TITIK AKHIR XXV

31.8K 5.1K 576
                                    

Aku lagi mood banget  nulis TiTik Akhir, gimana downk?😂😂😂😂

"Kamu sudah bang...." Kalimat tanya Bayanaka terhenti saat melihatku masih terpaku memegang selembar foto yang tak lain adalah fotoku.

Lelaki yang masih memegang handle pintu dari luar itu tampak terkejut, hanya beberapa detik hingga ia kembali mampu menguasai diri. Memasang ekspresi tenang dengan senyum yang membuatku kesal.

"Kamu tidak ingin menjelaskan ini?" todongku padanya, sambil menunjukkan selembar foto yang bahkan tidak kuketahui kapan diambil. Aku hanya mengingat bahwa baju yang kukenakan di foto itu adalah dress yang dihadiahkan mama sebagai hadiah kelulusan SMA-ku.

"Apa kamu benar-benar ingin penjelasan? Sekarang?" tanyanya dengan  alis terangkat, dia lebih terlihat geli dari pada gugup. Ya Tuhan, lelaki ini benar-benar tidak bisa ditebak!

"Menurutmu?"

"Ingin."

"Lalu?"

"Tapi aku tidak ingin menjelaskan."

"Apa?"

"Hahaha... kamu lucu sekali jika kesal, Tuan Putri."

"Bayanaka...."

"Aku suka kamu menyebut namaku. Ulangi lagi, bisa?"

"Aku tidak ingin melakukan perdebatan konyol denganmu sekarang. Jadi lebih baik kamu jelaskan kenapa bisa fotoku ada di laci kamarmu?"

"Tentu saja karena aku yang meletakkannya." Jawaban santai dari Bayanaka membuat sedikit meremas foto di tanganku sebelum lelaki itu dengan sigap merebutnya. "Tck... jangan diremas, nanti kusut," sungutnya sambil berusaha meluruskan bagian yang kusut.

Aku menghembuskan napas lalu terkekekeh kesal menatap Bayanaka. "Itu fotoku! Rusak atau tidak terserah diriku."

"Enak saja, ini milikku."

"Apa? Foto itu-"

"Foto ini memang dirimu, tapi milikku."

Aku mengerutkan kening, berusaha mencerna ucapan Bayanaka. Lelaki itu masih telihat kesal karena ujung lembar foto yang sedikit kusut belum bisa kembali seperti semula.

"Kuulangi, kenapa fotoku ada padamu?" tanyaku kembali berusaha menyabarkan diri.

"Apa kamu lupa?"

"Lupa apa?"

"Bagaimana aku bisa mendapatkan foto itu."

"Jika aku tahu, aku tidak akan bertanya."

"Ah... ini mengesalkan. Ingatan yang kuanggap istimewa ternyata tak berati apa-apa bagimu, bahkan tidak kamu ingatan sedikitpun. Ternyata begini ya yang namanya patah hati?"

"Kamu bicara apa sih?" sentakku kesal.

"Lupakan, sekarang ayo keluar, kita makan bersama." Bayanaka lantas meninggalkanku yang kini mengigit bibir berusaha menahan kesal karena tidak mendapatkan penjelasan.

*****

Ini makan bersama yang suram, meski hidangan yang tersaji cukup banyak. Aku sedang berada di ruang makan rumah Bayanaka, duduk di meja makan berisi empat kursi yang kini terisi penuh karena kehadiran mama, Taksa, dan lelaki itu.

Aku masih tidak berkomunikasi dengan mama, selain karena masih marah, aku merasa bingung dengan keadaan ini. Para tamu yang datang sudah mengetahui tentang siapa aku dan mama. Aku adalah putri papa dari istri sahnya, tapi cara mereka memperlakukan kami-maksudku mama karena aku lebih memilih tak berinteraksi dengan mereka, sangat baik, seperti memperlakukan keluarga. Perlakuan yang sangat berbeda dengan yang diterima Taksa dan Bayanaka dari keluargaku.

Titik AkhirWhere stories live. Discover now