa seenaknya memajukan kelas begitu saja. Mana habisnya jam 9 pula, bisa-bisa dia terlambat menemui Radinka. Dia lirik jam dinding di atas pintu kamarnya

Pukul 6:50 Wib

Kurang lebih 40 menit lagi kelasnya di mulai, ngampus atau tidak? Arya jadi dilema sendiri. Akhir-akhir ini dia seringkali meninggalkan jam kuliah, kalau seperti itu bisa-bisa dia lulus tidak pada waktunya dan biaya yang akan dikeluarkan akan lebih banyak.

Tidak!

Dia harus datang ke kampus, soal Radinka, sehabis kuliah dia akan langsung ke rumah gadis itu, bukankah gadis itu akan berangkat jam siang? Yes! benar sekali habis kuliah dia segera menemui Radinka.

Arya bangkit dari kasurnya, mengganti kaos oblongnya dengan kemeja putih polos lalu meraih jeans hitam yang tergantung di belakang pintu kemudian dia kenakan.

Meraih ponselnya lalu berniat melangkah sebelum pop-up dari Arif--teman se-bandnya--mengirimi pesan

Arif:
-bro, beneran Radinka berangkat hari ini? gue tadi liat snap Reana, mrk di bandara.

Luka dalam Prasangka ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang