B.1

4K 118 18
                                    

Ketika masuk ke dalam mobil, ponselku berdering. Lagi-lagi nomor asing. Aku mendengkus sebelum menjawabnya.

"Halo?" sapaku. Ada jeda sebelum kudengar suara seorang pria.

"Bawa Inge pulang."

Aku hampir saja menjawab, 'iya, Om', karena mengira itu adalah ayah Inge. Namun setelah kupikir-pikir, aku tahu suara siapa yang kudengar.

"Dari mana kamu tau nomer teleponku?" Setelah aku melontarkan pertanyaan itu, aku teringat Siti pernah meneleponku. Pasti Biantara mendesaknya untuk menanyakan nomor teleponku.

"Aku tau di mana kamu tinggal. Siapa saja pelanggan katering ibumu. Nomor plat mobil yang kamu pinjam dari restauran tempatmu bekerja. Dan ... apa aku harus bilang gimana cara kamu meminjamnya?"

"Berengsek!" umpatku.

Bagaimana mungkin pria gila itu tahu tentang hidupku hanya dalam beberapa jam saja? Ya Tuhan, dia tahu aku menjadi simpanan bosku? Benar-benar sial! Kakak laki-laki Inge memang sakit jiwa.

"Anterin adikku pulang, Nada. Aku nggak akan ganggu kamu lagi," tuturnya.

Sialan! Aku nggak mungkin menjauhi Inge. Dia memenuhi kebutuhan hidupku saat ini. Tanganku memukul-mukul stir mobil lantaran kesal.

"Mau kamu pukulin lagi? Aku bisa lapor ke polisi, Bian. Dasar psikopat!" umpatku geram.

"Belajarlah untuk nggak ikut campur urusan orang lain, maka hidupmu juga nggak akan diusik."

Aku mengembuskan napas kasar. "Aku nggak takut sama kamu. Jaga tangan kamu dari Inge atau kamu bakal masuk penjara," ancamku. Bohong jika aku tak takut. Aku hanya menggertaknya saja, karena aku tak siap berpisah dengan Inge yang mudah sekali kumanfaatkan uangnya.

"Coba aja," tantangnya.

Ketika aku akan membalasnya, Inge masuk ke mobil. Segera saja kumatikan sambungan telepon agar Inge tak curiga.

"Lama banget. Cuman beli minuman dingin aja," tegurku sambil berusaha menetralkan napas. Aku menaruh ponsel di tas dan berusaha menguasai diri karena kedua tanganku sudah gemetaran.

"Manis banget," ujar Inge.

Aku menoleh ke arah gadis itu lalu membaca label di gelas plastiknya. "Milo memang enak, kok."

Inge sepertinya tak curiga padaku. Ia justru tersenyum sambil menyesap minumannya. Aku segera menjalankan mobil dan tetap mengajaknya makan siang sebelum mengantarnya pulang.

❤❤❤

BIANTARAWhere stories live. Discover now