Bab 21

8.4K 732 57
                                    

Oh, iya. Yuk, beli novel-novelku dari Unexpected Marriage book 1, His Wife, Becoming Stepmother, dan As One. Mau habisin stock aku tuh. Selain itu,  ada novel kolpriku (kalian bisa lihat di Shopee : Rorashop). Biar kalau pindahan nanti, aku nggak ribet. 😊

Terima kasih banyak juga buat kalian yang sudah membaca karya-karyaku, komen, like dan share. Love you all. ❤

***

Yuni menggiring Rania dan Gavin menuju kamar. Mata bayi berkulit putih itu cukup sayu, tetapi masih semangat mengajak Rania mengoceh. Dan ketika Rania hendak memindahkan Gavin ke gendongan ibunya, bayi itu malah menangis.

"Udah bau tangan kamu banget ini, Ran." Yuni tersenyum, kemudian mengambil alih pekerjaan Rania yang hendak membersihkan tempat tidur.

"Bu." Rania menimang Gavin agar kembali tenang. "Gimana kalau ganti seprainya aja? Itu aku pasang udah tiga hari lalu. Kasihan Gavin nanti gatal-gatal."

"Oh, iya. Benar." Yuni segera melepaskan seprai dan menunggu Rania yang tengah membuka lemari sambil menggendong Gavin. Saat Rania tengah sibuk dan membelakanginya, itu kesempatan Yuni untuk menatap sang putri dengan leluasa. Ada rasa haru saat melihat putri manjanya saat ini bisa menggendong bayi dengan baik, bahkan memiliki jiwa keibuan yang penuh dengan perlindungan. Jika ditanya soal Rania di tahun lalu dan saat ini, Yuni akan semangat menjawab jika putrinya saat ini layaknya orang yang berbeda.

Rania terus saja berceloteh dengan Gavin selama mencari seprai biru muda yang jauh dari motif bunga-bunga. Kemudian, ia memberikan pada sang ibu dan sesekali Rania membantu menggunakan tangan kanannya yang baru sembuh. Setelah selesai memasang seprai, Rania perlahan menurunkan Gavin. Ia sempat melihat ibunya mengganti sarung bantal, tetapi Rania malah memilih untuk ikut tiduran tanpa bantal seperti Gavin.

"Bu, nanti kalau Bapak sama Arvin sampai rumah, diminta langsung makan aja, ya. Aku ngantuk banget. Mau tidur bentar sambil ngelonin Gavin." Tangan Rania sudah di atas kaki Gavin agar bayi itu tidak menangis.

"Ya." Yuni meletakkan bantal dengan pelan saat mata Gavin perlahan tertutup. Ibu tiga anak itu kemudian mengedarkan pandangan. "Kayaknya dulu kamu punya selimut bayi kecil, dilipet aja buat bantalan Gavin."

Segera saja Rania beranjak dan mencari benda merah muda yang ia punya berkat kado dari temannya. Tiba-tiba Gavin menangis keras dan langsung tengkurap mencari Rania. Yuni tertawa sambil menjaga bayi itu agar tidak jatuh dari tempat tidur.

"Gavin, Tante di sini, lho. Bentar, ya."

Yuni benar-benar dibuat takjub dengan perubahan Rania. Nada bicara gadis itu sangat keibuan. Dulu, ketika Rania menenangkan anak bayi, ia akan bertingkah layaknya bayi pula. Ia tidak menyangka waktu seperti ini benar-benar akan tiba. Sejak dulu, ia selalu mengkhawatirkan Rania yang memiliki banyak cara sendiri untuk mengendalikan diri, salah satunya dengan bertingkah manja. Kania saja sering bersikap lebih dewasa dibandingkan Rania. Semua dikarenakan Rania sangat rapuh dan terlalu menekan diri sendiri walaupun sering menunjukkan ekspresi ceria dibanding kedua saudaranya. Kini, Yuni hanya bisa menahan tangis sambil bernostalgia.

Sekembalinya Arvin dan Sukadi, Yuni juga mendengar suara Kania dari garasi samping rumah setelah mendengar suara pintu mobil yang ditutup. Wanita yang sebelumnya tiduran di samping Rania itu, mengecek kedua bayi—bayi asli dan bayi besarnya—yang sudah terlelap.

"Ibu...."

Yuni bergegas keluar sebelum Kania berteriak-teriak dan membangunkan Gavin. Saat sampai di ruang tamu, Yuni memberi tanda dengan telunjuk di depan bibir. "Jangan berisik, Rania sama Gavin baru aja tidur." Wanita berambut keriting itu menatap Arvin. "Vin, biar Gavin malam ini tidur di sini, ya? Kata Rania, besok kamu ada acara, kan?"

Kontrak ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang