13 • No Regret

Mulai dari awal
                                    

Aku tidak ingin ada penyesalan, lagi.

▪°▪°▪

Keduanya sepakat berhenti di pinggir sungai Han sambil duduk di salah satu bangku dari semen dan memakan ice cream. Diam-diam menikmati suasana yang tenang karena malam semakin larut. Lampu-lampu dari gedung pencakar langit dan beberapa mobil yang melewati jembatan, sekilas seperti lampu yang memberikan estetika khas ketika berpadu dengan gelapnya jubah angkasa malam.

Ini salah satu upaya pertama Jihoon untuk menyicil hutangnya pada Sera. Saat ini, dia hanya bisa menuruti apapun keinginan gadis itu sambil bersiap di tembak beberapa pertanyaan olehnya. Terlebih keduanya memang sedang berusaha mengakrabkan diri satu sama lain.

"Oppa?"

Jihoon menoleh. "Hmm?"

"Terima kasih," ungkap Sera tiba-tiba sampai membuat Jihoon melongo sejenak, dengan secuil ice cream vanila yang masih ada di pinggir bibirnya. Sera tersenyum. "Aku tidak menyangka aku belum pernah mengatakan itu padamu."

"Untuk apa?" sahut Jihoon bingung lalu kembali menatap lurus ke depan.

Terima kasih karena telah memberikanku kesempatan untuk berada di sisimu.

Terima kasih meskipun ini semua hanya sementara dan sewaktu-waktu dapat berakhir juga.

Terima kasih karena aku bahagia, bisa bersamamu.

"Aku hanya merasa harus berterima kasih, karena aku tidak tahu apa saja yang telah kau lalui sampai detik ini." Gadis itu menikmati semburan angin di pinggir sungai yang menyapu wajahnya lalu mengembuskan napas pelan. "Tapi kau masih berlaku seolah semuanya selalu baik-baik saja."

Jihoon tersenyum tipis lalu melirik gadis berambut kecoklatan di sebelahnya dengan tatapan lembut. "Kau pasti melihat semuanya, bukan?" tanyanya merujuk pada kejadian yang baru saja berlalu, tentang dirinya dan Shin Jiyeon.

Sera hanya bisa diam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Sebenarnya, ia mengakui dalam hatinya, gadis itu juga merasa bersalah. Terlihat dari tatapan keduanya yang saling mencintai, apalagi ketika Jihoon memeluk Jiyeon dengan lembut meskipun hanya sekilas. Ada reaksi khusus dalam hati Sera ketika benar-benar menyaksikannya dari balik kaca mobil meskipun ia tidak tahu pasti apa yang mereka bicarakan.

Namun di sisi lain, tentu ia tidak ingin kehilangan Jihoon sekarang juga. Hanya saat inilah kesempatan Sera untuk tidak menyerah begitu saja, setelah bertahun-tahun berlalu. Dia harus berusaha sebaik mungkin memanfaatkan kesempatan yang singkat ini. Selagi bisa, dia tidak ingin melepasnya lagi.

Tidak untuk kedua kalinya.

Masih terbayang jelas siapa sosok Jiyeon di dalam kepala gadis itu. Dia gadis tercantik di sekolah pada masanya. Siapa yang tidak mengenalnya? Shin Ji Yeon dan segala kesempurnaan yang melekat padanya seolah memang telah digariskan sejak awal. Dia baik, pintar, cantik dan keluarganya juga kaya. Kemungkinan Tuhan terlalu bermurah hati ketika menciptakannya. Sera tahu pasti, Jihoon bukanlah satu-satunya laki-laki yang akan jatuh cinta padanya.

Hal itu membuat Sera mundur, dulu.

Namun kini ketika semua keadaan berubah dan sedikit berpihak padanya, salahkah jika ia hanya ingin mempertahankan semuanya selagi masih ada waktu? Sebelum semuanya benar-benar hilang. Ketika waktunya sudah habis. Ia harap meskipun singkat dan sementara, tapi harus bermakna.

"Sera-ya," panggil Jihoon pelan tapi cukup ampuh untuk membangunkan gadis itu dari lamunannya. "Karena itu, kau jangan terlalu berharap padaku, ya? Aku juga tidak bisa berjanji akan selalu membahagiakanmu."

"Tapi, Oppa"

"Sebenarnya, aku selalu berusaha melakukan yang terbaik. Tapi kenyataannya, bukannya membahagiakan, aku justru lebih banyak membuat orang lain kecewa," lirihnya lalu tersenyum miris. Menertawai dirinya sendiri.

Sera sudah mengangkat tangan, reflek ingin mengusap lengannya atau setidaknya menepuk punggung Jihoon untuk membuatnya merasa lebih baik tapi gerakannya terhenti di udara. Ia mengurungkan niatnya begitu melihat tatapan sendu Jihoon.

"Kenapa kau merasa begitu? Di saat kehadiranmu justru menjadi hadiah untuk orang lain?"

Jihoon mengernyit lalu tertawa remeh. "Hadiah?"

"Kau tidak bisa mengendalikan kebahagiaan dan kekecewaan orang lain, Oppa. Jadi, berhentilah menyalahkan dirimu sendiri," ujar gadis itu lalu kembali menatap ke depan. "Lagipula hidup ini tidak selalu tentang kebahagiaan, bukan?"

Mendadak Jihoon takjub dengan kata-kata Sera yang seolah langsung membuat gejolak di hatinya kian mereda. Dia tidak tahu kenapa. Hembusan angin malam ini juga turut berperan, seolah meniupkan kesejukan sehingga semakin mengurangi kesesakan yang memenuhi rongga dadanya. Membuat sesuatu yang mengganjal di hatinya perlahan memudar dengan sendirinya.

Jihoon berdiri setelah menyadari wadah ice cream miliknya sudah tergeletak kosong dalam kantung plastik dan milik Sera juga sudah ludes berpindah ke perutnya. Gadis itu kembali membeliak melihat perubahan posisi Jihoon yang kini menghadapnya dengan senyuman yang terpatri.

"Jadi, menurutmu ... mana yang akan kau pilih, hidup untuk bahagia atau bahagia untuk hidup?"

Sera tersenyum ketika teka-teki itu dilontarkan Jihoon tiba-tiba. Ia berpikir sejenak, lalu satu ide terlintas di kepalanya, ia langsung mengutarakannya tanpa berpikir panjang. "Hmm. Bagaimana dengan hidup tanpa penyesalan?"

Jihoon mulai melangkah. Lalu memiringkan kepalanya sejenak ke arah gadis itu yang mulai ikut berdiri. "Baiklah, ayo kita lakukan!" ujarnya semangat membuat senyum Sera semakin mengembang ketika mengikuti langkah lelaki itu dari belakang.

Hidup tidak selalu tentang kebahagiaan, gumam Jihoon mengulang pelajaran tidak langsungnya malam ini, singkat namun bermakna.

▪°▪°▪

Eks member wanna one banyak pada ketemu dan satu stage (reuni) di soribada heuheu:" Lemah aku tehhh. Pgn bgt liat mereka reuni, kangen pisan:(

Tell Me Why ▪ Park JihoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang