01

8K 336 13
                                    

Dear, my warm water.

Aku sendiri nggak ngerti sama diriku sendiri. Kadang, aku berpikir kalau aku itu emang selalu mempersulit diri sendiri. Seseorang (yang kamu tahu) bilang kalau aku sering ambil jalan yang susah. Padahal ada jalan yang mudah di depan mata.

Aku sayaaang bangeeet sama kamu. Tapi ini ada di level hanya sebatas level tertentu. Sebagai teman atau sebagai saudara. Maybe much more. Tapi, emang bener-bener ada seseorang yang posisinya nggak akan terganti dan akan selalu menutup mataku untuk orang lain. Hatiku juga pasti akan menutup akan kehadiran orang lain.

I want him sooo bad, but i know it will be so hard. Terlalu banyak yang dikorbankan. Tapi aku juga keras kepala.

Aku juga nggak tahu harus berbuat seperti apa. Aku bahkan gugup, deg-degan pas ngetik ini. Aku takut sama reaksi kamu. Aku takut kamu menjauh, berubah. Tapi, aku juga tahu kamu berhak untuk bereaksi sesuka kamu.

Jujur, aku pernah cemburu dengar kamu dekat sama cowok di sana.Aku kuatir juga kamu bakal diapa-apain sama orang seperti cowok kemarin yang kasar itu. Aku pengen nemuin saat itu juga, tapi aku sadar juga duit aku pas habis. (Ayo ketawa dulu!)

Kita tahu sama tahu. Tapi, kita emang nggak akan bisa bersama. Aku harap kamu mau menerima ini.

Aku sayang sama kamu. Aku hanya ingin kamu lebih bahagia kalau nemu cowok yang emang bisa bikin bahagia. Aku takut kalau kamu sama aku, kamu bakal banyak terluka. Aku nggak mau nyakitin kamu. Cukup. Aku juga nggak mau nyakitin orang lain.

Maaf karena aku nggak menerima perasaan kamu. Maaf. Aku berpikir jika ini emang yang terbaik diantara kita.

Berbahagialah, Argya.

XOXO

Lazuardi.

[]

Sudah dua minggu Langit menghilang. Semua aplikasi chatting yang pernah kami gunakan bersama selama setahun ini mendadak tidak bisa dihubungi dan hanya email belaka yang aku dapatkan. Bahkan, balasan untuk pesan terakhir dan berbagai subjek yang aku gunakan setiap hari untuk menanyakan keadaan dia pun tidak dibalas.

Aku benar-benar kehilangan Langit. Sosok lelaki yang tanpa sengaja aku taruh hati dan harapan untuk sebuah hubungan lebih dekat. Selama setahun ini kami dekat, tapi memang keadaan kami yang tidak bagus.

Ada Awan. Sosok yang selama enam tahun ini bersama dengan Langit saat suka dan duka. Dan aku naif untuk melakukan hal tersebut setelah mereka memutuskan untuk tidak bersama-sama setelah enam bulan.

Hatiku hancur. Berat badanku menurun akibat insomnia dan tidak ada nafsu makan. Bahkan, aku tidak fokus bekerja. Sering aku linglung dan tidak fokus dengan tugas-tugas yang sudah berada di depanku. Parahnya, aku lupa untuk merawat diri.

Kumis, jenggot dan jambang aku biarkan tumbuh. Meski memang belum selebat seperti teman-teman yang lain, tapi tidak terlihat rapi. Tidak terurus. Ditambah dengan kantong mata yang sudah dobel dan hitam. Kadang, aku lupa untuk menyetrika kemeja dan hanya memakai kaos polo yang memang sudah agak rapi walau aku tidak menyetrika.

Aku merusak sendal dengan tidak sengaja. Karena aku sering tersandung dan akhirnya tali putus. Dan kadang, dengan sengaja karena ingin meringankan isi kepala, ketika hujan datang aku tidak memakai jas hujan ketika pulang. Sepatu dan tas tidak aku simpan pada tas dan mereka juga kehujanan.

Patah hati yang membuat aku terlihat seperti pemuda yang tidak pernah diurus. Bahkan, aku punya beberapa jerawat di pipi, jidat, bahkan atas bibir. Sungguh. Aku bahkan lupa jika cowok yang ada di cermin itu aku.

Dan sekarang, aku hanya meratap nasib ketika ada seorang cowok yang aku kenal dari aplikasi ingin mengenalku lebih lanjut dan mengajak bertemu untuk makan.

Aku baru saja pulang kerja. Pukul tujuh malam aku baru sampai dan kondisi kucel aku temukan di cermin. Sedangkan, cowok dengan ID angin88 ini ingin bertemu denganku satu jam lagi. Dia akan menjemputku untuk makan malam bersama.

Masa bodoh dengan keadaanku sekarang. Jadi, aku hanya mencuci muka dan mengoleskan pelembab yang bisa membuat wajahku sedikit putih di bawah sinar lampu, dan gosok gigi. Tidak lupa untuk berkumur dengan obat kumur yang memang sering aku gunakan, meski rasanya terbakar.

Mendadak, aku ingat bagaimana aku lemah terhadap godaan diskon dan memilih barang yang sebenarnya kurang cocok denganku. Seperti dengan jenis obat kumur ini yang kurasa terlalu keras untuk mulutku, sehingga terasa terlalu kering.

Aku tidak menata rambut. Demi apa, karena rambutku memang dengan sengaja dipotong dengan gaya messy. Dan hal itu terlalu terlihat akibat aku selalu mengatakan jika aku membenci sisir. Dan rambutku terlalu lembut dan mudah rusak jika aku harus memakai pomade.

Waktu terus bergulis dan si angin ini memang intens sekali mengabari lokasi dimana dia akan menjemputku. Dan aku cukup gugup karena baru kali ini aku akan pergi malam-malam, sementara aku dikenal sebagai sosok yang tidak akan pernah keluar rumah setelah bekerja untuk main atau makan. Aku takut keluargaku mencurigai perilakuku yang berubah.

Untung saja mereka tidak banyak tanya ketika aku mengatakan hendak bertemu dengan teman yang mengajakku keluar. Tolong, aku sudah 23 tahun dan memang ibu terlalu perhatian kepada anaknya ini sehingga dia akan memeperlakukanku sebagai anak baru remaja terus.

Aku mengumpat karena sepatuku yang biasa aku gunakan untuk jalan keluar ternyata masih basah dan aku tidak punya sendal. Maka, aku buru-buru berlari menuju ke warung terdekat untuk membeli sendal seluruh umat; Swallow, untuk menjadi teman jalan hari ini. Toh, aku juga paling akan makan ke tenda makan yang banyak ada di jalan-jalan.

"Halo?"

"Ya?" jawabku.

"Udah dimana? Bentar lagi aku ada di apotek deket rumah kamu."

Aku gugup luar biasa dan ingin buang air besar rasanya. "Aku jalan ke depan sekarang. Aku pakai kaos warna kuning sama jaket biru. Orangnya pendek."

Dia terkekeh di seberang sana. "Oke. Aku pakai mobil warna burgundi."

Aku mengangguk, tapi dia pasti tidak tahu jawabanku. "Oke. Aku udah ada di depan apotek, kok."

"Oke. Aku tutup dulu, ya. Aku udah lihat kamu."

[]

Love Me HarderWhere stories live. Discover now