Bab 10

11.9K 891 42
                                    

Hallo semuanya... Terima kasih banyak atas semangat dari kalian. I am back. Walaupun laptop belum jadi dan pinjem laptop orang, alhamdulillah data di laptopku bisa diambil. Perjuangan banget. Akhirnya, aku bisa menulis dengan lepas. The power of masa bodoku udah muncul.

Dan semoga lapak ini makin rame, ya. Aku kangen celotehan kalian. Maaf telat dari yang aku sampaiin beberapa waktu lalu.
Happy reading.

***

Arvin bergegas mencari Rania di ruang UGD. Namun, perawat bernama Tasya yang sebelumnya mengabari kondisi Rania, segera menahan Arvin dan memberitahukan posisi Rania saat ini. Arvin bersyukur, gadis itu ditempatkan di ruang kelas satu berkat perawat Tasya yang menjaminkan namanya untuk Rania.

"Setelah beberapa pemeriksaan, lengan kanan pasien KLL retak sedang. Ada beberapa luka luar. Kondisi kepala, dada, dan organ vital lainnya baik-baik saja, Dok." Perawat Tasya berjalan bersama Arvin sembari mengabarkan detail kondisi Rania.

"Dia tadi mengeluhkan apa saja?"

"Saat sadar, pasien terus mengeluhkan lengan kanannya tidak dapat digerakkan saking sakitnya. Tidak membahas yang lain, Dok. Hanya menangis sebentar. Setelah diberi analgesic injeksi, pasien kembali tidur."

Ekspresi Arvin lambat laun tenang. Setelah menghela napas lega, ia mengucapkan terima kasih pada perawat yang kerap memiliki jadwal jaga bersamanya itu. Arvin pun berjalan cepat menuju ruang rawat Rania dan berpisah dengan perawat Tasya yang tengah bertugas. Namun, langkahnya terhenti setelah membuka pintu. Ia melihat seseorang tengah duduk sembari menatap Rania.

Lingga menoleh dan bertemu pandang dengan Arvin yang berjalan mendekat.

"Kamu yang tadi sama Rania, kan?" Kali ini Lingga berdiri.

"Iya."

"Aku juga salah satu korban kecelakaan beruntun tadi." Lingga kembali menatap Rania dan menyentuh punggung tangan gadis itu. "Aku khawatir sama Rania."

Arvin mengangguk, kemudian berkata, "Sekarang Anda tidak perlu khawatir lagi dan bisa beristirahat, Rania saya yang jaga."

Perasaan tak terima terpancar dari tatapan Lingga yang kembali menatap Rania. Ada kerinduan dan perasaan bersalah dari tatapan itu. Namun, Arvin memilih untuk tidak mengacuhkannya. Satu hal yang ia tahu, Rania menghindari Lingga. Dan ia pun tak suka melihat pria bertubuh tinggi cukup kurus itu terus menempel di sekitar Rania.

"Saya akan tinggal sedikit lebih lama."

Tak ada jawaban dari Arvin. Pria itu hanya mengecek kondisi Rania. Banyak luka luar yang Arvin lihat. Mungkin nantinya menimbulkan keluhan tentang rasa perih serta sakit pada lengan.

Dan akhirnya Arvin berjalan menuju sofa. Ia duduk sambil terus memperhatikan Lingga dari belakang. Kedua pria itu pun tak saling berinteraksi lagi.

Pintu kamar rawat Rania terbuka. Secara bersamaan, Arvin dan Lingga menoleh. Di sana, sepasang suami istri memasuki ruang rawat. Kemudian, si istri memegang tangan dan menatap khawatir ke arah Lingga. "Nggak ada luka dalam, kan, Ngga?"

"Nggak, Bu. Tapi, Rania yang parah." Lingga benar-benar lesu.

Tatapan wanita itu berpindah ke arah Rania dan menunjukkan tatapan khawatir. Namun, pria yang diindikasi sebagai ayah Lingga, kini memberi kode putranya untuk keluar dan ditolak mentah-mentah melalui gelengan. Hanya melihat dari jauh saja, membuat Arvin tidak suka.

"Semoga Kiran lekas sembuh, ya." Ibu Lingga kembali menatap putranya. "Ya udah, kita pulang sekarang aja. Udah ada yang jaga Kiran, kok."

"Tapi, Bu...."

Kontrak ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang