16. Notifikasi Biru Apalagi yang Kau Dustakan, Mas?

1.4K 130 88
                                    

Sebelum kamu baca, aku mau tanyak doooong...

Kalau pacar kamu pinjem hape, kamu bolehin nggak?

Kalau nggak boleh, alasannya apa?

Dijawab, ya...! dan selamat membaca di sela istirahat siang! : - )

[]

Melela kepada salah satu teman terdekatku merupakan hal yang cukup membuatku tenang. Setidaknya, walaupun ke depan aku tidak akan tahu bagaimana Julie akan memperlakukanku, aku senang. Salah satu beban yang aku anggap hinggap di pundak kini perlahan luruh sebagian. Kecil, memang. Namun, hal itu terasa.

Dan aku cukup beruntung karena respon Julie yang jujur. Dia tidak menghakimi, bahkan tanpa sadar menyuruhku untuk berhenti. Dia mungkin tahu apa yang aku rasakan. Karena dia sendiri pun merupakan orang yang berpindah keyakinan.

Dulu, kita memang sekelas dalam pelajaran agama. Namun, hal itu tidak menutup untuk seseorang memilih jalannya sendiri ketika dia sudah mengerti apa yang hatinya mau. Toh,kalau dia bahagia dengan keputusannya, mengapa kita yang pusing sendiri?

Mungkin karena itulah, dia paham akan situasi yang aku alami. Dia mungkin tidak banyak tahu peristiwa-peristiwa yang telah aku alami, tapi dia paham. Karena manusia itu berproses.

Ngomong-ngomong soal proses, aku akui jika proses perkenalanku dengan Mas Bayu cukup singkat. Toh, aku pikir pacaran juga merupakan proses untuk mengenali satu sama lain. Ketika aku mau untuk mengenal dia lebih jauh dan lebih dekat, ya ini resiko yang aku terima ketika aku mendapati hal yang cukup tidak membuatku senang.

Contoh, ketika aku tidak ingin oleh-oleh, maka aku tidak mau. Benar-benar. Dia kembali dengan selamat saja aku sudah bersyukur. Apalagi dia yang mengemudi untuk perjalanan dari bandara hingga ke rumah. Cukup dia sehat aja itu juga udah seneng. Karena kalau dia sakit, aku pun yang ikut repot.

Dan Mas Bayu sakit sehabis pulang dari Malaysia. Sore, ketika dia sudah pulang malah dia tidak tidur. Ya, namanya wirausaha. Dia pulang ya kepikiran stok jualan. Untungnya pegawai yang dia punya cukup pintar. Lebih pintar malah kalau aku boleh bilang dari Mas Bayu.

Terus aku? Selain dapet jatah buat ngerokin Mas Bayu dan pijit-pijit, aku juga dapet oleh-oleh. Macem-macem coklat, sih. Padahal aku nggak suka coklat. Aku sudah mikir mau ngasih ke siapa aja ini barang. Ya masa aku makan sendiri? Gigiku nanti apa kabar? Apalagi ini baru mau tumbuh geraham yang belakang.

Kok aku ngeluh, ya?

"Di sana tuh murah, Nong. Makanya aku beli banyak."

"Belum Valentine juga, sih, Mas. Ini masa aku yang abisin semua?"

"Biar kamu gendutan dikit, lah," jawab Mas Bayu.

Obrolan kami terputus karena ketukan di pintu kamar yang sengaja kami tutup ketika berada di dalam. Ada Nopal yang hendak mengambil kerang dari dalam lemari pembeku.

"Ada yang pesen cumi saus tiram...," ujar Mas Bayu tiba-tiba saat ada sebuah pesan masuk di ponselnya. "Aku buatin dulu, ya, Nong?"

Aku mengiyakan. "Aku pinjem charger boleh?" pintaku ketika melihat ponsel Mas Bayu diletakkan begitu saja.

Mas Bayu memberi kode oke sebelum keluar dari kamar dan mengunci dari luar.

Seketika hatiku mencelos. Ketika aku mencabut kabel charger dari ponsel Mas Bayu, layar ponsel pun menyala. Dan pada saat itulah aku melihat dengan jelas beberapa notifikasi dengan lambang biru. Sangat jelas hingga membuat aku terpaku cukup lama.

Mas Bayu punya sandi sembilan titik yang dibuat cukup rumit. Namun, maaf sekali aku ini termasuk orang yang cukup pintar dalam menghafal gambar.

Dengan jantung yang berdebar-debar, aku mulai mencoba untuk membuka sandi ponsel Mas Bayu. Namun, tiba-tiba suara pintu kamar terbuka. Ada Mas Bayu yang masuk dan membuka lemari pembeku. Secara cepat, aku mematikan layar ponsel Mas Bayu kembali.

Love Me HarderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang