Bab 34

6.1K 519 9
                                    

Sekadar informasi, cerita ini akan segera tamat. Nah, ada pengganti yang lagi aku siapkan. Judulnya 'Kali Kedua'. Kalian search aja. Sementara aku posting prolognya ya. Mau tes ombak. Semoga kalian suka dan jangan lupa masukkan ke reading list kalian. Terima kasih. ❤️

Untuk Bunga Desember belum bisa aku lanjutkan sekarang, ya.

Jangan lupa like dan komen biar aku semakin semangat.

***

Arvin membuka pintu kamar dan mendapati sang istri tengah tidur menyamping. Ia berjalan memasuki kamar dan terkejut saat melihat Gavin juga tidur di ranjang yang sama. Segera Arvin membopong dan memindah bayi gembil itu menuju kamar dan memosisikan kamera pengawas di dekat Gavin.

"Gavin kamu pindahin?" tanya Rania saat Arvin kembali ke kamar.

"Iya." Arvin bergabung ke tempat tidur dan mengusap kepala Rania. "Katanya kamu tadi ke rumah sakit. Kenapa nggak ngabarin?"

"Siapa yang bilang?"

"Beberapa perawat." Arvin tersenyum, kemudian menyentuh pipi Rania. "Kamu baik-baik aja, kan?"

Rania mengangguk. Melihat dia yang terlihat santai, Sybil pasti nggak lapor apa pun ke dia. Dan orang-orang di poli kandungan pasti belum membocorkan kabar ini.

"Lain kali kalau kamu ke rumah sakit, kabari aku. Biar kalau periksa, aku usahain buat temenin." Wajah Arvin semakin mendekat, membuat hidung keduanya bersentuhan.

"Em, kamu laper nggak?"

Arvin menjauhkan wajah dan Rania pun sedikit bergeser menjauh. Ia kemudian menghela napas panjang. Ada ekspresi bingung bercampur kekecewaan dari wajah Arvin, tetapi Rania tetap menatap pria itu sembari menunggu jawaban.

"Kamu laper?"

"Iya. Tadi sampai rumah aku belum sempat masak. Aku cuma makan roti tawar aja. Kok, kayaknya rawon enak, ya."

"Hah? Rawon? Malam-malam gini belinya di mana? Kamu ingin makanan yang lain?"

Kening Arvin mengkerut dalam saat melihat sang istri terlihat bingung dan terus menghindari kontak mata dengannya. Dengan lembut Arvin menyentuh kedua lengan Rania sambil berkata, "Tatap aku. Kamu masih marah sama aku? Ada yang kamu sembunyikan? Bilang sama aku."

"Ayo makan. Ayam geprek sambalnya dipisah."

"Ran, jangan aneh-aneh. Aku pesenin ayam geprek level 1 sekarang dan sambil nunggu makanannya sampai, ayo bicara empat mata." Tatapan Arvin tajam dan tak melepaskan Rania sedikit pun dari pandangannya.

Rania hanya menghela napas panjang. Keduanya berjalan menuju ruang keluarga, tetapi Rania sengaja membuat suaminya berjalan di depan. Mereka pun tidak duduk bersebelahan, Rania memilih duduk berhadapan dengan sang suami.

"Kamu nggak mau duduk di sampingku?"

"Nggak dulu, deh, Mas."

"Sebenarnya aku harus ngapain biar kita bisa kayak dulu lagi?" Arvin menghela napas panjang. "Aku minta maaf sama kejadian waktu itu."

Kepala Rania tertunduk. "Nggak ada yang perlu dimaafkan, Mas. Kupikir ini udah sesuai sama porsi kita."

"Porsi kita?"

"Kadang aku lupa tentang status pernikahan kita. Jadi, menurutku ini yang paling sesuai. Menjaga jarak masing-masing dan melaksanakan tugas sesuai perjanjian. Agar aku nggak kekanak-kanakan dan overprotektif. Biar nanti ketika waktunya tiba, kita nggak ada masalah."

"Kamu nggak pernah kekanak-kanakan dan overprotektif. Lupakan tentang perjanjian itu! Kalaupun kamu bersikap begitu, aku nggak masalah." Arvin terus menatap sepasang mata Rania yang menyiratkan kelelahan..

Kontrak ✅Kde žijí příběhy. Začni objevovat