20

78 9 0
                                    

"Hard for me, to forget you.Hard for me, to hate you." _cheeze

Ting! Ting!
Suara bel yang menandakan seseorang memasuki ruangan nuansa putih milik Al. Dreamsee, ya cafe Al.
Ane memilih dress selutut dengan warna putih dan sweater berwarna navy. Ia hanya mengikat setengah bagian rambutnya. Ia tau pekerjaan ini akan membuatnya sedikit gerah, namun tidak tentu juga karena hujan, pasti udara akan dingin.
Al menyambut kedatangan Ane dengan senyuman hangatnya.

"Kamu bersemangat sekali." kalimat itu terlontar dari Al.

Ane hanya membelasnya dengan senyuman canggung. Mereka memang baru saja mengenal satu sama lain. Dan tentu belum mengenal banyak. Tapi Ane memilih percaya saja kepada Al. Karena ia tau, Al sudah beberapa kali menolongnya. Untuk perlakuan seperti itupun, Ane tak jarang mendapatkannya, namun karena alasan yang berbeda. Tapi ia yakin, Al adalah laki-laki yang tulus.

Mereka langsung membungkus bunga-bunga menjadi sebuah bucket. Ane memerhatikan Al melakukannya, ia juga ikut mengikuti gerakan Al yang tampak cekatan melakukan kegiatannya itu. Beberapa kali juga Al membantu Ane membungkus bunga miliknya. Ada 7 pesanan bunga yang harus Ane antarkan. Jarak lokasi pelanggannya pun cukup mudah dicari.

"Kamu yakin ingin pergi sendirian?" tanya Al tidak yakin.

Ane mengangguk. "Tidak apa. Aku yakin, aku bisa." yakin Ane kepada Al.

Al mengantar Ane yang sudah siap untuk mengantar pesanan bunganya itu. Namun perasaan Al tidak bisa diam begitu saja. Ia langsung mengambil sepedanya dan memutuskan untuk pergi bersama Ane.

"Saya tidak ingin kamu kenapa-napa." jelas Al melihat Ane yang sempat heran. Ane juga tidak merasa keberatan untuk pergi bersama Al. Ia yakin apa yang dilakukan Al adalah suatu bentuk kepedulian Al terhadapnya.

Mereka langsung menjalankan sepeda mereka ke alamat pertamanya. Semua pesanan mereka antar dengan baik. Hanya satu pesanan yang tersisa.

"Mr.Dyantara"  itulah bucket bunga terakhir yang harus mereka antar.
Tepat di halaman sebuah perkantoran, Ane dibuat merasa tidak enak. Karena sebuah gedung berlantai itu merupakan kantor keluarganya. Dimana, ayahnya yang harus menerima pesanan itu.
Ane ingin mengurungkan niatnya untuk mengantar, tapi ia tidak mau mengecewakan Al.

Al mendekati Ane. "Ada masalah?"

Ane sontak memalingkan pandangannya menghadap Al. "Mm..t-tidak. Ayo, kita kedalam."

Ane takut melihat ayahnya nanti. Ia tidak akan tau bagaimana reaksi Baran ketika melihat putrinya mengantar bunga ke kantor ayahnya sendiri. Ane tidak sadar ia menabrak seseorang, membuat bucket bunganya jatuh dan sedikit berantakan.

Al menahan bahu Ane, agar tubuh gadis itu tidak ikut terhempas.
Ane menundukkan kepalanya meminta maaf.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya pria berjas hitam pekat yang kini berdiri dihadapan Ane. Ane tentu menyadari itu dan menatap orang itu, dan benar saja, ia memang Baran.

"Maafkan kami, Tuan. Saya mengantarkan bunga pesanan Anda setiap minggu." jelas Al sopan.

Ane tampak sedikit gemetar karena Baran maju selangkah mendekatinya. "Aku mau kau yang pungut bunga itu. Sekarang!" suruh Baran sedikit membentak.

"Tidak, Tuan. Biar saya saja." pinta Al kepada langganannya.

"Tidak, tidak. Biarkan gadis ini yang memungutnya." bantah Baran lagi. Keinginannya diwujudkan Ane. Dengan menahan air matanya Ane membungkuk dan mengambil bunga sambil memperbaiki letak bunga bunga itu.

Hampir semua orang yang lewat menyaksikan kejadian itu. Bagaimana seorang pemilik perusahaan kaya raya yang sedang membodohi seorang penjual bunga.

MENDUNG | END ✔️Место, где живут истории. Откройте их для себя