[cerpen] Kegelapan yang Membebaskan

726 29 3
                                    

[insomnia]
Kegelapan yang Membebaskan
Devin Elysia Dhywinanda


Tidurlah, bukankah kau sudah lelah menangisinya?

Lihatlah! Ada laba-laba yang merangkak di sudut dinding yang catnya mengelupas. Ada tirai jendela yang berkibar ketika udara di sekitarmu semakin dingin. Lalu, barangkali, ada sosok yang mengintip dari balik jendela.

Dengarkan! Keheningan yang merambat teramat ganjil; tetes air dari kamar mandi yang sedang tidak dipakai; laju kendaraan yang kian jarang, kemudian menghilang; desah napasmu yang semakin tidak beraturan. (Kamu ketakutan oleh semua itu, 'kan?)

Selimut hangat itu membuatmu gerah. Aku tidak dapat menahan tawa melihat matamu yang memerah, persis anak kecil. Elta, kalau dipikir, kau masihlah anak kecil yang berbinar ketika mendapat surat dariku. Aku masih ingat, dulu, kau lekas memberikannya pada Bunda sembari menceritakan diriku dengan bersemangat—aku pun masih ingat wajah kebingungan Bunda ketika membacanya (ia memandangmu sembari mengulang namaku, "Rea?"). Kau tidak pernah melihatku, tetapi surat-suratku cukup untuk mendorongmu berdoa agar dapat bertemu dan bermain denganku.

Aku ingat, itulah hari terakhir aku merasakan kebahagiaan.

Beberapa minggu kemudian, kau menangis karena diganggu bocah sialan dari kelas sebelah. Tas sekolahmu basah karena masuk selokan. Kau menangis seharian, mengabaikan suratku, karena takut tidak dapat mengikuti pelajaran.

Saat itulah, Elta, aku meminta izin pada Tuhan agar bisa memelukmu, tetapi Dia melarang. Kata-Nya, kita tidak bisa bertemu. Kata-Nya, dunia kita berbeda ... dan kini aku paham maksud itu semua; karena itulah kita melakukan permainan ini, 'kan?

"Kau itu cahaya dan selamanya cahaya, jadi jangan pernah takut padaku." Matamu mulai mengerjap, berusaha menahan kantuk, padahal ketakutanmu telah sampai di ubun-ubun. Ini pukul tiga dini hari, saatnya "mereka" bangkit buat menakuti, saatmu untuk tidur setelah terjaga tiga hari penuh, menangisi dia yang tidak mungkin kembali.

"Saatnya kamu berhenti berjuang untuk dia yang tidak lagi memikirkanmu, Elta."

Kamu orang baik, Elta, anak kecil polos yang berpikiran positif pada semua orang. Aku tidak bisa mengubahnya, tetapi aku akan berusaha agar kau tidak dipandang sebelah mata.

Pejamkanlah mata ... dan rasakanlah esensi diriku yang meluap-luap dalam tubuhmu. Lalu, di satu waktu, ketika kau tidak dapat menahan kantuk dan mulai mendengar suaraku di kamarmu yang sangat hening, menyerahlah, dan serahkan kebebasanmu untuk kupakai sebagai kegelapan... beberapa jam saja. Kau tahu bahwa aku hanya ingin membantu. Jadi, mengertilah di detik-detik ketika kesadaran kita nyaris bertemu.

"Mengapa kau sangat keras kepala? Kita sudah bermain hal ini sejak berumur tujuh tahun dan kau tahu akulah pemenangnya, 'kan?" Matamu mulai tertutup. "Aku masih anak yang sama, yang sangat menyayangimu, jadi mengalahlah demi aku, ya? Elta?"

"Dia selingkuh, 'kan? Mereka yang dalam cahaya tidak akan bisa balik menyakiti, tetapi aku berbeda ... Aku adalah kegelapan."

Akhirnya, kau tertidur, sedangkan aku tersenyum.

Aku bangkit. Meluruskan badan. Memandang tubuhmu yang terlihat amat kuyu.

Tenanglah, aku tidak akan melukainya seperti mantan pacarmu yang terakhir ... hanya ingin memberikan peringatan bahwa gadis yang ia putuskan punya sisi gelap... yang sangatlah gelap. "Jadi, biarkan aku kembali jadi penjahat, ya? Elta?" (*)

Ketika Dunia Bercerita [Antologi Cerpen & Puisi dalam Event Frinity Publisher]Where stories live. Discover now