Bab 6

14.4K 977 27
                                    

"Ngapain kalian lihatin hape-ku kayak gitu?" Rania segera duduk di tempatnya tadi dan langsung mengambil serta mengecek ponselnya. "Apa Arvin kirim WA lagi? Lho, ini data internetku kenapa off?"

"Mana kita tahu." Putri memberi jawaban mewakili dua sahabatnya yang saat ini tengah menormalkan ekspresi  mereka.

Rania memutar bola mata. Kemudian, gadis bertubuh ramping itu mengaktifkan data internet, lalu membaca pesan dari Arvin sekali lagi dan senyumnya melebar. Telunjuk Rania dengan usil menyentuh bagian foto profil dan membuat dirinya tersenyum bak remaja jatuh cinta.

"Ran, masih sehat?" tanya Putri setelah melepas gigitannya pada sedotan.

"Sangat sehat." Rania tersenyum, kemudian menunjukkan layar ponsel ke arah sahabatnya secara bergantian. "Lihat, ganteng banget, kan?"

Ketiga sahabat Rania mengangguk. Namun, Trina berdeham kemudian. "Perasaan, cowok-cowok yang punya hubungan sama kamu itu ganteng-ganteng, Ran."

Ketika Anis dan Putri mengangguk mendukung opini Trina, Rania membalas dengan memanyunkan bibir. Tak lama, gadis berpipi tirus itu kembali memperhatikan layar ponsel sambil bergumam, "Kayaknya Arvin yang paling ganteng di antara yang lain." Namun, dibalik pujian itu, diam-diam Rania memasang tatapan datar. 

"Dia WA kamu gimana?" tanya Anis masih bisa menatap foto Arvin yang tampak tampan dengan kemeja merah marun. Di samping itu, sahabat Rania yang paling mungil itu masih berusaha menormalkan detak jantungnya.

"Dia ngajak aku makan malam lusa. Aku bales gimana, nih?" jawab Rania yang kembali menunjukkan kehebohannya.

Putri dan Trina saling beradu pandang. Hanya Anis yang menatap Rania dan foto Arvin secara bergantian. Kemudian, Anis berkata dengan nada lemah lembutnya, "Jangan-jangan dia mau ngajak kamu pacaran, Ran. Terus ngajak nikah. Wah... kayak drama Korea banget."

"Hidupku nggak sedrama dan seromantis hidup kamu sama Mbak Trina, Nis. Ngehayal aja aku sampai nggak berani." Rania terkekeh untuk menertawakan dirinya sendiri. Sejujurnya, hati Rania penuh dengan keluhan dan rasa iri terhadap kehidupan orang lain. Namun, dirinya tidak ingin mengakui hal itu.

"Semisal, ya, misal. Catet. Kalau beneran yang Anis bilang, dia ngajak kamu pacaran terus nikah, kamu mau?" Putri memasang ekspresi serius.

Bukannya menjawab, kini Rania malah menatap Trina. Tak lama, Rania mengangkat bahu dan berkata, "Kalau pake kata 'misal'.... Em, kenapa, nggak? Lumayankan, rezeki nomplok. Ganteng? Iya. Pekerjaan tetap? Punya. Pinter? Jelas. Kaya? Kelihatannya." Gadis berbibir tipis itu langsung menarik bibirnya. "Em... mubazir kalau ditolak. Bukannya itu modal yang bagus buat nikah? Kan, kata orang-orang nikah itu enak kalau modalnya lengkap."

"Nggak sesimpel itu, Ran." Trina menanggapi. Kini, ekspresi wanita berwajah bulat itu penuh keseriusan. "Nikah itu nggak melulu tentang kelebihan dan kebahagiaan. Kalau orang-orang bilang, nikah itu enak. Atau, nikah itu nggak enak. Jangan langsung ditelan bulat-bulat. Yang jelas, jalanin pernikahan itu nggak gampang. Nggak bisa hanya lihat dari luarnya aja. Kamu kan nggak tau gimana Arvin yang sebenernya. Kekurangan dia pun kamu nggak tau."

"Bener apa yang Mbak Trina bilang," gumam Putri. "Coba kamu kenali dia duluan."

Rania terbahak mendengar ucapan demi ucapan dari sahabat-sahabatnya. Tangannya pun tanpa ia sadari telah ditepuk berulang kali bersamaan dengan tawa hebohnya. "Kalian ini apaan, sih? Jangan baper, ah. Tadi kan kalian ngajak aku mengandai-andai. Inget, Arvin juga udah punya anak istri. Aku nggak mau jadi perebut laki orang."

Mereka kemudian terkekeh bersamaan dan mencoba menggiring pokok pembicaraan yang lain. 

**

Kontrak ✅Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon