Extra Part 4 (a)

Mulai dari awal
                                    

Tak sempat memecat sekretarisnya, Althaf langsung berlari mengikuti Amira yang mendahuluinya. Karena Amira lebih penting dan ia takut sesuatu terjadi pada istrinya yang tengah hamil itu. Ia harus meluruskan kesalahpahaman ini. Sial. Ia ketinggalan lift yang dimasuki Amira. Untung di sana ada dua lift, sehingga ia memasuki lift yang satunya lagi.

Sialnya lagi, kala Althaf keluar dari lift, Amira sudah keluar dari kantor dan langsung memasuki mobil yang dikendarai oleh sopir pribadinya Amira.

Kepala Althaf terasa pusing. Namun ia tak peduli. Secepat mungkin ia bergegas ke arah mobilnya dan langsung tancap gas menuju rumahnya.

***

Sesampai di rumah, Amira memasuki kamar dan mengurung dirinya di sana. Ia berbaring di atas kasur lalu menumpahkan semua yang sedari tadi ia tahan. Ia menangis di sana. Rasa sesak di relung hatinya tak sedikitpun berkurang kala mengingat apa yang ia lihat beberapa saat yang lalu. Hingga suara gedoran pintu menyapa gendang telinganya. Ia tahu itu adalah Althaf.

"Amira, buka pintu!" teriak Althaf di depan pintu kamar.

Bukannya membuka pintu, tangisan Amira semakin pecah.

Kala Althaf berhasil mendobrak pintu, Amira bangkit berniat menghindari Althaf menuju kamar mandi. Namun, ia kalah cepat. Tangan Althaf berhasil menghentikan langkahnya tepat di depan kamar mandi. Althaf memeluk Amira tanpa berucap sepatah katapun.

Tentu saja Amira memberontak. Ia memukuli dada Althaf dengan sangat keras.

Karena kurang sehat Althaf langsung melepaskan pelukannya. Apalagi ia takut sesuatu yang buruk akan terjadi bila ia terlalu erat memeluk Amira.

"Aku benci kamu Althaf!" Amira memukuli Althaf dengan sangat keras. Menyalurkan rasa sakit hatinya dengan itu. "Kenapa kamu pulang? Kenapa tidak dilanjut saja dengan wanita simpananmu?"

"Cukup Amira! Aku bisa jelasin!" Althaf menghentikan tangan Amira yang terus memukulinya.

"Pergi! Aku gak mau lihat wajah kamu hari ini. Aku benci kamu. Aku tidak butuh penjelasan. Aku melihat semuanya dengan mata kepalaku," teriak Amira disela tangisannya.

"Cukup Amira!" Althaf menggenggam tangan Amira yang mulai melemah.

"Jangan emosian Amira! Aku takut sesuatu yang buruk terjadi pada calon anak kita. Aku bisa jelasin semua. Kumohon, mengertilah..." Lirih Althaf dengan mata yang berkaca-kaca.

Detik berikutnya air matanya menerobos keluar. Ya, Althaf menangis. Ia khawatir bukan main. Ia takut sesuatu yang buruk terjadi pada calon bayinya dan juga Amira.

Amira terdiam. Menatap Althaf yang ikut menangis. Ia tahu Althaf jarang menangis dan jujur itu pertama kalinya ia melihat Althaf menangis. Oleh sebab itu, Amira pun luluh. Ia pun tahu, air mata itu sangat tulus. Tersirat ketakutan di mata Althaf.

"Baiklah, jelasin semuanya." Amira menyeka air matanya.

Dua manusia itu pun berjalan ke arah kasur lalu duduk berhadapan di tepi kasur.

Althaf mulai bercerita. Mulai dari ia yang merasa pusing setelah rapat darurat usai. Lalu ia memilih untuk beristirahat sejenak di sofa ruang kerjanya dan ia pun tertidur. Ia tak tahu apa yang dilakukan sekretarisnya. Hingga ia pun terbangun kala Amira menjatuhkan rantang makanan yang menimbulkan suara keras. Jadi, intinya, Althaf adalah korban.

"Maaf, udah salah paham." Amira merasa bersalah pada Althaf.

Althaf mendekat lalu menangkup wajah Amira. Menatap manik mata Amira dalam-dalam.

"Aku khawatir banget. Aku takut sesuatu yang buruk terjadi pada kamu. Aku takut, Amira. Jangan ulangi lagi ya? Kamu tahu? Apa yang kamu lakuin tadi berbahaya buat bayi-bayi dalam kandungan kamu. Kalau ada masalah, jangan selesaikan dengan emosi. Selesaikan dengan bicara baik-baik."

"Maaf, Althaf. Aku pun takut. Pas lihat kamu sama wanita lain, aku takut kamu tertarik sama wanita itu dan kamu ninggalin aku. Terus terang, aku sangat cemburu. Dan aku gak suka kamu dekat-dekat sama wanita lain. Aku sangat cinta padamu, Althaf," ucap Amira pelan.

"Aku lebih mencintaimu. Aku tidak akan meninggalkanmu. Jangan khawatir! Aku tidak akan berpaling. Hatiku hanya berdebar saat bersamamu. Kamu, sangat berharga bagiku." Setelah berucap demikian, Althaf mengecup puncak kepala Amira.

"Kalau begitu pecat sekretaris kamu yang gatal itu. Terus, calon sekretaris baru kamu gak boleh perempuan lagi. Harus laki-laki. Titik."

Althaf terkekeh. Ia membelai rambut Amira pelan.

"Iya, aku bakalan cari sekretaris yang laki-laki. Oh ya, kamu gak usah khawatir kalau aku dekat-dekat sama wanita lain. Lagian, di mataku cuma kamu yang paling seksi." Althaf menggoda Amira.

Amira kesal lalu mencubit lengan Althaf. "Awas aja dekat-dekat sama wanita lain! Gak usah ngomong sama aku setahun!" ancam Amira.

"Gak kok. Cuma bercanda," balas Althaf takut kalau Amira benar-benar mendiaminya selama setahun.

Padahal Amira juga bercanda. Mana tahan ia mendiami Althaf selama setahun.

"Aku sayang kamu, Althaf."

"Aku lebih sayang kamu, Amira."

"Oh ya, leher kamu perlu dicuci seratus kali. Ada jejak setan di situ."

***

Thanks for reading. Berikan vote dan berkomentarlah dengan sopan.

Sesuai judulnya 'Extra Part 4 (a)'. Berarti ada (b) nya. But, author gak janji bakalan up dalam waktu dekat. Karena belum author tulis terus author lagi sibuk. Harap maklum, UNBK tinggal beberapa bulan lagi.

Tambahkan juga It's Me ke library kalian.

Maaf atas segala kekurangannya.

Love you all 💕
By Warda, 10 Februari 2019

AMIRALTHAF [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang