Lagipula, dia ibuku juga.

Kalimat itu kembali bergema di dalam kepala Jihoon. Ada kelegaan yang menyelinap, di samping rasa bersalah juga karena dirinya hampir melupakan satu fakta besar yang belum tertancap kuat di kepalanya karena dirinya belum terbiasa; dia sudah menikah.

"Ah, aku hanya tidak menyangka kalian sudah sangat akrab," kilah Jihoon.

"Kau mungkin tidak tahu, bahkan aku lebih sering bertemu dengannya daripada oppa sebelum hari kemarin," papar gadis itu. Membuat Jihoon lagi-lagi tidak mampu menyembunyikan raut tidak menyangkanya.

Diam-diam Jihoon juga bersyukur mendengar kenyataan itu. Dia menarik dua sudut bibirnya membentuk senyuman. "Baguslah."

"Dia juga sempat heran mengapa aku sudah bangun sepagi itu, padahal aku memang tidak punya alasan bangun siang," lanjut gadis itu sambil meringis pelan.

"Mungkin dia pikir kau masih kelelahan," sahut Jihoon santai lalu berdiri mengambil minuman di kulkas, tidak sempat menyadari bagaimana perubahan ekspresi Sera.

Memangnya apa alasan orang akan kelelahan setelah bangun tidur?

Gadis itu segera menggeleng cepat untuk mengusir pemikiran yang berkelebat di otaknya itu. Dia juga mengurungkan niat untuk menanyakan hal itu kepada Jihoon.

▪°▪°▪

"Oppa, kau keberatan jika aku bertanya sesuatu?" Suara Sera mengalun, merobek keheningan yang tercipta sejak keduanya mulai duduk berdampingan dengan seat belt terpasang beberapa menit lalu.

Jihoon yang masih fokus menyetir, tidak mengalihkan pandangan. "Tidak, katakan saja."

"Kau pernah bertanya kenapa aku memilihmu," ujar Sera lalu menghela napas. Membuat Jihoon was-was dengan pertanyaan sebenarnya yang akan dilontarkan gadis itu. "Sekarang aku ingin bertanya, kenapa kau menerimanya?"

Gadis itu menunggu jawaban Jihoon sambil memerhatikan sisi samping lelaki berambut ash grey itu. Mengagumi diam-diam, betapa Tuhan memahat visualnya dengan sempurna. Pandangan Jihoon masih lurus ke depan meskipun ada makna lain yang mendalam di sana, namun belum ia tunjukkan sepenuhnya. Lelaki itu tampak berpikir hati-hati.

"Aku menerimanya karena aku ingin mencoba untuk berhenti egois dan memikirkan diriku sendiri," sahutnya setelah ada jeda hening beberapa saat lalu membalas tatapan Sera ketika mobil berhenti di lampu merah. "Aku tidak ingin banyak orang lebih menderita lagi, jika aku salah memutuskan sesuatu."

Sera tersentuh mendengarnya, ia bahkan membeku karena tidak menyangka akan mendapat jawaban dari hati yang terdalam seperti saat ini. Gadis itu bisa merasakannya, Jihoon mengatakan itu sejujur-jujurnya, terlihat jelas dari tatapan yang dilayangkannya.

"Kau tahu, itu sama saja mengorbankan dirimu sendiri."

Jihoon menghela napas. "Tidak, aku tidak akan menganggapnya sebagai pengorbanan," tukasnya lalu tersenyum miring.

Sera meringis. "Padahal kau punya kesempatan untuk menolak, jika ini memang bukan keinginanmu."

"Benar. Aku bisa saja menolak karena ini memang bukan keinginanku. Tapi setelah itu apa? Aku rasa, aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri ketika keputusanku justru membuat keluargaku runtuh."

Lelaki itu kembali melajukan kendaraannya sedangkan Sera terdiam. Ia baru menyadari situasinya serumit ini dan Jihoon ternyata termasuk sosok yang sangat mementingkan orang lainㅡlebih dari yang diperkirakan gadis itu.

"Aku hanya ingin membantu, jika aku bisa dan memungkinkan. Aku akan melakukan apapun. Walaupun aku tidak percaya takdir, tapi seperti katamu ... mungkin ini satu-satunya kesempatanku menyelamatkan The Wanone dan banyak orang lainnya," papar Jihoon lagi, sambil masih tersenyum getir. Lalu ia menatap Sera yang masih termenung mencerna kata-katanya. "Lagipula dalam hidup ini, tidak semua keinginan harus dituruti, bukan?"

Sera terdiam. Merenungkan kata-kata Jihoon yang baginya akan memiliki makna lebih dalam dari yang terlihat, membuatnya mengerti sepenuhnya. Dia sudah bisa menebak dari awal, bodohnya meskipun sudah tahu gadis itu tetap bertanya tentang alasan terkuat lelaki itu bisa bersamanya.

The Wanone.

Tidak ada yang lain.

Maka ini memang masih seperti mimpi bagi Sera, ia akan bangun ketika masalah perusahaan itu telah teratasi dan ketika Jihoon tidak punya alasan lagi untuk berada di sisinya. Di saat The Wanone bukan lagi menjadi alasan keduanya bersama dan akhirnya selesai sudah semuanya. Membayangkan hal itu membuat dada gadis itu mendadak sesak.

"Kita sampai," ujar Jihoon. Membuat Sera baru sadar, mereka telah berhenti di depan toko roti miliknya. Gadis itu segera turun, membiarkan Jihoon melanjutkan perjalanan ke kampusnya. "Nanti aku jemput lagi," pamitnya sambil tersenyum ringan dan berlalu.

"Yah, Han Se Ra!" pekik seseorang tergopoh-gopoh dari dalam toko. Lalu ikut mengamati arah mobil itu melaju, setelah menyadari tatapan sendu Sera yang masih mengamatinya sampai menghilang di persimpangan jalan. "Dia ... pacarmu?"

▪°▪°▪

Jihoon mendorong pintu kaca bertuliskan simbol Sonagi Bakery itu sehingga loncengnya berbunyi dan sontak kata-kata sambutan yang khas langsung diterimanya. Terlebih dari salah satu gadis di kasir yang antusias menyambutnya seperti seorang pelanggan. Sera yang semula sibuk menata cake di etalase melongokkan kepala menyadari kehadiran Jihoon.

"Ah, Oppa! Kau sudah datang," ungkapnya ceria, matanya berbinar. Seperti seorang gadis biasa yang dihampiri oleh pujaan hatinya. Sera pun mulai berkemas.

Perlahan gadis yang semula berdiri di kasir dengan name tag Oh Min Jung itu mendekati Sera sambil masih melirik Jihoon. "Bukankah dia pria yang mengantarmu tadi pagi?" bisiknya penasaran.

"Ya, memang."

Minjung terkejut sampai matanya membulat dan reflek menutup mulutnya yang menganga. Sera hanya ikut terkekeh melihat ekspresi berlebihan gadis itu, salah satu pegawai yang sudah seperti teman akrabnya itu memang selalu ingin tahu. Sera sudah terbiasa.

Jihoon bisa mendengar itu ditengah aktifitasnya menyapu pandangan ke ornamen toko ini dan berbagai roti yang dijual tertata rapi di etalase, dia tersenyum.

"Apa kalian benar-benar pacaran?" Kali ini Minjung sudah tidak tahan lagi. Ia mengatakannya dengan lantang keingintahuannya.

Jihoon dan Sera kompak tertawa mendengarnya. Terlebih ekspresi gadis itu yang belum pulih dari keterkejutannya. Lalu sesaat setelahnya Sera menghadiahi tatapan khusus seolah berkata; bukankah aku sudah menjelaskannya? Ia juga memutar bola mata saat Minjung benar-benar bertanya langsung di depan Jihoon.

"Kami, teman," jelas Sera disertai penegasan.

"Teman hidup," timpal Jihoon. Membuat kedua gadis itu melongo sejenak, tidak menyangka. Sera sampai tidak menyadari Jihoon sudah menarik tangannya keluar toko, gadis itu masih diam tertegun.

Heol, aku?

Teman hidup Park Jihoon.

Confirmed.

▪°▪°▪

Kemaren pas tgl 7 Agustus, mereka anniv 2 tahun yaa!:") Ah aku bahagia, setidaknya mereka ngumpul bareng meskipun masih gaada yg nge-share fotonya. Heu.

Kita tunggu sajalah, ya.

Semoga, kesebelas member sukses teros! Let's walk on flower path together, saling dukung, bahagia selalu. Siapa tahu suatu saat mereka bisa reunian, y heheheh.

Suatu saat.

Siapa tau.

Dah, ah. Perasaanku bener2 jd complicated tiap berhubungan sama wanna one dan angka 11.

Dan ini part 11. O-okay.

Selamanya mereka ber-11 kan~

♡Arin.

Tell Me Why ▪ Park JihoonWhere stories live. Discover now