"Najis,"

"Alay!"

"Tai,"

"Kencing kuda!"

*********


Suara deringan telepon mengagetkan Reva saat tidur dalam keadaan posisi tengkurap, matanya masih tertutup dengan tangan yang sibuk meraba-raba di atas kain kasur untuk mengambil benda berisik yang menganggu waktu tidurnya. Ketika sudah mendapatkan ponsel, mata Reva terbuka sedikit untuk menggeser ikon hijau lalu meletakkan ponsel di daun telinga tanpa melihat siapa penelepon.

"Halo"

"Gue udah di depan rumah lo,"

Kening Reva berkerut dalam begitu mendengar suara berat di balik telepon, Reva mengangkat sedikit tubuhnya.

"Ta, kok suara lo jadi berat sih? Keselek apa lo? Lagian ngapain juga lo mesti pake acara bilang di depan rumah gue? Masuk aja kali, Ta! Sumpah ya, lo ganggu tidur gue aja,"

"Ta, Ta! Bangun lo kebo! Udah setengah jam gue nunggu di depan pagar rumah lo!"

Mata Reva terbuka setengah, ia berdecak mendengar suara keras membentak nya. Siapa sih yang sedang ia terima panggilan sekarang? Begitu Reva melihat penelepon di layar ponselnya, tubuhnya langsung bangkit dengan gerakan kilat bersamaan dengan matanya yang melotot.

Ya Tuhan, manusia yang sedang ia terima panggilan teleponnya adalah manusia yang paling ia hindari di daftar list kehidupan nya sekarang. Tangan Reva menggaruk frustasi rambutnya, lalu meletakkan kembali ponsel di dekat telinganya.

"Lo-Lo ngapain di depan rumah gue?" Agh! Kenapa pula ia harus menjadi gagap seperti ini?

"Pikun lo ya? Gue tadi minta lo temenin gue latihan futsal! Mana lo? Gue udah mau main bentar lagi,"

Reva berjalan terburu-buru ke arah jendela kamarnya untuk memastikan Ezra ada di depan rumahnya atau tidak, dan benar saja. Tubuhnya melengos lemas saat melihat mobil berwarna hitam di depan pagarnya, ia juga dapat melihat Ezra dengan jelas di dalam mobil karena cowok itu menurunkan kaca mobilnya. Ya Tuhan, kenapa lagi ia harus menemani cowok menyebalkan itu?

"Woi!" Reva tersentak kembali begitu mendengar teguran keras di teleponnya.

"Iya iya! Tunggu sepuluh menit!" Tanpa mendengar jawaban dari Ezra, Reva langsung mematikan sambungan telepon dan melempar begitu saja ponsel nya di atas kasur untuk mengganti pakaian.

Dalam hati ia masih dongkol melihat sikap Ezra yang sudah seenaknya kepada dirinya. Baru saja Reva tidur sebentar dan ia harus rela jam tidurnya di ganggu oleh manusia kejam seperti Ezra.

"Tampang nya aja bagus, tapi sikapnya kayak setan!" Sungut Reva saat ia sudah memakai kaus putih oblong di padukan celana jeans warna biru, kaus yang ia pakai ia masukkan ke dalam celana agar terlihat santai. Terlebih kaus yang sedang ia pakai agak kebesaran. Ia lebih nyaman memakai kaus lebih besar dari ukuran tubuhnya ketimbang harus memakai ukuran baju yang pas-pasan di tubuhnya.

"Kalau aja gue gak ketemu lo waktu itu mungkin gue gak akan apes kayak gini!" Lanjutnya kembali sambil mengingat asal rambutnya menjadi ekor kuda. Setelah melihat dirinya sebentar di cermin, Reva mengambil ponsel yang berada di atas kasur kemudian keluar dari kamar. Deringan ponsel miliknya kembali terdengar, Reva berdecak lagi saat ia sudah memaki sepatu kets dengan gerakan kilat. Cowok itu memang tidak sabaran!

"Mau kemana kamu?" Suara dari belakang menghentikan gerakan tangan Reva untuk membuka gagang pintu rumah. Tubuhnya memutar setengah untuk berhadapan dengan Ayahnya yang sedang melihatnya tajam. Raut wajah Ayahnya seperti di kantor wakil kepala sekolah tadi, dingin dan juga tidak senang.

Confession Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang