|30| Kamis tragis

3.3K 210 22
                                    

H-1 sebelum pengumuman siapa yang terpilih menjadi Ketua OSIS dan Wakil Ketua OSIS periode baru. Alvira menyantap ketoprak di hadapannya dengan mata mengawas ke sekeliling, ia curiga ada seseorang yang memata-matainya. Sementara itu, Alvaro nampak asyik pada ponsel di tangannya.

Jeritan Alvira tertahan, benar, ada seseorang yang bersembunyi di balik dinding toilet perempuan tersebut. Hanya kelihatan separuh tubuhnya saja, mengenakan jaket abu-abu. Membuat Alvira penasaran siapa orang di balik masker hijau yang menutupinya.

"Al!" pekik Alvira, ingin memberitahu bahwa omongannya benar.

Namun, Alvaro memakai earphone sambil memainkan ponselnya. Sepertinya berselancar di sosial media. Lantas Alvira gemas, lalu mencabut sebelah earphone putih dari salah satu telinga lelaki itu. Membuat Alvaro menatap penuh tanda tanya.

"Sini gue bisikin." Alvira berusaha mendekatkan mulutnya ke telinga Alvaro yang ada di hadapannya. "Nengok, ada mata-mata," bisik gadis itu sambil melirik toilet perempuan dari sudut ekor matanya. Sayangnya, nihil. Orang itu sadar Alvira tahu keberadaannya.

Alvira mengumpat kecil, "Sial." Lantas Alvaro menggagalkan niatnya untuk menoleh, dan kembali berkutat pada benda pipih di genggaman tangannya.

Ketoprak sudah disantap habis, hanya menyisakan bercak-bercak bumbu kacang di atas permukaan piring. Alvira segera bangkit, berniat membeli minum karena ternggorokannya seret. Baru saja beberapa langkah menuju penjual es, seruan Alvaro menghentikan jalannya.

Kini bergantian Alvaro yang membisik sesuatu di telinga Alvira, bisikan yang sukses menghentikan detakan jantung Alvira. "Tembus," satu kata horror yang menjadi momok menakutkan bagi perempuan. Dan sekarang, Alvira menerima kata itu. Sontak saja ia menoleh pada bagian bokongnya.

Dengan kecepatan seribu langkah, Alvira terbirit-birit menuju toilet yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Toilet penuh, Alvira merutuki dirinya sendiri. Sebenarnya dari awal ia tidak menstruasi, bahkan masih terbilang seminggu lagi. Ia memastikan lagi, bisa saja bercak merah di rok putihnya adalah ceceran saus yang tak sengaja diduduki 'kan?

Ceklek

Alvira langsung berhambur masuk ke toilet begitu ada yang keluar. Ia termenung di dalam sana, menahan tangisnya. Ini memalukan, sungguh. Sekaligus membuatnya kesal bukan kepalang.

Drttt

Ponsel di saku batiknya bergetar, Alvira segera meraihnya. Menghapus sebentar beberapa tetes air yang terlanjur turun ke pipi mulusnya.

Alvaro :
Buka pintu
Gue udh taro di sana

Alvira segera menuruti apa yang Alvaro perintahkan. Dengan gerakan cepat, ia meraih plastik hitam di depan pintu toiletnya. Namun, ada sebuah kertas juga di dalamnya. Jantung Alvira berdebar kencang, terror kembali dimulai.

SILAHKAN MENGUNDURKAN DIRI, Tuan Alvaro dan Nona Alvira yang terhormat.

Kekesalan Alvira memuncak, ia meremas-remas lembaran kertas tersebut menjadi gumpalan. Lalu memasukkannya ke tong sampah yang disediakan. Ini kelewat batas, sudah tak bisa dibiarkan. Harus dicari tahu siapa peneror dari semua ini, mungkinkah dari orang terdekat? Bisa saja, semua bisa terjadi.

Setelah semuanya beres, Alvira segera keluar dengan perasaan campur aduk. Bagai komponen-komponen bubur yang diaduk menjadi satu, kubu kontra mengatakan seperti muntahan bayi. Ya, kira-kira seperti itulah bayangan tentang Alvira rasakan saat ini.

"Alvaro!" panggil Alvira, menemukan keberadaan Alvaro di tengah kerumunan orang yang mengantre es teh manis. Ralat, lebih tepatnya pembeli yang pesanannya sedang dilayani.

Ketua PMR vs Kapten Futsal [Completed]Место, где живут истории. Откройте их для себя