2. Dekat

47 4 6
                                    

Taman samping SMA 73, 19 Maret 2018.

Gadis yang basah kuyup itu masih setia diam di tempatnya. Sesaat setelah gerombolan perempuan itu pergi, gadis itu hanya terisak dan berusaha agar tangisannya tak terdengar nyaring. Ia merasa terlalu lemah untuk sekedar berdiri. Ia tetap berlutut walau bau basi mengelilinginya. Hingga sebuah bola basket menggelinding dari belakang melewati samping kirinya. "Hey!"

Gadis itu langsung menundukkan kepalanya dan membuat rambutnya yang basah menutupi sempurna wajahnya. Seorang lelaki yang memakai baju basket dengan nomor punggung 11 dan nama punggung Ariq  itu mendekat.

Lelaki itu terkejut ketika tepat  berada di depan gadis itu dan melihat kondisinya yang begitu buruk. Merasa malu, gadis itu berdiri dan berjalan cepat melewati Ariq, tentu masih dengan kepala yang menunduk seakan memperlihatkan wajahnya adalah dosa yang amat besar. "Tunggu!" Ariq langsung menahan lengan gadis itu meski ia tahu akan sangat kotor jika memegangnya.

Ia meletakkan handuk kecil yang tak sempat ia pakai tepat di puncak kepala gadis itu lalu menggosok-gosok pelan. "Baunya mungkin sulit untuk dihilangkan, tapi setidaknya bilas dulu di kamar mandi..."

Ariq berusaha untuk melihat nametag di seragam gadis itu, "..Fre..ya.. A..manda." Ariq tersenyum meskipun ia tahu gadis itu tak bisa melihatnya karena wajah yang senantiasa tertutup rambut. Freya menepis tangan Ariq, memegang erat handuk di kepalanya, dan langsung berlari secepat mungkin menuju kamar mandi. Ariq yang ditinggalkan hanya bengong dan menoleh ke arah lapangan ketika suara dari pengeras suara mendominasi antero sekolah.

"Pertandingan basket dimenangkan oleh SMA Nusa dengan skor 33-21!!"

"Yes!!!"



-Satu Detik-



SMA Nusa, 21 Maret 2019.

"Fre, lo di scene ke-11 kayaknya harus lebih mendalami lagi deh. Soalnya ini kan puncaknya perpisahan antara cewek dan cowok gitu dan disini cewek yang ditinggalin. Setidaknya lo bisa netesin air mata gitu?" Ucap Bayu selaku ketua teater. Freya menghela napas, ini adalah latihan untuk yang kesekian kalinya. "Gue usahain ya, Bay."

Ghea datang dari balik pintu membawa dua es teh pesanan Freya. "Ga bisa dipaksain juga kali, Bay. Baru juga latihan yang kedua. Biarin Freya masuk ke dalam tokohnya dulu. Nih, Frey." Ghea menjulurkan es teh yang langsung di sambar oleh Freya. "Makasih, Ghea. Dan tenang Bay, gue pasti bisa netesin air mata kok, kalau perlu gue nangis sampai kejer-kejer ntar." Mereka terkekeh karena pembawaan Freya yang memang terdengar lucu.

"Bayu!" Salah satu anak teater yang bertugas menyiapkan properti memanggil Bayu dan mengarahkan jempolnya ke pintu masuk yang dipenuhi anak basket. "Anak Basket mau latihan tuh."

Mereka memang biasanya latihan di ruang keseniaan tetapi karena ruangnya yang terlalu kecil untuk segala persiapan pentas mulai dari membuat properti hingga ruang untuk berlatih adegan demi adegan membuat mereka terpaksa meminjam ruangan olahraga tertutup. "Bay, masih lama? Di luar hujan, kami ga bisa latihan basket outdoor." Tanya ketua basket, Tio.

Bayu tampak menimbang-nimbang. Sebenarnya masih banyak yang perlu dipersiapkan menuju hari H tetapi melihat wajah-wajah anggota teater yang tampak kelelahan membuat Bayu mau tak mau menyudahi untuk hari ini. "Properti langsung ditaruh di ruang keseniaan. Awas jangan sampai kena hujan! Untuk pemain juga diharapkan menghapal dialognya. Gio jangan terlalu kaku dan untuk Freya, usahain buat nangis, Frey. Belajar nangis dulu sana sama Ghea si cengeng, baru besok kita lanjut latihan adegan berikutnya." Ghea yang mendengarnya langsung mengangkat kepalan tangannya ke arah Bayu dan Bayu pun terkekeh. Freya tersenyum melihat keduanya lalu mengacungkan jempol. 

Satu detikWhere stories live. Discover now