[cerpen] Felony[1]

445 16 0
                                    

Felony[1]
Devin Elysia Dhywinanda

Kita hidup dalam lingkaran kejahatan. Kita menelurkan dosa seumpama menyemai ilalang. Kita bergumul dengan kemaksiatan seperti seorang bocah yang tergila-gila dengan manisan. Kehidupan selalu berjalan menuju kematian dan, pelan tapi pasti, umat manusia telah sampai di titik nadir kekuasaan mereka—Geddon mengamini pernyataan tersebut sembari memandang ranah berpolusi pun terpapar radiasi yang kini menjadi tempat tinggalnya. Tidak ada berhala, tidak ada agama; bagaimana kehidupan bisa tetap berjalan tanpa semua pondasi tersebut?

Ah, tapi juga tidak ada kepastian ia adalah "makhluk beragama", 'kan?

Arma menghela napas. "Kau yakin akan melakukannya? Energi sebesar itu hanya akan cukup untuk satu perjalanan, yaitu ketika kau kembali ke masa itu. Tapi, aku juga tidak menjamin kau dapat mencapainya," Ia memandang mesin impian yang selama ini ia ciptakan bersama kembarannya—Geddon—lantas memegang kuat-kuat tuas berwarna merah tersebut, "kau bisa saja kembali ke masa Perang Salib; saat bom atom meledak di Hiroshima; bahkan saat tragedi Chernobyl. Kau bisa saja mati sia-sia."

"Lalu apa, Arma? Manusia pasti mati suatu hari nanti, 'kan?" Geddon membalas cepat, memandang miris pada mayat orangtuanya yang diawetkan sebagai kelinci percobaan. "Lagipula, jika aku berhasil melakukannya, tidak ada lagi masa depan ... kau paham, 'kan?"

Arma memandang sendu pada Geddon yang mendekati mesin impian mereka. "Sial, kau benar-benar tidak punya harapan, ya?"

Geddon tertawa sarkas. "Sejak kapan umat manusia punya harapan, Arma?"

*

Sejak orangtuanya "dimatikan" dunia ini, Geddon telah memutuskan untuk menjadi sosok egois. Ia akan menghentikan semua kekacauan ini bahkan jika harus mengorbankan hidup banyak orang, termasuk kakak kembarnya. Manusia diwajibkan untuk memilih ... dan ia telah membuat keputusan absolut.

Langit berkilau. Pohon-pohon sutra. Sungai susu. Daun emas. Alunan harpa malaikat yang mampu meninabobokan banyak makhluk. Tawa di antara ranting-ranting gulali; sepasang kekasih yang menjadi pusat semua kebahagiaan tersebut.

Pusat pohon kehidupan. Adam dan Hawa.

Dan, di kejauhan, sang iblis telah bersiap untuk membuat pelanggaran pertama.

Geddon memejamkan mata. "Menyucikan" dunia memang harus dilakukan sejak awal kesalahan itu dibuat—kendati itu berarti menghapus semua sejarah yang telah dibuat hingga masanya kelak. (*)

[1] (bhs. Inggris) kejahatan besar

Ketika Dunia Bercerita [Antologi Cerpen & Puisi dalam Event Frinity Publisher]Where stories live. Discover now