[cerpen] Bloodlust

496 24 2
                                    

[persamaan]
Bloodlust
Devin Elysia D.

Ada perasaan yang ganjil ketika gadis berambut hitam itu duduk di depannya: sebuah kengerian; hawa intimidasi yang amat pekat. Awalnya, Lee—pria berusia duapuluh lima tahun yang telah bergabung dengan tim interogasi kepolisian pusat—menganggapnya wajar, sebab psikopat selalu menghadirkan hawa tenang yang amat mencekam. Namun, semakin ia menyelami latar belakang gadis bertubuh kurus itu, semakin ketakutan menguncinya tanpa ampun.

"Kim, duapuluh enam tahun, terbukti melakukan pembunuhan berantai atas petinggi kota. Kau memutilasi dan menyebarkan bagian tubuh mereka ke sepanjang jalan menuju Gedung Pemerintahan." Lee merasakan bulu romanya meremang oleh sensasi aneh, terlebih ketika Kim menatapnya dalam (bukan sebagai predator; sesuatu yang lain). "Kenapa melakukan hal itu?"

"Aku hanya menyukainya: ketika memotong tubuh-tubuh pendosa itu," Kim memilin rambut kusutnya, "teriakan mereka seperti suara Siren; tetapi itu belumlah cukup untuk menebus semua kebejatan mereka."

Sesuai tugasnya, Lee menuliskan semua jawaban Kim di lembar putih di hadapannya ... sebelum perkataan Kim membuat membatu, "Dan, aku tahu siapa yang juga menyukai hiburan macam itu."

Kim menyibak poninya. "Dulu, tetanggaku juga suka dengan darah ... hanya, dia lebih tidak pandang bulu," Ia mengalihkan pandangan pada kamera CCTV yang terpasang di sudut ruang kelam tersebut sembari tertawa mengejek. "Karena muak, aku mengajaknya untuk membungkam wanita sialan yang selalu pergi dengan pria berbrankas emas. Haha, kau takkan membayangkan betapa menyenangkannya bermain-main dengan darah dan daging seorang penghuni neraka."

Kim tergelak, kentara puas dengan apa yang ia lakukan.

Udara mendingin; dan, dari earphone yang ia kenakan, kepala tim tempatnya bernaung sudah menginstruksikan agar pembicaraan dikembalikan ke topik awal ... tetapi insting Lee memaksanya untuk memberontak. Ia tetap menunduk, berpura-pura menulis, padahal pikirannya telah dipenuhi berbagai prasangka.

Sebuah ketakutan.

"Sialnya, aku lolos dan malah dia yang tertangkap. Sekarang, pastilah orang-orang keparat itu sudah mengubahnya menjadi boneka abnormal ... sampai-sampai ia tidak mengenali sahabatnya sendiri."

Sekali lagi, Lee mengangkat wajah, memperhatikan betul-betul wajah tirus dengan mata cekung mengerikan tersebut; dan, pelan-pelan, ia menyadari betapa miripnya wajah itu dengan seseorang ... seorang bocah perempuan.

"Apa aku harus mengucapkan salam?"

Lee bergetar hebat. Ingatan itu datang; mengacaukan semua omongan psikolog yang menanganinya sejak kejadian itu. Tiba-tiba, semua kenangan masa kecilnya berubah menjadi mengerikan: bagian tubuh laba-laba yang tercerai berai, anak ayam yang ia injak hingga dengan sengaja, desahan Ibu ketika jarinya tersayat saat memotong sayur mayur; gadis yang tersenyum padanya dengan wajah penuh cipratan darah. Sialnya, Lee merasakan darahnya berdesir dan adrenalinnya terpacu ketika mengingat semua itu.

Keterlaluan... Perasaan macam apa ini?

Suara-suara di intercome terdengar panik menyadari satu kecolongan besar di kepolisian mereka. Derap orang berlari lamat-lamat terdengar ketika Kim tertawa sembari mendekatkan diri pada Lee, "Jangan berpura-pura, Lee: kita ini sama, 'kan?" (*)

Ketika Dunia Bercerita [Antologi Cerpen & Puisi dalam Event Frinity Publisher]Where stories live. Discover now