TITIK AKHIR XXXVII

27.8K 4.7K 320
                                    

Maaf gk jadi double update kemarin. Ini aja aku ngetik dengan kondisi perut yang masih terasa perih.

Jangan lupa mampir di Storial.co ya. Ada babang Rimba Cakrawala di sana 😊

Aku menutup file PROSEM semester II yang sedang kukerjakan, lalu menatap kesal pada layar ponselku yang menampilkan sebuah pesan pada aplikasi whatsapp dengan suara denting notifikasi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku menutup file PROSEM semester II yang sedang kukerjakan, lalu menatap kesal pada layar ponselku yang menampilkan sebuah pesan pada aplikasi whatsapp dengan suara denting notifikasi. Sejak pulang sekolah tadi ponselku terdengar begitu ribut karena dering telepon dan pesan dari Bayanaka, yang tentu saja kuabaikan. Dengan agak enggan aku emraih benda pipih tersebut lalu membuka pesan di sana.

'Angkat teleponku.'

Satu pesan lagi menyusul.

'Kamu tidak tahu apa, kalau rasa kangen itu sangat berbahaya dan bisa menimbulkan penyakit?'

Dasar orang gila! Aku tidak harus membuang waktu dengan meladeninya bukan? Iya kan?

'Bagaimana karena terlalu rindu dan terus diabaikan membuatku tak berselera makan hingga sulit terlelap di malam hari? Apa kamu mau aku sakit? Di tempat yang jauh darimu seperti ini? Siapa yang akan merawatku nantinya?'

Aku menyeringai, lelaki itu benar-benar berlebihan. Memang berapa umurnya? Lagipula kenapa ia mengirim chat whatsapp sepanjang koran seperti ini?

'Jangan cuma di-read! Apa jarimu sedang sakit hingga tidak bisa mengetik balasan?'

Hei... ia mulai kesal rupanya.

'Baiklah, jika kamu tidak mengangkat teleponku maka aku akan menelepon ke nomer Tante Amira dan meminta berbicara denganmu!'

Ya Tuhan ia mengancam? Apa ia kira ancaman itu akan berhasil? Yang benar saja... aku langsung mengerang kesal saat melihat nomer Bayanaka kini kembali menghiasi layar ponselku. Baiklah, aku tidak bisa membuat lelaki ini-si pahlawan tanpa topeng, menelepon ke nomer mama di jam sepuluh malam hanya untuk bisa bicara denganku. Astaga ternyata ancamannya memang berhasil.

"Apa?!" semburku begitu kami terhubung.

'Ya Tuhan kamu manis sekali.'

"Aku tidak manis! Aku sedang kesal, apa kamu tidak bisa mendengarnya?"

'Tentu saja bisa, buktinya sekarang aku menjawabmu kan? Tapi apa kamu tahu, untuk lelaki yang sedang jatuh cinta suara marah kekasihnya  bisa terdengar seperti nyanyian surgawi?'

"Astaga mulutmu memang pandai membual."

'Membual? Hei, Tuan Putri, bagian mana dari kalimatku yang merupakan bualan?'

Titik AkhirWhere stories live. Discover now