TIGA KERUPUK KULIT

8.2K 419 20
                                    

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

Namanya Sunaryo Nourman, nama panggungnya Rio. Beneran dia punya nama panggung. Sebagai vokalis band metal yang sempat naik daun di era delapan puluhan (konon band-nya ini sama terkenalnya dengan God Bless) si bapak ini sempat menjadi bintang di zamannya. Katanya sih, dulu ganteng banget— saingan beratnya Ahmad Albar dan Rhoma Irama.

Dia adalah ayahnya Naya. Pria berumur enam puluh lima tahun dengan gaya berpakaian khas anak metal tahun delapan puluhan. Rambutnya ikal gondrong, memakai slayer warna merah di kepalanya, kalung rantai melilit di lehernya, celana jeans hitam dengan sobekan di lututnya, t-shirt hitam dengan gambar tengkorak-tengkorak besar menutupi perutnya yang buncit, dan memakai ia sepatu DocMart tinggi berwana manggis.

"Sudah lama gue enggak nengokin Naya." ucapnya pada kedua teman band-nya yang kebetulan ikut dengannya.

Nama band mereka— Black Skull. Kurang sangar apa coba? Tengkorak hitam. Waktu masih kecil, Naya suka kepletot mulutnya kalau nyebutin nama band bapaknya. Back to school kata Naya, yang artinya kembali ke sekolah. Nama band sangar itu sekejap berubah makna, (yang tadinya terdengar mengerikan, penuh jiwa pemberontakan, jadi terdengar kaya penyanyi anak-anak pemberi motivasi buat berangkat sekolah) apabila Naya sudah meneriaki nama band bapaknya.

Dua temannya mengangguk, dan mereka langsung turun dari mobil itu. Mereka telah sampai di apartemen Naya.

Namanya juga pernah merasakan kepoluleran, jadi star syndrom sering sekali masih melekat pada mereka. Kalau mereka jalan bertiga, semua orang disekitar mereka memang ngeliatin, sih. Tapi, bukan karena melihat mereka keren— melainkan sungguh tidak tahu diri amat, sudah ubanan tapi masih pake sepatu DocMart dan kalung rantai melilit-lilit di lehernya. Enggak takut remuk tuh tulangnya? Hah ... ada-ada saja kelakuan aki-aki jaman now.

Mereka bertiga berjalan sambil tersenyum bangga ketika mereka kini menjadi pusat perhatian di lobby apartemen itu. Penjaga front desk pun berbisik-bisik sambil terkekeh melihat tiga kerupuk kulit itu melemparkan senyum pada mereka.

"Emang ya, perempuan jaman sekarang, enggak bisa kalau ngeliat cowok keren dikit. Hah ... ternyata, aura ketampanan gue memang tak lekang oleh waktu." Kata Rio pongah. Padahal sekarang bentukannya mirip banget sama Jaja Miharja.

"Eh Sunaryo! mereka itu ngeliatin gue. Dari dulu, gue yang paling ganteng di band ini!" Satu temannya menyahut, nama panggungnya Bian, nama aslinya Subianto. Perawakannya enggak beda jauh sama Rio, gayanya juga mirip-miriplah, hanya saja dia lebih terlihat cool dari bapaknya Naya. Selain sebagai drummer band metal, konon Om Bian ini seorang pensiunan di kepolisian. Masa tuanya kini dihabiskan bersama dua temannya yang sama-sama tidak punya kerjaan di hari tua.

Teman mereka yang satunya mendesah lelah, melihat kelakuan dua rekan bandnya yang tingkahnya dari dulu tak pernah berubah. "Kalian itu terlalu asyik memuji diri sendiri, sampai lupa niat kita ke sini untuk melihat anak kita." Yang ini namanya Subagio, nama panggungnya Gio, kalau kata Naya Om Gio itu yang paling mendekati normal, walaupun terkadang Om Gio ikut-ikutan gila kayak bapaknya, tapi Naya yakin, Om Gio masih bisa disembuhkan.

Kita panggil saja tiga kerupuk kulit itu dengan sebutan 'om'. Karena mereka enggak suka kalau ada orang yang panggil mereka 'pakde' apalagi 'bude'. Naya punya sebutan sendiri untuk mereka bertiga— Trio Su, karena nama mereka bertiga berawal dari 'Su' tapi bukan asu lho ya.

Om Rio mendelik pada Om Gio, merasa ada yang janggal dari ucapannya, "anak kita? Dia anak gue kali! Lo pikir ... lo nanem saham apa di perut bini gue?!"

"Naya itu anak gue juga!" Sahut Om Bian.

"Dia juga anak gue ...." Om Gio menimpali.

"Anak gue."

The Sassy SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang