06

2.6K 166 6
                                    

"Kamu pernah berapa kali pacaran?"

Pertanyaan itu datang dari mulut Mas Bayu ketika kami dalam perjalanan menuju ke warung makan milik dia.

"Dua. Tiga kalau sama yang sekarang."

Mas Bayu menganggukkan kepala. "Kapan terakhir kamu pacaran?"

Aku tertawa. "Sebenernya, aku pacaran sama cewek pas SMA. Terus yang terakhir itu..., kayaknya tiga tahun yang lalu. Itu sama cowok."

"Orang mana?" tanya Mas Bayu. Dia penasaran banget.

"Orang Malang, tapi dia kerja di Surabaya. Kita LDR gitu. Dan dia lebih muda dua tahun dari aku."

"Kamu pacaran sama HP?"

"Emm... bisa dibilang begitu. Tapi, ya... namanya juga penasaran sama yang namanya pacaran sama cowok, jadi mau-mau aja. Dan karena hal itu, aku jadi sadar kalau aku itu nggak sepenuhnya gay. Aku lebih ke romantis aseksual."

Dahi Mas Bayu mengernyit. "Itu apaan?"

"Ya... intinya sih, aku lebih suka ke sisi romantisme daripada hubungan seksual."

Mas Bayu tertawa. "Karena kamu belum pernah ngelakuin hubungan seksual, kali, Gy. Makanya kamu bilang gitu."

Aku tertawa hambar. "Mas sendiri gay tulen, bukan?"

Mas Bayu menggeleng. "Biseksual. Aku pernah menikah, kok. Tapi cerai dua tahun yang lalu."

Wait. Duda?

"Lhoh, bukannya di KTP kamu itu belum kawin, ya, Mas?" tanyaku setengah tidak percaya.

Mas Bayu tersenyum. "Udah pernah nikah, kok. Tapi gagal di tengah jalan."

"Maaf, Mas. Aku nggak tahu," ujarku. Aku nggak tahu harus ngomong apa karena statusnya ini baru aku ketahui.

"Kamu nggak masalah, kan, kalau aku duda?"

Aku menggeleng. "Bagiku, kejujuran dan kesetiaan itu lebih penting. Masa lalu hanyalah masa lalu."

Mas Bayu mengambil tanganku. Kemudian, punggung tanganku dikecup. "Makasih, Gy."

Aku hanya bisa tersenyum malu-malu. "Oh, ya. Mantan Mas Bayu banyak?"

Mas Bayu tidak menjawab. Dia hanya memberikanku senyum lebar.

"Wah... boleh dong, diceritakan sedikit cerita romansa kamu," pintaku.

"Buat apa?" tanya Mas Bayu. "Itu hanya masa lalu, kan?"

"Cuma pengen tahu aja, sih. Dan siapa tahu bisa jadi insprasi buat ngelanjutin naskah yang ngejogrok," jawabku jujur.

"Kamu penulis?" tanya Mas Bayu.

Aku mengiyakan. "Udah dua kali ikut antologi dan dicetak. Terus, ini aku masih nunggu kelanjutan dari naskah yang udah diedit. Nggak tahu ini Tante Kitiran mau serius atau nggak sama projek lomba mereka. Mungkin baru asik nerbitin buku dia sendiri sampai lupa ada hutang lomba."

Niatku mau menyombongkan diri. Hehehe. Prestasi seorang penulis wattpad adalah buku cetak, kan, ya? Terus diterbitin sama penerbit mayor. Sekaligus, aku mau mengeluh untuk lomba yang pernah aku ikuti tapi nggak ada kejelasan. Padahal aku juara tiga, lho. Kan lumayan dapet free buku sama duit. Tapi, udah setahun, itu projek masih jalan di tempat.

"Jadi, kamu itu emang hidup di dunia maya banget, ya?"

Aku menimbang-nimbang pertanyaan yang dilontarkan Mas Bayu. Hal ini terdengar sangat menjebak. Mendadak, aku dilema.

"Kamu pernah pacaran di dunia maya, kan? Terus kegiatan kamu itu nulis. Fiksi. Itu nggak nyata, kan?"

"Fiksi itu bukan nggak nyata, Mas. Fiksi itu nyata, tapi karena ada beberapa hal, disamarkan aja, sih, kalau aku. Itu kalau aku. Karena selama ini, aku selalu ambil kejadian di kehidupan nyata, baru diaplikasiin ke naskah."

Mas Bayu mengangguk. "Oke. Dan, ini hanya saran aja, sih. Kamu bisa ngurangin aktivitas menulis kamu. Biar kamu itu nggak terlalu larut dalam dunia khayal kamu. Karena, maaf ya, aku perhatiin kamu itu selalu lama kalau nangkep pertanyaan. Aku juga beberapa kali liat kamu melamun. Kamu pasti baru mereka-reka kaya waktu kamu nulis?

"Dan ini demi kebaikan kamu, Gy. Kamu biar hidup di dunia nyata. Kamu menikmati saat-saat bersama denganku. Kamu lebih ekspresif. Karena kamu itu wajahnya dari aku pertama ketemu itu datar banget. Jiwa kamu kurang bebas," lanjut Mas Bayu.

Ada keheningan sejenak yang melingkupi kami. "Gitu, ya, Mas?" tanyaku untuk memastikan.

"Iya," jawab Mas Bayu tegas. "Aku itu tahu kamu itu gimana orangnya. Dan oleh karena itu, aku pengen banget kamu itu bisa lepas dari dunia khayalan kamu."

"Dicoba, ya."

"I love you."

Aku terkesiap, napasku tertahan. Otakku tahu harus merespon seperti apa kalimat itu, namun bibirku enggan untuk berucap.

"I love you," ucap Mas Bayu sekali lagi.

Aku memberikan tanda hati dengan telunjuk dan jempol—simbol cinta ala-ala korea—dan Mas Bayu mengernyit. "Ini bukan minta duit, lho. Ini cinta. Aku juga cinta kamu."

Diusuk rambutku dengan gemas. Mas Bayu tertawa geli. "Aku itu udah tua. Kadang-kadang, aku nggak tahu dan nggak mampu nandingin hal-hal yang baru ngetren akhir-akhir ini."

"Aku juga udah bukan abege, kok. Kalem aja, sih, Mas. Belajar bareng-bareng."

[]

Dear, Lazuardi.

Aku nggak berharap kalau emailku ini bakal kamu baca dan balas. Aku hanya pengen kamu tahu aja kalau kamu adalah orang pertama yang tahu hal ini : Aku punya pacar.

Tapi, kamu jangan ketawa. Aku pacaran sama duda.

Bagiku, cinta itu cinta. Ketika kita nggak peduli sama jenis kelamin, maka sebaiknya aku juga nggak peduli sama status orang itu pernah menikah atau belum. Ya, nggak, sih? Nggak boleh diskriminatif.

Aku bukan jatuh cinta pada pandangan pertama sama orang itu. Aku hanya berpikir jika aku mulai menaruh bibit bunga ke media tanam yang lain. Ketika tidak menemukan kepastian ditanam di tanah berpasir, maka sebaiknya aku menaruh di pot yang lain. Semoga saja bisa tumbuh dengan baik.

Itu aja kabar dari aku. Kamu jaga kesehatan, ya. Jangan langganan masuk rumah sakit. J

Xoxo

Air hangat.

Tapi, aku nggak bisa ngomong sesuatu yang mengganjal ketika kami baru beberapa hari menjalin hubungan. Tentang menulis.

Karena sebenarnya, aku bahagia ketika menulis. Aku mencurahkan apa yang ada di dalam otak dan hati. Segala penat bisa hilang ketika aku mencurahkan ke dalam bentuk tulisan. Aku melakukan hal ini untuk sebuah kebahagiaan. Dan melalui menulis, aku bisa mengenal beberapa orang yang kini menjadi teman dekat. Meskipun, aku ini merupakan tipe yang susah untuk berkawan.

Dan melalui menulis, aku bertemu Lazuardi. Meski memang tidak bertemu secara langsung, tetapi setidaknya aku pernah merasakan jika dia terasa dekat meski jarak kami sejauh mata memandang.

Ada satu hal lagi yang masih mengganjal dalam diriku. Ketika aku mengatakan jika aku kemungkinan adalah aseksual dan dia adalah biseksual, apakah dia mau memahami diriku? Bahkan, aku dengan sangat jelas mendengar jika Mas Bayu tahu tipe orang seperti aku itu harus diperlakukan seperti apa.

Semoga.

[]

Hi! Long time no see, yeth!

Musim pancaroba, nih. Jaga kesehatan, ya. Jangan minum es sembarangan ketika udara baru panas-panasnya. Minum air dengan suhu ruangan saja. Air putih atau yang mengandung ion lebih bagus. Kesehatan itu nomor satu pokoknya! Jangan sakit! Sakit itu nggak enak. Apalagi kaya aku yang kurang doyan makan nasi. Susah banget kalau pas sakit kaya gini. LOL.

Oya!

Pemberitahuan aja, part depan bakal di-privat karena ada unsur NC. /dibuang

Love Me HarderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang